13. Pengakuan Pangeran Langit

25 7 0
                                    

Menurut penuturan Tarisya, salah satu dari rumah besar yang terletak di daerah Ragunan ini adalah hunian yang ditinggali oleh Pangeran Langit. Sungguh, sebenarnya tidak ada dasar landasan lain Katya nekat pergi ke sini, semuanya hanya karena rasa ingin tahu yang besar. Belum lagi taruhan yang diutarakan pada Liv yang menganggap bahwa apa yang dilakukan Katya akan berakhir sia-sia. Oh, tentu tidak bisa! Dia akan tetap mencari hingga titik paling dalam meskipun harus masuk ke dalam Palung Mariana sekalipun.

Dari Cilandak, Katya harus menggunakan ojek daring dan berhenti di depan gerbang sebuah perumahan. Perumahan tersebut diisi oleh rumah-rumah besar tipe 80 dan beberapa di bagian car port bertengger sebuah mobil atau motor. Bukan main-main, mobil yang ada di sana bermerek miliaran rupiah. Sebut saja Fortuner, Xpander, hingga Pajero yang membuat Katya harus menggelengkan kepala. Mendadak perutnya mulas melihat deretan mobil itu.

Buset, udah kek di showroom aja.

Tepat di depan gerbang, Katya sudah disambut oleh dua orang satpam bertubuh gempal dengan wajah sangar yang berdiri di depan pintu pos. Mereka mengamati dengan jeli tubuh Katya dari puncak kepala hingga ujung kaki. Seolah curiga dengan keberadaan Katya yang notabene bukan warga perumahan tersebut. Lelaki dengan kumis tebal mendekat, bertanya pada Katya.

“Ada perlu apa, ya, Mbak?”

“Oh, maaf, Pak. Saya mau tanya, blok D nomor 12 itu di mana, ya?”

Ketika Katya menjawab, si lelaki berkumis menyipitkan sebelah matanya. “Keperluannya apa? Kami tidak bisa sembarangan memberi masuk tamu kecuali ada kepentingan tertentu.”

Tangan Katya merogoh ke dalam tas, mengeluarkan KTP dari dalam dompet. Mereka pasti akan terus bertanya hal-hal mendetail mengenai orang asing yang masuk ke dalam perumahan. “Saya editor dari Penerbit Nawaksara, Pak. Saya ingin bertemu dengan penulis saya yang tinggal di sini,” jelas Katya.

Pak satpam mengecek KTP Katya, sesekali berpindah pandangan dari KTP ke Katya yang sudah melipat tangan di depan dada, bosan. Dia mengangguk pada temannya. “Silakan, Mbak. Jalan terus dari sini, pertigaan pertama belok kanan. Nanti ada plang blok D di sana,” jelas satpam tersebut.

Usai mengucapkan terima kasih, Katya melangkah masuk menyusuri jalanan perumahan yang tampak lengang. Dari tampak luar, Katya yakin jika orang yang tinggal di perumahan ini semuanya adalah orang tajir melintir yang sejak kandungan sudah mengonsumsi emas. Jika dipikir demikian, pasti Pangeran Langit bukan orang sembarangan. Buktinya dia bisa mempunyai rumah di Perumahan Lavish Garden, perumahan elit di kawasan Jakarta Selatan.

Mengikuti arahan yang diberikan pak satpam tadi, Katya berbelok dari pertigaan pertama setelah blok B. Perumahan semakin masuk ke dalam, berpayung pohon-pohon rindang yang berdiri kokoh di setiap taman depan rumah. Plang hijau bertuliskan blok D menyambut Katya, matanya dengan awas menekuri setiap nomor rumah yang ada di sana. Sampai dirinya berada di bagian ujung blok, Katya menemukan rumah nomor 12 yang tampak lengang tanpa ada tanda-tanda kehidupan di dalamnya.

Rumah itu berpagar, dengan terali kanopi yang menutupi bagian car port. Cat putih gading menghampar di setiap detail tembok rumah tersebut. Tarisya bilang jika Pangeran Langit tinggal di sini, itu saja dia mendengar secara tidak sengaja saat pimpinan redaksinya menelepon seseorang dan menyebut nama penulis misterius tersebut. Jika memang benar, pasti di dalam sana ada orang, walau hanya pembantu atau siapa pun yang tinggal bersama Pangeran Langit.

Manik mata Katya menangkap bel yang ternyata ada di bagian gerbang. Dengan cepat dia memencet bel tersebut dan mencoba memanggil siapa saja di dalamnya. Satu menit tidak ada balasan. Dia kembali menekan bel dan berharap seseorang mendengar bunyinya kemudian keluar menyambut Katya. Sebenarnya ini hal yang lancang, Katya bertamu tanpa undangan, tiba-tiba datang untuk mengunjungi penulis yang sedang dia tangani. Ah, peduli setan, Katya hanya ingin mencari jawaban atas segala pertanyaan yang belakangan menjadi buah pikir yang berkepanjangan.

Manuskrip Tanda Tanya | [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang