════════════════
"It's all because of you, I'm not crying anymore. It's all because of you, I won't do anything, but smiling. Now I know, it's love."
════════════════
TIMBA air terus dibawa bergilir secara estafet oleh para pekerja bayaran yang tengah membersihkan rumah bawah tanah itu. Banjir seluruh lantai rumahnya usai dilanda hujan terus-menerus kemarin malam. Di sinilah Joe mengamati dengan agak melongo, karena dialah yang biasanya melakukan pekerjaan merepotkan itu. Tetapi, semua bisa teratasi dengan cepat berkat Aldan.
"Barang-barangmu yang masih bisa diselamatkan sudah kamu kemasi?" Aldan bersandar pada kap mobil, berlagak layaknya mandor kru yang bahu-membahu menguras genangan air di bawah sana. Joe mengangguk cepat menanggapi pertanyaan Aldan, sebab dirinya sedang menenteng tas ransel berisi beberapa barang krusial yang akan sangat dibutuhkannya saat bepergian jauh, sisanya masih terendam banjir. "Kamu tidak perlu khawatir Soy! Orang-orangku itu akan membersihkan rumahmu sampai seperti baru dibangun setelah kita kembali dari Varn!" Joe beranggapan bahwa Aldan bak dewa penyelamat baginya di situasi ini, padahal Joe sempat hampir membenci Aldan karena membuatnya dipecat. Tetapi, sekarang Joe malah amat mensyukuri tindakan sembrono pria berkacamata kotak itu.
Berbeda dengan Jeffrain yang duduk menggerutu di kursi belakang mobil Aldan. Sang ia sama sekali tidak membantu Joe saat wanita itu mengambili barang-barang mereka di rumah. Jeffrain juga tahu, bahwa hampir seluruh barang yang dibawa Joe di ransel, adalah miliknya. Sang ia menyinggungkan senyum tipis, wanita bersurai pendek itu mungkin tidak seacuh yang Jeffrain bayangkan. Di luar sikap cueknya, ternyata si insan masih sedikit peduli terhadapnya. Meski pada momen ini sang ia cemburu setengah mampus dengan keakraban Joe dengan si mata empat konyol.
Aldan melihat jam tangannya sekilas, lalu melengoskan pandang ke arah Joe. "Kita bisa lah berangkat sekarang!" Terlihat Joe mengerutkan kening dan belum membalas ajakan Aldan, si insan tampak menggaruk sikunya tidak nyaman. Sebentar melirik ke arah Jeffrain, sebentar melihat ke rumahnya.
"Kenapa Soy? Ada yang ketinggalan?" tegur Aldan seraya menepuk pundak Joe.
"Ah---bukan apa-apa! Eh ... itu ... ." Sementara manik mata bergeser ke kanan dan ke kiri, tangannya mengeratkan genggaman pada tali strap ransel. Aldan memiringkan kepalanya sedikit sambil menatap Joe lebih intens. "Kenapa? Kamu bilang saja lah kalau masih ada yang kurang."
"Maksudku, kau benar-benar mengikutkanku dan Kak Jeff di proyek risetmu 'kan? Kau tidak akan membuang kami tiba-tiba 'kan kalau misal nanti kami tidak sesuai ekspetasimu? Menurutku, kita butuh semacam surat perjanjian," akunya si insan.
Aldan langsung menjawab, "Tentu saja akan ada hal semacam itu Jordyana! Kamu tak perlu khawatir lah! Kamu pun juga tidak boleh lari dariku ya nanti!" Dia menepuk-nepuk pundak Joe sambil memincingkan mata dan memanyunkan bibirnya.
Joe terhenyak singkat, agaknya dia bimbang karena keputusan mendadak ini. Tidak terlalu mendadak juga sih, hanya saja sebagai seorang oportunis, kesempatan emas semacam ini tidak mungkin datang dua kali. Resiko gagalnya pun juga tinggi, karena Joe sama sekali tak tahu-menahu tentang si Aldan ini. Bisa saja dia kena tipu 'kan? Maka Joe mengkonfirmasi kebenaran informasi sekali lagi. "Memangnya siapa saja yang ikut dan topik risetmu tentang apa? Setidaknya aku harus tahu kedua hal itu dulu."
"Sekitar lima orang, dua di antara mereka dari luar departemen kita, oh ya, ada temanmu juga lah!" ujar Aldan dengan antusias, lalu dia menambahkan, "untuk topik utama sederhana lah, adsorpsi, tapi nanti ada sub-topik untuk tiap mahasiswa, tengok-tengok juga kamu mampunya ambil sub-topik yang mana lah!"
Sungguh kata-kata Aldan terdengar meyakinkan, tetapi Joe juga tidak ingin mati kutu di akhir, lagipula Joe bukan sekali dua kali kena tipu. "Adsorpsi apa? Cair-cair atau cair-gas? Proyek risetmu ini berlangsung berapa bulan? Lalu urusan administrasi kampus bagaimana? Aku tidak ingin absen di setiap kelas yang kuikuti."
Aldan menepuk jidat dan terkekeh. Sekali lagi pemuda itu menempatkan tangannya di pundak Joe, dia menjawab segala tuntutan si insan dengan lantang, "Tenang saja bukan fase cair-gas lah! Siapa juga yang mau mengerjakan hal susah seperti itu. Administrasi kampus itu urusan gampang! Aku tinggal telepon Mr. Yohan, lalu minta dia buatkan surat penugasan untukmu dan cowokmu itu lah. Kita mungkin lumayan lama di Varn, amksimal 6 bulan kalau semua berjalan lancar."
Joe bergumam sembari menoleh ke arah Jeffrain, kemudian menyosor tuntutannya yang terakhir, "Kami akan tinggal di mana? Kau tidak mungkin 'kan menyuruh kami cari tempat menginap sendiri, aku sama sekali belum pernah keluar dari Kota Herybie sejak lahir."
"Tenang saja lah, kamu dan yang lainnya akan tinggal di vilaku. Mungkin kalau biaya konsumsi sehari-hari ditanggung masing-masing, tetapi biaya telepon, listrik, dan air semuanya ditanggung lah! Bahkan biaya untuk riset juga gratis lah!"
Mendengar jawaban Aldan, Joe makin tak habis pikir, kenapa pemuda itu mau saja buang-buang uang untuk dirinya dan Jeffrain yang bukan siapa-siapa ini? Apakah Joe dianggap kaum dhuafa yang perlu dibantu sebegitunya? Ya tapi, memang ada benarnya juga sih ....
"Kenapa? Ada yang perlu kamu tanyakan lagi?"
"Bukankah kau terlalu dermawan? Kenapa kau tiba-tiba memilihku?" heran Joe.
Aldan kembali menepuk jidat, dia membalas dengan wajah sumringah, "Tentu karena kamu pantas mendapatkannya! Dari kelima mahasiswa yang ikut dalam proyek riset ini, mereka adalah para pemilik rangking paralel di tiap semester lah, dan kau tahu siapa rangking satunya?"
Apakah Aldan berniat menyombongkan diri dengan mengatakan dirinyalah si rangking satu itu? Bukan tidak mungkin pemilik rangking satu adalah mahasiswa yang paling kaya satu departemen. Di antara mahasiswa borjuis yang Joe tahu, tidak ada yang sampai sekaya Aldan. Bahkan, pemuda itu punya hubungan khusus dengan sang kepala departemen, Yohan Yuertiv. Pastinya Aldan bukan orang sembarangan, meski penampilannya agak mirip anak cupu.
Mendapati ekspresi bingung bercampur curiga dari air muka si insan, Aldan menyudahi taktik tebak-tebakannya, "Ya ampun Jordyana, kamu lah yang selalu rangking satu itu! Tidak mungkin O'craths membiarkanmu terus berkuliah di sana kalau bukan karena nilaimu. Apa kamu tidak pernah mengecek laman kampus?"
"Apa? Aku? Yang benar? Padahal nilaiku standar saja, asalkan tidak mengulang kelas, aku sudah tenang," tutur Joe, dia kepalang bingung dengan informasi luar biasa yang dikatakan Aldan. Bisa saja pemuda itu sekadar menyanjungnya agar Joe semakin yakin untuk ikut proyek risetnya.
"Kamu cek saja sendiri kalau kau tidak percaya omonganku lah!" cicit Aldan.
Belum sempat Joe menampik kalimat itu, orang ketiga dalam perjalanan mereka ke Kota Varn, melongokkan kepalanya ke luar jendela mobil sambil memekik, "Jadi kapan kita berangkat?!"
Sontak Joe dan Aldan melempar pandang ke arah sumber suara. Raut kesal Jeffrain menjelaskan kenapa pria itu sampai berteriak untuk menanyakan hal simpel tersebut. Anehnya Aldan menjawab sang ia dengan senyum lebar. "Tuh! cowokmu aja tidak sabar betul untuk langsung berangkat!" sarkas Aldan sembari menyenggol siku tangan Joe.
Padahal Jeffrain bukannya ingin segera berangkat, tapi kepalanya panas mendapati si mata empat konyol itu sok akrab dengan Joe, apalagi gestur flamboyan murahan si Ayheesa yang sesekali menyentuh Joe di sana-sini. Kedua netra sang ia terus mengekori tiap gerakan Joe dan Aldan, sampai mereka ikut masuk di dalam mobil.
"Semua siap ya? Tidak ada yang ketinggalan 'kan?" tanya Aldan kepada para penumpang di mana tangan kirinya memasukkan gigi dan tangan kanannya santai memegang setir. Sebelum Joe memasang sabuk pengaman, dia melemparkan tas ranselnya ke bangku belakang. Tentu benda itu mendarat dengan tidak mulus dan mengenai badan Jeffrain. Boleh jadi, amarahnya terhadap si insan makin meledak-ledak nantinya.
Begitu Aldan tancap gas, dia langsung meminta Joe untuk menyetel lagu di radio. "Perjalanan ke Varn mungkin paling lama 8 jam, nanti kita bergantian menyetir ya Soy! Kamu sekarang tidur dulu lah," pinta Aldan tanpa bertanya apakah Joe bisa menyetir atau tidak.
Joe nampak heran, namun dia tetap mengangguk setuju. Kendatipun Jeffrain tak dapat melihat ekspresi Joe secara tatap muka, dari anggukkan dan pipinya yang agak mengembang ke atas, sang ia dapat mengira-ngira raut wajah seperti apa yang ditampilkan Joe. Wanita itu tersenyum. Padahal Jeffrain tahu kalau Joe bukanlah wanita yang murah senyum ataupun lihai mengubah-ubah ekspresinya. Wajahnya yang lesu dan depresif adalah ciri khas wanita itu. Jadi, aneh sekali bukan tiba-tiba sifat seseorang bisa berubah 180 derajat seperti orang lain?Si mata empat konyol itu juga, sebenarnya dengan cara apa dia mampu mengubah perangai Joe yang bebal itu? Jeffrain amat kesal dengan keberadaan Ayheesa kutu ikan itu. Benar-benar penganggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐂𝐀𝐆𝐄 || 𝐉𝐚𝐞𝐡𝐲𝐮𝐧
FanfictionA Jung Jaehyun's Original Fiction | On Going "𝐼'𝑙𝑙 𝑔𝑜 𝑎𝑛𝑦𝑤ℎ𝑒𝑟𝑒 𝑤𝑖𝑡ℎ 𝑦𝑜𝑢 ... ." "𝐴𝑛𝑦𝑤ℎ𝑒𝑟𝑒, 𝑏𝑢𝑡 ℎ𝑜𝑚𝑒 ." Joe, 21, 𝙢𝙪𝙣𝙜𝙠𝙞𝙣 memiliki lika-liku kehidupan yang rumit dan merepotkan sejak menjadi mahasis...