17. Setelah Sekian Purnama

28 8 0
                                    

“Dari sekian banyak kota di Indonesia, kenapa kamu milih Jakarta buat tempat pelarian?”

Pertanyaan itu menghentikan ketikan Sabrang, kali ini dia mematikan sungguhan laptop dan mengesampingkannya. Sejenak, Sabrang seperti berpikir dan menerawang langit-langit hitam kelabu Jakarta. “Jakarta udah jadi kota kedua buat aku. Aku lahir di Jakarta, tinggal sampai SMA kelas satu sebelum akhirnya balik ke Yogyakarta. Bening juga lahir di sini waktu aku SMP.”

Jahe susu yang Sabrang pesan mulai mendingin, tidak mengepulkan uap panas seperti tadi. Dia menenggaknya sebelum kembali melanjutkan, “Perumahan itu, rumah masa kecil aku, ibu, sama Bening. Kami bertiga tinggal di sana, persis diasingkan, keluarga ayah semuanya di Yogyakarta, juga kakakku.”

Jika memang keluarga Sabrang semuanya berada di Yogyakarta, kenapa hanya ibu dan mereka berdua yang diasingkan ke Jakarta? Sebenarnya hubungan yang seperti apa di dalam keluarga Sabrang sehingga serumit itu? Katya masih belum memahami diksi dari cerita yang dilontarkannya, bahkan dia belum bisa mengaitkan koneksi relasi mereka meski sudah dijelaskan Sabrang sebelumnya.

“Maaf nyela, tapi kenapa cuma kamu sama ibu kamu yang di Jakarta? Bukannya kalian keluarga keraton? Harusnya tinggal di satu kompleks, kan?”

“Ayah, Raden Kusumo Soerjoningrat, itu punya banyak istri. Kakak yang ada di cerita aku ini anak dari istri pertama yang dijodohkan sama nenek, tapi ayah sama sekali tidak cinta permaisurinya. Ibuku adalah cinta pertama dan terakhir ayah, pernikahan ayah dengan permaisuri itu atas dasar politik. Sementara ibuku ... ayah benar-benar mencintainya, meski sebenarnya ibu hanya keturunan petani biasa.”

Katya menutup mulutnya, menghalangi bulatan besar yang terpahat di sana ketika mendengar pengakuan Sabrang. Ini menarik, tetapi semakin rumit. Agaknya Katya paham, mengapa ‘sang cerpelai’ ini begitu ingin takhta kerajaan dan menghilangkan Sabrang seutuhnya dari dunia. Sabrang bisa dikatakan adalah anak selir yang tidak bisa menjadi permaisuri karena masalah status, tetapi karena bentuk kesetiaan dan cinta ayahnya, Sabrang dinobatkan sebagai pewaris takhta yang notabene adalah pilihan kontroversial, karena anak permaisuri yang masih hidup dan seharusnya menjadi pilihan utama.

Kisah di dalam kerajaan memang rumit! Katya sendiri tidak suka dengan drama Korea yang sudah menyangkut tentang Dinasti Joseon atau apapun itu. Sekarang dia justru ditemukan secara langsung dengan keturunan kerajaan di Indonesia.

“Tapi, ayah yang memang cinta dengan ibu, tetap kabur dan menikah di Jakarta. Membuat semua keluarga kerajaan panik dan emosi atas pikiran tidak rasional yang dibuat. Gara-gara itu, semuanya jadi rumit, sampai aku besar dan pindah ke Yogyakarta, semuanya jadi seperti ini. Kacau, penuh intrik yang bikin pusing.”

Es teh Katya habis, sebelum menanggapi, dia kembali memesan pada si pemilik angkringan. “Selama kamu di Yogyakarta, keluarga dari kakak kamu pasti sering bikin ulah, ya?”

Sabrang mengiyakan dengan anggukan. “Salah satunya rumor soal anak haram yang diambil dari kotak di dekat sawah. Aku sampai gak paham kenapa hidup di keraton itu benar-benar penuh hal yang di luar nalar. Setiap hari aku selalu denger rumor gak berdasar, capek, belum lagi tekanan orang-orang di dalamnya yang selalu punya tendensi ngusir aku sama ibu.”

“Kamu gak coba buat lawan balik pakai fakta? Tes DNA atau apa?”

“Sulit, Kat. Ayah udah lama gak ada, makamnya udah dibuat marmer permanen. Mana mungkin aku bongkar cuma buat ambil sampel DNA? Satu-satunya jalan, ya, lewat tulisan, meskipun sekarang udah mulai tercium sampai kerajaan.”

Benar juga, tes DNA memerlukan waktu yang cukup lama dan biaya yang tidak besar. Belum lagi harus mengambil sampel anggota tubuh seseorang yang sudah lama tidak ada. Kondisi seperti ini membuat Sabrang tercekat dan tidak bisa melakukan apa-apa selain berperang melalui kata-kata. Dia jadi ingat, Buya Hamka juga pernah melakukan perlawanan terhadap Belanda melalui tulisannya yang mengkritik tajam, novel-novelnya yang sastrais dan romantis membuat banyak orang kagum dan memuji keandalannya dalam dunia kepenulisan. Sabrang adalah refleksi dari Buya Hamka di era modern, sungguh menakjubkan.

Manuskrip Tanda Tanya | [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang