20. Jejak yang Menghilang

21 7 0
                                    

“Mungkin dia lagi ada acara kumpul bareng temen? Atau lagi kerja kelompok?”

Menggeleng, Sabrang dengan tegas menampik, “Aku tahu jadwal kuliah Bening. Dia hari ini harusnya udah pulang dari siang, kalau emang dia ada keperluan, pasti dia udah kabarin aku. Ini dia sama sekali gak kasih kabar, ditelepon juga sama sekali gak aktif!”

Seperti orang linglung, Sabrang memukul kusen pintu apartemen, mengepalkan tangannya erat. Kepalanya menunduk, samar-samar Katya mendengar suara isak lirih. Sabrang menangis? Oh, tidak, ini situasi yang sangat buruk, tapi sebisa mungkin Katya harus berpikiran positif, siapa tahu saja ponsel Bening habis dan dia sedang berada di rumah atau kos temannya untuk berteduh? Anak remaja seusia Bening memang sedang senang sekali berkeluyuran dengan teman-temannya.

“Sab, sekarang kamu pulang dulu. Ganti baju, jangan basah-basahan kaya gini.” Tangannya terulur maju, hendak mengusap bahu Sabrang. Namun, lelaki itu dengan cepat memundurkan badan, mematuhi perintah Katya dan masuk ke dalam apartemen, melesat dan hilang di balik pintu.

Sementara Katya menggenggam angin, meracau pada kesialan dan rasa kikuk yang perlahan merambat. Dia yakin, Sabrang masih marah akibat pengakuannya tadi pagi. Namun, dia pasti juga teramat bingung karena Bening yang tidak mengabarinya sama sekali. Orang-orang jahat itu masih berkeliaran bebas, mengintai dan mencoba menyergap Sabrang di setiap menit yang berlalu. Seperti tadi pagi saja, mobil mereka diintai hingga menghilang sebelum masuk ke Kota Depok lebih dalam.

Bening gak seharusnya hilang kabar kaya gini ... dia ke mana, sih?

Katya menggigit kuku jemarinya kasar, perasaan kalut ini membuatnya tidak nyaman. Jarang sekali Katya menggigiti kukunya, kecuali benar-benar dalam keadaan yang sangat kacau dan risau yang bercampur menjadi satu. Apa yang harus dia lakukan sekarang untuk menemukan Bening?

Langkah paling logis yang harus Katya lakukan sekarang adalah dengan pergi ke kampus, mencari keberadaan Bening yang mungkin masih berada di sana. Anak-anak semester muda biasanya sering mengikuti kegiatan kampus yang diadakan oleh himpunan mahasiswa atau UKM. Siapa tahu saja Bening berada di antara kerumunan mahasiswa yang masih berkumpul di sana.

Bergerak cepat, Katya segera berganti baju, mengenakan celana training panjang hitam dan kaus putih beserta jaket denim. Dia mengalungkan tas, beranjak keluar menuju apartemen Sabrang. Ketika hendak mengetuk, Katya menghela napas, dia tidak berani untuk masuk karena masih merasa salah tingkah. Namun, ketika hendak mencoba mengetuk sekuat tenaga, pintu terbuka lebar. Menampakkan Sabrang dengan setelan jas hoodie khasnya dan masker yang menutupi sebagian besar wajah.

“Aku mau bantu kamu cari Bening.”

“Gak perlu. Aku bisa sendiri.” Sabrang berlalu, hendak mengabaikan eksistensi Katya, tetapi sebelum pergi jauh, tangan Sabrang ditarik dengan erat.

“Sab, terserah kamu mau maafin aku atau enggak, tapi tolong biarin aku ikut kamu cari Bening ....”

Keheningan menyergap, suara petir menyambar dengan nyalang. Sabrang memejamkan matanya, kemudian mendengus dengan kasar. Setelah itu dia mengangguk, tanpa suara mempersilakan Katya untuk ikut bersama.

***

Suara deru mobil Sabrang berbaur dengan suara hujan yang semakin deras. Disertai suara petir yang bergemuruh seperti anak panah yang dilesatkan ke udara, menyebar ke seluruh penjuru Kota Jakarta. Lelaki itu dengan kasar menyalip beberapa kendaraan yang melaju secara lambat di jalur kosong yang seharusnya digunakan oleh pengendara laju cepat. Sesekali klakson dipencet, meminta jalan agar mereka segera menghindar dari pandangan.

Sabrang mengemudi seperti orang kesetanan, bahkan parahnya sampai terdengar bunyi selip ban mobil yang beradu dengan aspal jalanan. Katya yang duduk di samping kursi kemudi tak berhenti merapal doa, dia tak bersuara karena Sabrang terlihat begitu fokus dan tidak bisa dipecah. Jantungnya berdegup kencang, ini lebih berbahaya dibandingkan menghindari kejaran orang jahat tadi pagi.

Manuskrip Tanda Tanya | [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang