“Duh, gue pusing, jangan bahas soal Pangeran Langit dulu, deh.”
Kalimat itu meluncur begitu saja, terselip tanpa tedeng aling-aling. Katya mengacak rambutnya frustrasi, mengabaikan desakan teman-temannya yang sudah kepalang penasaran dengan janji yang diucapkan Katya. Tentu, dia tidak akan lupa dengan pertaruhan waktu itu, hanya saja ini bukan waktu yang tepat untuk mengungkapkan apapun itu.
Kecewa, Liv dan Brian saling berpandangan, kemudian menghela napas. Mereka menepuk pundak Katya pelan, mencoba memahami rekan kerja yang sepertinya sedang banyak masalah. “Ya, udah. Gue paham, kok. Besok-besok aja kalau lo emang pengen cerita, tapi awas jangan lupa sama janji waktu itu, ya.” Liv terkekeh seraya menekuri wajah Katya yang berantakan.
“Liv, jangan gitu, Katya lagi banyak pikirian kali.” Brian menepuk tangan Liv, untuk segera berhenti mengganggu.
“Gue cuma ingetin Katya aja sama janjinya waktu itu, Bri.”
“Tapi lo liat sendiri, dong! Temen lo lagi kusut begitu, masih aja urusin taruhan,” Brian berdecak, tampak tidak terima.
“Buset, jangan marah-marah, Bri. Kaya yang gak paham sama gue aja.” Liv melipat kedua tangan di depan dada. “Masalahnya lumayan, kalau Katya kalah, gue lepas tangan dari Emmi R. atau paling enggak, beban hidup gue berkurang sedikit.”
Brian mengusap wajahnya kasar, sedikit senewen. “Masih aja mikirin itu, jangan sekarang juga! Kalau ada waktu yang pas, nanti kita bahas soal itu.”
Kenapa di saat pusing seperti ini kedua temannya ini justru bertengkar sendiri karena kondisi Katya? Bukankah seharusnya mereka menenangkan diri dan menarik kembali senyum di bibir Katya? Sungguh, dia tidak paham lagi. “Kalian berisik banget, sih? Mau tahu siapa Pangeran Langit? Itu yang kalian mau, kan?”
Katya berdiri, melempar sendoknya dan berhenti mengunyah. “Pangeran Langit itu tetangga apartemen gue! Puas?” Setelah itu, Katya melenggang, pergi meninggalkan kedua rekan editornya yang terperanjat dengan mulut menganga.
***
Langit malam beranjak muncul, menggantikan matahari yang mulai kelelahan sejak siang. Kerumunan awan bergumpal, menjadi satu bergulung menutupi hamparan cakrawala yang memayungi kantor Penerbit Nawaksara. Katya baru saja mematikan komputernya, memilih untuk tidak menatap layar dan berjibaku dengan tulisan-tulisan penulis yang dia pegang. Hari ini dia memilih untuk pulang dan menghabiskan waktu untuk bersemedi, melakukan ritual biasa: menonton drama Korea sembari makan tteokbokki instan yang kemarin dia beli di swalayan.
Sejak sore, Katya tidak melihat batang hidung Liv atau Brian. Mungkin mereka masih sibuk di kubikel masing-masing, atau bahkan sudah pulang cepat. Sebenarnya, tadi Liv mengajak pergi menonton film horor terbaru di bioskop, tetapi sayang Katya sedang tidak berselera. Dia ingin menyendiri, menghabiskan waktu yang cukup untuk pulih dari beberapa kejadian yang tidak mengenakkan.
Sebelum turun dari elevator, Katya berhenti, urung memencet tombol. Kejadian di perumahan Sabrang waktu itu muncul, selenting ingatan yang tidak mengenakkan membuat bulu kuduknya meremang. Jakarta memang kota besar, penuh dengan penghuni yang beragam, belum lagi orang-orang aneh yang memaksa masuk ke dalam jubelan lautan manusia yang variatif. Dia jadi takut, berdiri di luar sendirian menanti ojek daring yang akan dipesan.
Cerita dari Sabrang tadi malam juga menambah dahsyat rasa cemas seorang Katya. Memang benar, dia bisa sedikit bela diri ketika terdesak, tetapi yang namanya seorang wanita masih kalah kuat dibandingkan dengan laki-laki. Alangkah lebih baiknya menjaga diri dibanding harus berurusan dengan orang jahat yang mampu membahayakan nyawa.
Elevator terbuka, di dalam sudah ada beberapa orang dari divisi lain yang tidak begitu Katya kenal, hanya sekadar menyapa dan memencet tombol lantai satu. Begitu pintu terbuka, Katya melenggang dan berjalan menuju kursi lobi untuk memesan ojek daring sebelum pulang. Cuaca hari ini sangat panas, sepertinya cocok makan tteokbokki dengan es teh dingin. Peduli setan dengan berat badan yang naik, bagi Katya kebahagiaan adalah nomor satu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Manuskrip Tanda Tanya | [END]
ChickLit🏆 TOP 10 TINLIT WRITING MARATHON 2023 Setelah berhasil menerbitkan karya terbaru dari Bara Adiguna yang melejit di pasaran, Katya merasa dirinya berada di atas angin; kebanggaan tersendiri yang mampu membawa kesuksesan seorang pengarang melalui kar...