Terakhir kali Katya meledak dan memaki Nadine, kakaknya, adalah ketika dirinya masih duduk di bangku perkuliahan semester enam. Saat itu dia sedang membutuhkan laptop untuk mengerjakan mata kuliah Prosa yang mengharuskan mahasiswa yang mengambil kelas tersebut membuat satu buah karangan pendek bertemakan psikologi anak.
Katya ingat betul, saat itu dia mendapatkan kelas Pak Rusadi yang terkenal galak dan tidak tega memberikan nilai D jika mahasiswa yang diajarnya tidak mampu mengikuti perkuliahan. Satu program studi mengenal betul sifat dan karakter Pak Rusadi yang kejam, sehingga banyak mahasiswa yang menghindari kelas tersebut dan memilih dosen lain.
Sayangnya, Katya yang saat itu tidak mujur tertinggal oleh mahasiswa lain yang sudah memenuhi kelas milik Pak Sapto yang lebih fleksibel dan juga humoris akibat kelalaiannya tidak membuka sistem portal pengisian Kartu Rencana Studi atau KRS semester enam. Alhasil, dengan berat hati, Katya harus mengambil kelas Pak Rusadi bersama beberapa mahasiswa kurang beruntung lainnya selama satu semester.
Saat itu keadaan sangat genting. Katya baru saja pulang dari rapat malam keakraban program studi dan baru sempat pulang pukul setengah sembilan. Padahal, dia masih ada tugas Pak Rusadi yang selalu mematok tenggat waktu pukul sepuluh dan dikumpulkan melalui surel yang tersedia. Tentu Katya kalang kabut dan harus segera mengejar ketertinggalannya akibat mengikuti rapat malam keakraban yang sebagian besar diisi tumbukan opini tidak penting mengenai area perkemahan bagi mahasiswa baru.
Sepulang dari kampus, Katya yang hendak mengerjakan tugas dibuat kebingungan saat tidak mendapati laptop kesayangannya berada di atas meja belajar. Dia sepertinya tidak meletakkan sembarangan dan hanya menaruh barang di tempat yang dia ingat dengan baik. Jika sudah seperti ini, maka biasanya laptop Katya digunakan Nadine untuk hal tidak berfaedah.
Segera saja Katya melonjak dan merangsek masuk ke kamar Nadine. Dilihatnya laptop tersebut bertengger di atas kasur lengkap dengan kakaknya yang sedang sibuk mengetik di sana. Entah apa yang dia ketik, penuh dengan kotak-kotak di Excel dan perhitungan persentase mengenai penjualan properti yang Katya sendiri tidak peduli sama sekali. Saat diminta, Nadine menolak memberikan karena dia juga memiliki tenggat waktu dan laptop pribadinya sedang rusak.
Katya yang tidak mau kalah juga memaksa dikembalikan karena tugas Pak Rusadi sudah menunggu. Tidak ada yang mau mengalah karena sama-sama memiliki kepentingan yang tidak bisa ditinggalkan. Katya yang sudah lelah, lapar, letih, dan lunglai mendadak seperti orang kesetanan dan memaki kakaknya, masih ingat betul wajah Nadine yang berubah syok karena tidak pernah mendengar adiknya menyumpah serapah hingga mengeluarkan ‘kata-kata mutiara’ yang bahkan jarang berseliweran di dalam rumah.
Telanjur emosi, Katya kembali ke kamarnya dan mengunci rapat-rapat sembari mengerjakan tugas di ponsel yang membuat jempolnya merasa sakit. Matanya sembab, menulis tugas Prosa dengan asal-asalan dan tinggal dikumpulkan sebab tenggat waktu sudah dekat. Nadine yang mengetuk pintu untuk meminta maaf dan mengembalikan laptopnya saja tidak diindahkan, Katya menangis hingga tertidur.
Drama di antara kakak adik adalah hal biasa yang kerap menghiasi kehidupan di dalamnya. Pun Katya dan kakaknya, tetapi mereka tetap kembali bersahabat dan saling meminta maaf. Melihat Bening yang menghardik kakaknya dengan kasar mengingatkan Katya kembali pada kejadian waktu itu, betapa terkejutnya Nadine baru Katya rasakan tadi. Menyeramkan dan tidak terduga.
Ah, Katya jadi merasa bersalah karena pernah membuat kakaknya sedih. Pasti begitu yang Sabrang rasakan sekarang, melihat adiknya melengos keluar tanpa memandangnya lagi. Sejak kepergian Bening dari apartemen Katya, Sabrang masih berdiri di titik yang sama dengan pandangan sendu. Seolah menahan luapan rasa getir yang menyelinap di ujung-ujung saraf, memilin hati, dan tidak bisa diungkapkan.
Katya sendiri jadi canggung, bingung harus berbuat apa agar suasana kembali cair. Tidak mungkin juga Katya memberikan pelukan dan mengusap punggung agar Sabrang merasa tenang. Namun, dia ingin sekali menenangkan Sabrang agar tidak ikut terbawa emosi yang diledakkan oleh Bening di sini. Maka, dengan hati-hati, Katya berjalan menuju fasad, mengamati Sabrang yang mengeluarkan napas pelan. Desahan napas yang berat dan kencang, penuh rasa sendu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Manuskrip Tanda Tanya | [END]
Literatura Feminina🏆 TOP 10 TINLIT WRITING MARATHON 2023 Setelah berhasil menerbitkan karya terbaru dari Bara Adiguna yang melejit di pasaran, Katya merasa dirinya berada di atas angin; kebanggaan tersendiri yang mampu membawa kesuksesan seorang pengarang melalui kar...