═══════════════
"He said she's pretty while crying ang ugly while smiling. But he said she's always been pretty since day one. To make her prettier, the only thing he wants is creating the absolute sadness, so that her beauty will be eternal."
════════════════
MENGEJAR waktu dengan laju mobilnya yang melintas cepat di jalan bebas hambatan. Apa yang perlu Aldan pertimbangkan sekarang adalah ketersediaan bahan bakar yang tinggal dua bar pada indikator bensin di depan matanya, padahal masih ada dua kilometer untuk mencapai titik pom bensin terdekat. Dia berharap mobil kodoknya tidak sampai mogok di tengah jalan, bila hanya dia plus seorang wanita saja, Joe, tidak mungkin dapat mendorong mobil ini sampai ke pom bensin semisal mobil ini terhenti di tengah jalan.
Aldan melirik ke arah bangku penumpang di belakang lewat kaca spion atas, dari tadi dia perhatikan Jeffrain sangat sibuk dengan ponselnya. Menelepon berkali-kali meski panggilannya tidak tersambung, mengetik cepat dengan wajah cemas, entah siapa yang pria itu hubungi, tapi Aldan yakin usaha sang ia belum membuahkan hasil. Sedangkan, Joe terlihat tenang dan terkantuk-kantuk di sebelahnya.
Dari pertama kali Aldan diperkenalkan ayahnya dengan Joe dan Jeffrain dan mengetahui kisah mereka, dia merasa kasihan pada Joe. Seharusnya gadis itu tidak menjadi korban atas keegoisan orang dewasa dan seharusnya ayahnya melindungi Joe tidak setengah-setengah seperti ini. Meskipun apa yang dilakukan Aldan sampai sekarang juga atas suruhan ayahnya, Aldan tidak sepenuhnya melakukan suruhan sang ayah tanpa pikir panjang. Karena serangkaian rencana ini membahayakan nyawa seseorang. Maka pantas saja Jeffrain tiba-tiba jadi amat defensif terhadapnya, pria itu telah menyadari identitas Aldan yang sebenarnya.
Jadi, entah bagaimana caranya Aldan harus ambil tindakan agar tidak sampai terjadi pertumpahan darah, kendatipun itulah akhir yang diinginkan ayahnya.
Di saat pikiran Aldan melanglang buana barang sepuluh menit saja, seekor kijang menerjang masuk ke jalan raya tepat di depan mobil Aldan. Lantas pria berkacamata kotak itu membanting setir ke kiri untuk menghindari tabrakan. Lonjakan yang amat tiba-tiba itu membuat para penumpang terlempar ke sisi kiri mobil. Aldan masih berusaha mengatur napas sambil mencerna situasi macam apa yang baru saja terjadi. Lain halnya dengan Joe yang terbangun paksa karena pelipisnya membentur kaca jendela.
"Apa yang terjadi?" tanya Joe dengan suara serak. Dahinya mengernyit karena mendapati area pelipisnya agak nyeri. Tak kunjung dapat jawaban, Joe menoleh ke arah Aldan yang nampak syok dan tangannya berpegangan kuat pada setir. "Apa kau baik-baik saja? Kalau kau mengantuk, aku bisa menggantikanmu menyetir," usul Joe.
"...."
Aldan membatu seolah-olah tidak ada orang lain di dalam mobilnya ini, bahkan alunan musik di radio tak dapat pula dia dengar.
"Aldan?" tegur Joe sekali lagi sembari menepuk bahu Aldan.
Barulah pemuda itu menghembuskan napas kasar dan melepaskan segala ketegangan akibat kejadian yang membuat jatungnya berhenti sesaat. Dia melempar pandang ke bangku belakang terlebih dahulu, baru kemudian menoleh ke arah Joe. Lekas wanita bersurai pendek itu mengulang pertanyaannya, "Apa kau baik-baik saja Aldan? Kalau kau mengantuk, aku bisa menggantikanmu menyetir."
Pertanyaan Joe menjadi omong kosong karena tidak tersampai dengan benar. Aldan akhirnya mengingat dia baru saja melupakan hal yang amat penting, bahwa orang tua Joe bertanggung jawab penuh atas kematian ibunya, merupakan alasan atas kenapa ayahnya berlaku semena-mena terhadap Joe. Walau Aldan juga tidak ingin melampiaskan kesedihannya kepada Joe yang tidak tahu apa-apa, tetapi ingatan akan kecelakaan ibunya belum hilang dari memori sedikitpun.
Demikian, trauma ini tidak ada bedanya dengan Joe yang menyaksikan kedua orang tuanya mati di depan mata. Berita itu sudah menyebar ke penjuru negeri sampai menjadi legenda. Itu juga adalah alasan kenapa ayahnya melindungi Joe dari jauh.
"Aldan aku tanya, apa kau baik-baik saja?!" Joe sedikit mengeraskan suaranya, dan nampak Aldan akhirnya merespon kembali dan menjawab, "Kamu ... benar-benar ... bisa ... mengemudi dengan baik 'kan?"
Joe agak heran akan sikap Aldan yang tampak janggal, walau si insan belum lama mengenal Aldan, tetapi sikap pemuda itu yang tiba-tiba menajdi pasif seperti ini membuat si insan bertanya-tanya dalam hati. "Dulu aku sempat mengambil kerja paruh waktu menjadi kenek kurir, dia yang mengajariku menyetir, dan kami pun sering bertukar menyetir kalau sedang perjalanan jauh." Si insan berharap alasannya masuk akal, bila dia melihat Aldan sekarang, keadaannya tidak memungkinkan untuk harus terus menyetir.
Pemuda bersurai pirang itu membenarkan posisi kacamatanya seraya berkedip beberapa kali, segera setelahnya Aldan melepaskan sabuk pengaman dan beranjak berdiri dari kursi pengemudi. Tanpa berlama-lama, Joe paham maksud Aldan yang tampak menyetujui usulannya, dia pun juga melepas sabuk pengamannya. Ketika Joe keluar dari mobil, dia mendapati Aldan yang malah membuka pintu belakang. Mereka tak sempat beradu pandang, karena Aldan langsung masuk dan tak berbicara sepatah katapun. Joe memiringkan kepala dengan bingung, namun tetap mengambil peran sebagai pengemudi.
Selekas Joe masuk mobil dan duduk seraya memajukan kursi pengemudi, Aldan dari bangku belakang buka suara. "Maaf Soy, aku harus duduk di belakang, cowokmu bisa lah duduk depan!"
Meski sempat kesal mendengar si insan harus duduk sebelahan dengan Jeffrain, tetapi Joe sedikit lega mendengar Aldan yang kembali ceria. Oh iya benar juga, setelah kejadian barusan, Joe sampai lupa mengecek keadaan sang ia saking paniknya akan kondisi Aldan. Maka wanita bersurai pendek itu memutarkan tubuh untuk menghadap ke belakang.
Jeffrain terlihat tidak nyaman dengan kehadiran Aldan yang duduk di kanannya yang memasang wajah sumringah. Joe berpandangan sejenak dengan sang ia, sebelum pria berkaos hitam itu beranjak dari duduknya dan keluar dari mobil. Melihat situasi tegang lima menit lalu sudah lewat, Joe tidak ingin bertengkar dengan Jeffrain untuk memperunyam suasana. Sebaiknya Joe menjaga sikapnya untuk beberapa jam ke depan.
Si insan mengkonfirmasi apakah Aldan dan Jeffrain masih perlu sesuatu atau hal lain sebelum mereka berangkat lagi. "Sudah? Kita berangkat ya?"
Tatkala semua orang dengan kompak berkata 'ya' dan telah di posisi masing-masing dengan aman, Joe memutarkan kembali posisi mobil agar lurus ke depan, dan setelahnya memasukkan gigi 2 lalu menancapkan gas. Maka mobil kodok milik Aldan kembali melaju lancar seperti semula.
"Oh iya Soy, nanti kita berhenti di pom bensin dahulu lah, dua kilo dari sini saja lah!" pinta Aldan dan Joe menjawab 'oke' dengan vokal 'e' memanjang, nadanya terdengar setengah niat. Sesungguhnya wanita itu terlampau fokus menyetir dan memelototi jalanan di depan mata, sampai-sampai segera setelah mobil melaju, Joe mematikan radio.
Respon Joe yang seperti itu malah membuat Aldan menahan tawa, entah kenapa baginya wanita bersurai pendek itu terlihat lucu. Bukannya kesal merasa ditertawakan, Joe tak menggubris sama sekali, justru Jeffrain yang melempar pandang dengan tatapan tajam ke arah Aldan.
Batin Jeffrain sudah terkoyak-koyak dari tadi sejak mengamati sikap sok akrab Aldan terhadap Joe, ia amat menunjukkan ketidaksukaannya terhadap pemuda berkacamata kotak itu dalam segala hal yang Aldan lakukan. Segera setelah menatap tajam si pemuda berkacamata, Jeffrain melirik ke arah si insan, dan dalam hati Jeffrain bersumpah. Malam ini, entah bagaimanapun caranya, tidak, dengan cara apapun, sang ia harus memperbaiki hubungannya dengan Joe dan membuat wanita itu kembali patuh dalam peraturannya. Persetan dengan si mata empat konyol, masa depan Jeffrain dipertaruhkan bila sampai Joe benar-benar tidak mempedulikannya, atau bahkan yang paling buruk, melupakanya.
Jeffrain harus memenuhi janjinya untuk selalu bersama Joe kapanpun dan di manapun selama sisa hidupnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐂𝐀𝐆𝐄 || 𝐉𝐚𝐞𝐡𝐲𝐮𝐧
FanfictionA Jung Jaehyun's Original Fiction | On Going "𝐼'𝑙𝑙 𝑔𝑜 𝑎𝑛𝑦𝑤ℎ𝑒𝑟𝑒 𝑤𝑖𝑡ℎ 𝑦𝑜𝑢 ... ." "𝐴𝑛𝑦𝑤ℎ𝑒𝑟𝑒, 𝑏𝑢𝑡 ℎ𝑜𝑚𝑒 ." Joe, 21, 𝙢𝙪𝙣𝙜𝙠𝙞𝙣 memiliki lika-liku kehidupan yang rumit dan merepotkan sejak menjadi mahasis...