19. Asam dan Garam

24 7 0
                                    

“Kat! Serius itu beneran Pangeran Langit?”

“Ternyata tetangga lo sendiri?”

“Itu bukan simpenan lo, kan?”

Aduh! Para karyawan di divisi editor sangat berisik dan menyumpali Katya dengan beragam pertanyaan tidak berguna yang sangat mengganggu. Baru saja dia melewati masa-masa genting, kini harus direpotkan dengan berbagai macam berondongan pertanyaan mengenai keberadaan Pangeran Langit di kantor. Sungguh, sebenarnya Katya malas sekali menanggapi hal-hal yang sedang dibicarakan oleh mereka, dia ingin membenamkan diri di Sungai Citarum saja!

Eh, gak jadi, deh, Sungai Citarum banyak sampahnya. Ke Samudera Pasifik biar ketemu putri duyung!

Katya memijat pelipisnya pening, ekor matanya melongok dari balik meja kerja, ke arah ruangan Bu Maya. Sudah hampir setengah jam Sabrang belum juga keluar dari sana, dia jadi penasaran, kira-kira obrolan apa yang sedang berlangsung di antara mereka? Apakah Sabrang diinterogasi dengan banyak tanda tanya yang mengumpul di kepala Bu Maya? Atau jangan-jangan dia sedang digoda oleh Bu Maya yang masih berstatus single? Astaga! Jangan sampai Sabrang jatuh ke rayuan maut Bu Maya yang haus kasih sayang!

“Yee, nih bocah, malah bengong!” Suara Liv mengentak kesadaran jiwa Katya, wanita itu mencolek lengan Katya dan memutar kursi kerja yang sedang diduduki dengan kasar. Membuat Katya menjeling dan melipat tangan di depan dada.

“Apa, sih!”

“Buruan ceritain soal doi! Itu tetangga yang waktu itu anterin lo ke kantor, kan? Berarti dia itu Pangeran Langit.”

Sebagian besar editor yang bergerombol di kubikel Katya melebarkan telinga, menanti dengan saksama cerita yang akan mengalir dari mulut Katya. Ini semua pasti ulah Liv yang sudah membocorkan soal pertaruhan waktu itu, jadi semua orang tahu bahwasanya Katya sedang menangani penulis besar seperti Pangeran Langit. Jujur, dia sedang tidak mood untuk menceritakan masalah ini kepada mereka.

Katya masih memikirkan cara bagaimana agar bisa lepas dari belenggu orang suruhan keraton yang ingin membawa Sabrang dan Bening secara paksa agar menyelesaikan masalah yang dihadapi. Dia takut jika nantinya terjadi sesuatu yang tidak mengenakkan kepada kakak beradik itu, meski belum genap setahun mengenal Sabrang, dia sudah merasa sangat dekat. Bahkan dia sendiri tidak ingin sesuatu buruk menimpa mereka.

“Aduh, guys, maaf banget. Gue lagi enggak pengen cerita apa-apa. Masih banyak deadline yang harus gue kejar,” jawab Katya, memainkan intonasinya dengan malas. “Mending kalian balik, deh.”

Dengungan kecewa seperti lebah mengamuk terdengar, beberapa mendesah dan memaksa Katya untuk bercerita. “Ya, elah. Bentar doang, Kat, cuma mastiin kalau dia emang beneran Pangeran Langit atau bukan,” sambung Dinda.

Kini Katya bersipandang dengan Liv, ada sedikit rasa jengkel yang bercokol dalam dada. Padahal dia sama sekali tidak ingin siapa pun mengetahui tentang pertaruhan atau urusan tentang mencari identitas Pangeran Langit. “Liv, kenapa lo kasih tahu semua orang, sih?”

Seperti salah tingkah, Liv memberikan simbol damai dengan jemarinya. “Maaf banget, gue gak sengaja kelepasan cerita ke Dinda, dia bocor banget, akhirnya satu divisi tahu kalau lo tetanggaan sama Pangeran Langit.”

Ah, sial!

Tapi, tunggu, waktu itu Katya sempat berteriak di kantin karena kedua rekan kerjanya sibuk bertengkar tentang perihal yang sama. Meskipun tidak terlalu kencang, teriakan itu tentu mampu menyita banyak atensi kepala yang sedang berada di sana. Ceroboh, kenapa Katya mudah sekali bertindak ceroboh ketika sudah terpojokkan oleh frustrasi dan juga rasa kesal akibat sesuatu yang berjalan tidak sesuai dengan keinginan serta ekspektasinya?

Manuskrip Tanda Tanya | [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang