Bab 9 Garis Dua

648 33 0
                                    

Halow ... Halow ....

بسم الله الرحمن الرحيم



Dua hari setelah kejadian Jacky bersama gadis lain, Fira tidak masuk sekolah karena sakit. Sebenarnya setelah menangis semalam itu besoknya ia langsung jatuh sakit, tetapi karena ia merasa masih kuat untuk sekolah, Fira berhasil menahannya selama dua hari. Dan untuk hari ini ... tidak dulu, badannya terasa remuk. Sakit semuanya.

Terdengar suara pintu terbuka di sela suara menggigilnya. "Fira, Fizo kemari."

Mendengar nama lelaki itu, seketika mood Fira menjadi buruk. Ia segera menarik selimutnya agar menutupi seluruh tubuh. "Fira mengantuk, mau tidur, pulang saja."

"Dia ke sini membawa avocado." Seketika Fira membuka selimutnya. "Fira tidak jadi mengantuk, masuk saja."

Ayah membiarkan Fizo masuk dengan kantung keresek di tangannya. Namun pintu kamar Fira ayah buka selebar mungkin, tidak ia perbolehkan untuk menutupnya. Sedang Ayah mengawasi dari lantai bawah.

Fizo bersedekap dada menatap calonnya itu. "Bukankah sudah saya bilang jangan makan ice cream? Apalagi pada musim hujan seperti ini."

"Jika kamu hanya datang untuk memberikan ceramah, lebih baik kamu pulang saja. Bukannya sembuh, Fira justru lebih sakit saat bertemu dengan pria tua menyebalkan seperti kamu."

"Sembarangan pria tua, saya baru dua puluh lima tahun ini," celetuk Fizo 'tak terima.

Fira menyepitkan matanya, "menikah dengan kakek-kakek seperti menjadi sugar baby."

"Saya masih muda, Fira," tegas Fizo yang mulai kesal. Sementara gadis tengil yang membelakanginya itu tersenyum jahil diam-diam.

"Dua puluh lima masih muda, lalu apa sebutan untukku? Anak-anak? Balita?" balas Fira seraya terkekeh sinis.

"Tidak. Kau lebih cocok menjadi bayi. Sudah, kalau begitu saya bawa pergi avocadonya."

"Eh jangan!" Fira menghentikan langkah Fizo. Fizo berbalik seraya menatap Fira dengan tatapan malas. "Jadi, kamu pilih saya atau avocado."

"Avocado," jawab Fira lantang tanpa pikir panjang.

"Oh, ya sudah nih." Dengan senang hati Fira menerima bingkisan itu. Sedangkan lelaki di depannya itu sedang menahan kesal yang teramat dalam. "Jangan lupa minum obat." Setelah mengatakan itu, Fizo langsung beranjak keluar kamar.

"Hus hus ...."

●●●●

"Sudah?"

Fizo tersenyum tipis. "Alhamdulillah sudah, Om. Saya masih ada urusan, maaf tidak bisa berlama-lama."

Ayah mengangguk paham. Ia menepuk pundak Fizo dengan wajah datar tanpa ekspresi. "Baik, Om paham. Om semakin yakin jika kamu menikah dengan Fira, terlihat dari caramu memanajemen waktu, baik sekali. Om mengandalkanmu, jaga putri Om, terutama setelah kalian sah."

"Ayah ...." lirih Fira dari belakang membuat keduanya menoleh.

"Kamu sudah sembuh?" Bukannya menjawab pertanyaan ayahnya, Fira justru mengajukan pertanyaan pada ayahnya. "Kalau nikahnya sirih saja bagaimana? Fira ... belum siap," cicitnya seraya menunduk takut.

"Kenapa?"

"Fira ... takut, Ayah ...."

"Apa yang kamu takutkan? Fizo ini orangnya ba-" ucapan Ayah terpotong dengan Fizo berdehem di sela perdebatan mereka.

Perjodohan Tidak Seindah Bayangan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang