14. Muslihat Sang Cerpelai

21 8 0
                                    

Tercengang.

Satu kata yang sangat tepat menggambarkan Katya saat ini. Duduk berhadapan dengan Sabrang yang memasang raut wajah kekecewaan dan penuh amarah yang bercampur menjadi satu. Tercetak pada gurat yang mengencang di tulang rahangnya. Katya membiarkan suasana hening merangsek masuk, hinggap di seluruh udara yang berlarian di sekitar mereka.

Terkadang, hidup suka sekali memberikan kejutan tidak masuk akal yang bahkan sering di luar nalar. Bahkan, Katya sendiri tidak pernah menyangka jika sosok Pangeran Langit yang selama ini dia tangani dan berbincang melalui surel adalah tetangganya sendiri, Sabrang. Lelaki dingin yang sering membuat Katya sebal dengan tingkahnya yang selalu ceplas-ceplos dan berkata langsung to the point.

Sabrang telah bercerita pada Katya, pagi tadi dia ingin kembali ke rumahnya di Lavish Garden untuk mengambil salah satu boneka kesayangan Bening yang selama ini ditinggal dan tidak pernah sempat untuk diambil. Boneka itu adalah sepeninggalan sang ibunda yang telah lama meninggal karena sakit jantung akibat memikirkan pertikaian keluarga yang tak kunjung usai. Bening menanggap boneka itu adalah salah satu wujud manifestasi ibunya yang begitu dekat.

Sebab hari ini adalah hari ulang tahun Bening, Sabrang berniat untuk mengambil kembali boneka tersebut dan membawanya pada Bening sebagai kado tambahan yang akan membuat hati Bening luluh kembali. Namun, tak disangka, dua cecunguk yang hampir menyergap Katya datang secara bersamaan. Membuat Sabrang mengurungkan niatnya dan harus segera kembali sebelum terlihat oleh mereka. Atau masalah baru akan muncul dan menarik perhatian orang yang paling Sabrang benci.

“Sab ....”

Hanya itu yang keluar dari mulut Katya. Dia tak bisa berbicara banyak setelah Sabrang memekik kencang bahwa dirinya akan terancam jika membuka identitas Pangeran Langit yang dia bawa selama ini. Sabrang menunduk, memandangi jemarinya yang diremas kencang. Mungkin terlalu kencang sebab sampai ruas jari-jari miliknya membiru.

“Cuma lewat Pangeran Langit, aku bisa nuangin apa yang selama ini aku rasa, Kat. Orang yang selama ini ngincar tokoh “aku” bakal nyari keberadaan aku sama Bening. Dia bakal berbuat nekat selama aku masih hidup,” jelas Sabrang kemudian, terdengar parau dan bergetar.

“Kalau kamu baca semua karya aku sebelumnya, mereka saling terkait. Aku sama Bening itu sebenarnya adalah keturunan Kasepuhan Gununglungkus. Kalau kamu buka silsilah keluargaku, aku keturunan terakhir yang berhak atas Keraton Gununglungkus, tapi ....”

Sabrang memotong kalimatnya, tiba-tiba matanya berubah merah, saraf-saraf di kedua bola matanya mencuat tajam. Seolah setan menyetubuhi Sabrang dan mengalihkan jiwanya dengan kasar. Serangkaian peristiwa yang menimpa di hidup Sabrang kembali mencuat ke permukaan setelah beberapa lama mengendap di dasar palung, seperti sebuah kepingan fragmen yang terpecah menjadi bagian kecil-kecil yang menyatu secara spontan ketika dipantik. Mendadak, emosi Sabrang meluap, tubuhnya bergetar.

“Keserakahan keluargaku bikin semuanya jadi hancur. Aku harus kabur dari Gununglungkus bareng Bening, karena memang aku udah enggak punya siapa-siapa lagi untuk bergantung.” Sabrang mendenguskan napas kasar. “Lewat buku yang aku tulis, aku coba untuk mencari kebenaran, biar semua orang tahu kalau Jogonalan adalah Gununglungkus dalam bentuk fiksi.”

Meluncur cerita dari bibir Sabrang ketika dirinya masih seorang bocah ingusan yang tidak tahu tentang kehidupan gelap selama ini di Keraton Gununglungkus. Sabrang terlahir dengan nama Raden Sabrang Soerjoningrat, tetapi nama belakang yang disematkan di samping panggilannya adalah salah satu hal yang paling dia benci karena orang-orang di dalamnya yang picik dan kotor.

Setelah kematian sang ayah, tentu harus ada penerus yang membawa nama baik kerajaan. Masih tercetak jelas di mata Sabrang ketika dirinya akan dinobatkan sebagai penerus Keraton Gununglungkus. Namun, semuanya berubah ketika ‘sang cerpelai’ yang muncul secara tiba-tiba, tidak terima dengan keputusan mendiang sang ayah karena dianggap sebagai pewaris yang lebih tepat dibanding Sabrang.

Manuskrip Tanda Tanya | [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang