Mata Katya terasa berat sekali. Sejak semalam dia terjaga, tidak tertidur sejak menandaskan semangkuk mi instan bersama Sabrang di meja makan. Mulutnya terus terbuka, menguap dan melepaskan kantuk yang begitu menggelayut di bulu mata. Bahkan, dengan kondisi pendingin udara mobil yang berembus, Katya bisa saja tertidur sekarang juga. Sayangnya, dia tidak bisa, masih ada beberapa tugas yang mendadak muncul di sela-sela rasa kantuk yang menyerang.
Meski beberapa kali kepalanya terasa berat dan hampir jatuh ke depan mengenai dasbor, sekuat tenaga pula Katya menahan agar tidak benar-benar terantuk. Tidak lucu rasanya memiliki dahi yang benjol akibat menghantam dasbor karena mata yang super mengantuk. Di samping, Sabrang menyadari jika Katya dalam kondisi yang kurang prima. Sejak tadi matanya terus terpejam beberapa kali, kemudian dipaksa terbuka, satu menit kemudian dia kembali terpejam, begitu seterusnya.
Tak ingin wanita itu terlalu letih, Sabrang akhirnya mematikan pendingin udara agar mobil terasa sedikit panas. Biasanya, sirkulasi udara yang tidak seimbang dan lebih banyak rasa panas akan mengusir rasa kantuk yang berlebih. Begitu pendingin udara mati, Katya langsung mengedikkan bahu, mengangkat dagunya, mengucek mata sebelum akhirnya menengok ke kursi kemudi.
“Kamu mau cuci muka dulu di SPBU?” tanya Sabrang ketika mereka akan melewati stasiun pengisian bahan bakar. Namun, dengan cepat Katya menolak.
“Enggak usah! Kita lanjut aja ke Cisarua, kalau berhenti dulu, nanti malah makin lama,” jawabnya, tetapi Sabrang tidak yakin, justru dia merasa kasihan melihat Katya yang terus menahan kantuk.
“Tapi kamu ngantuk gitu, atau kamu tidur dulu. Kayanya dari semalem kamu gak tidur, ya?” Sabrang bertanya kembali yang langsung diiyakan oleh Katya dengan sebuah cengiran. Seperti seorang kakek tua, Sabrang langsung menasihati Katya mengenai betapa pentingnya istirahat bagi tubuh, terlebih begadang bukan hal yang baik untuk dilakukan. Paham, Katya tahu itu, bahkan tanpa diberi tahu saja dia sudah mengerti. Namun, kebiasaan begadang sering kali muncul jika dilanda kecemasan berlebih.
Biasanya, Katya tidak tidur semalaman karena ingin menyelesaikan beberapa tugas terkait revisi naskah penulis. Itu bisa dia lakukan selama berhari-hari jika sedang menangani banyak penulis yang kebetulan sulit diajak kompromi. Alhasil, pekerjaan terpaksa mundur dan harus diselesaikan hari itu juga karena tenggat waktu yang sudah dekat.
Berbicara tentang pekerjaan, Katya jadi ingat jika hari ini dia belum meminta izin untuk tidak hadir karena sedang ada urusan dengan Sabrang. Tidak tahu pasti kapan Katya akan kembali ke Jakarta, maka dari itu dia memilih untuk tidak berangkat kerja hari ini dengan alasan sakit. Beruntung, dia diperbolehkan karena memang belum pernah memakai jatah absen yang biasa digunakan karyawan kantor.
“Jangan dibiasain begadang, Katya. Nanti bisa ngaruh ke lambung kamu,” papar Sabrang seraya memutar kemudi, berbelok meninggalkan Kota Jakarta menuju perbatasan Kabupaten Bogor. Suasanya sudah mulai berubah, Katya bisa merasakan sedikit hawa sejuk yang tidak bisa ditemukan di kota besar.
Tadi malam dia memang tidak bisa tidur sepenuhnya, hanya memutar badan, berguling di atas tempat tidur dan menatap langit-langit karena memikirkan hari ini. Hari penyelamatan Bening yang diculik oleh Gesang di Cisarua. Sedikit rasa takut dan cemas berbaur menjadi satu, mengonfrontasi benak Katya agar mengalahkan logika untuk tidak ikut campur masalah Sabrang, tetapi di sisi lain dia juga sudah berjanji akan membantu Sabrang apa pun itu caranya. Dia tidak ingin Bening mengalami bahaya hanya karena masalah sepele yang seharusnya bisa diselesaikan secara kekeluargaan.
Padahal, tadi malam sebelum Sabrang pamit, dia sudah yakin bahwa rencana yang disusun sudah sangat matang. Dengan berbagai persiapan yang sekiranya akan membantu mereka mendapatkan Bening dan menghentikan kelakuan Gesang yang sudah kelewatan. Namun, entah kenapa hatinya berdesir, merasakan sesuatu keganjilan yang bahkan tidak bisa dideskripsikan secara umum. Katya menggigit bibir bawahnya saat melihat beberapa baris pohon pinus berjajar membentuk hutan, berdiri seolah mengucapkan selamat datang pada Katya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Manuskrip Tanda Tanya | [END]
ChickLit🏆 TOP 10 TINLIT WRITING MARATHON 2023 Setelah berhasil menerbitkan karya terbaru dari Bara Adiguna yang melejit di pasaran, Katya merasa dirinya berada di atas angin; kebanggaan tersendiri yang mampu membawa kesuksesan seorang pengarang melalui kar...