════════════════
"He is the antidote of the wound, nevertheless it works to numb the feels and burn to bones."
════════════════
SENTUHAN hangat dari selimut merengkuh tubuh mungilnya membuat Joe tersadar bahwa dia sedang dalam keadaan setengah telanjang, maka si insan buru-buru menarik selimut untuk menutupi bagian tubuhnya yang terbuka."Kamar kamu berantakan sekali lah, sudah ciri khas ya gadis cantik tapi kamarnya berantakan lah." Omelan itu meluncur begitu saja dari lisan seorang pemuda berkacamata. Entah bagaimana pemuda itu bisa masuk ke dalam kamarnya, merapikan barang-barangnya, dan berjalan ke sana kemari.
Si insan sempat gelap mata sesaat dia melihat Jeffrain menjatuhkan keranjang berisi piringan hitam ke lantai. Bukannya Joe menyangkal tindak kekerasan yang baru saja dilakukannya, tapi dia lebih jengkel dengan kenyataan bahwa si insan perlu bertindak sejauh itu hanya untuk membuat Jeffrain buka suara.
Sejauh apa sang ia harus menguji kesabarannya?
Namun, lebih dari apapun Joe juga tidak mampu mengenali perasaannya sendiri. Di samping dia tidak ingin diganggu lagi oleh Jeffrain, tetapi Joe juga panik kalau sang ia absen dalam hidupnya.
Membuatnya haus dan lapar akan kasih sayang, sekalinya sang ia membagikannya, itu tidak lebih dari racun. Bila sudah dibuat dehidrasi akut dan kelaparan hebat, maka apapun akan dilahap habis sampai langis tak tersisa. Joe tahu dia akan sampai pada batas kemampuannya untuk menahan ini semua.
"Oi Soy, kenapa melamun lah? Memangnya cowokmu itu sehebat itu ya?" Dia, yang berjongkok di depan ceceran pecahan piringan hitam, sempat melempar pandang ke arah Joe.
Benar juga, Joe sampai melupakan Aldan. Pemuda berkacamata kotak yang congkak ini kenapa bersikap biasa saja padahal dia sedang bersama wanita setengah telanjang dalam keadaan tidak berdaya? Kenapa pemuda konyol ini malah bersikap tidak masuk akal? Bukankah seharusnya sekarang Aldan sudah merayunya atau bahkan menerkamnya?
Bukannya malah memilih untuk beberes ataupun memunguti keping demi keping pecahan piringan hitam di lantai itu.
"Pasti piringan hitam itu sangat berharga, berapa yang harus kubayar?" Joe bertanya secara blak-blakan agar Aldan segera berterus terang.
Aldan yang memunggungi si insan sampai berbalik seratus delapan puluh derajat setelah mendengar pertanyaan itu. "Tidak perlu lah, kenapa jadi kamu yang bayar lah!" bantah si pemuda.
Tentunya Joe merasa heran. "Apa yang kau tahu?" Pemuda konyol berkacamata kotak itu seharusnya mengatakan kalau dirinya tidak perlu membayar karena piringan hitam itu tidak jauh lebih berharga dari keselamatannya, bukan malah membantahnya dengan perkataan yang seolah bukan Joe penyebab kekacauan ini.
"Pokoknya tenang saja Soy, ini tidak penting lah," ujar Aldan dengan kedua alis bertaut dalam dan pandangan mata yang lurus ke arahnya. Tetapi sedetik kemudian Aldan kembali memalingkan wajah. "Kamu lekas kenakan baju lah, aku akan tutup mata." Aldan menyusupkan satu tangan ke dalam kacamatanya untuk menghalangi pengelihatan.
Joe masih belum bisa mencerna apa maksud perkataan Aldan, tetapi ada benarnya untuk segera berpakaian daripada bertanya ini-itu. Maka si insan menggaet baju sembarang yang sudah dilipat oleh Jeffrain tadi di atas kasur; kebetulan itu adalah terusan pendek.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐂𝐀𝐆𝐄 || 𝐉𝐚𝐞𝐡𝐲𝐮𝐧
FanfictionA Jung Jaehyun's Original Fiction | On Going "𝐼'𝑙𝑙 𝑔𝑜 𝑎𝑛𝑦𝑤ℎ𝑒𝑟𝑒 𝑤𝑖𝑡ℎ 𝑦𝑜𝑢 ... ." "𝐴𝑛𝑦𝑤ℎ𝑒𝑟𝑒, 𝑏𝑢𝑡 ℎ𝑜𝑚𝑒 ." Joe, 21, 𝙢𝙪𝙣𝙜𝙠𝙞𝙣 memiliki lika-liku kehidupan yang rumit dan merepotkan sejak menjadi mahasis...