1. Butterfly in My Coffee

3.1K 218 52
                                    

Saat masih serius-seriusnya memelototi layar pc, ponselku di atas meja dekat mouse bergetar. Aku menatap layarnya, nama Bella muncul di sana. Si Bollu, begitu aku memanggiĺnya.

"Apaan?" sapaku sambil membenarkan letak TWS di telinga kiri.

"Sialan! Kenapa sewot bener lo, Kutil?"

"Gue lagi sibuk. Kerjaan banyak. Emangnya lo pengangguran?"

"Anjing lo, ya!" Meski memaki, setelahnya Bella terbahak-bahak di seberang sana, membuatku ikut terkikik-kikik di sini.

"Seriusan, ngapain lo nelepon di jam gue kerja begini?" Akhirnya aku bertanya dengan serius. Penasaran juga sih, kenapa si Bollu yang biasanya selalu menjaga agar tak menggangguku di jam kerja, justru menelepon di waktu seperti sekarang ini.

"Nyokap lo kapan hari ketemuan sama Tante Shela."

Keningku mengerut, kali ini aku menghentikan gerakan jari-jariku menekan keyboard dan memilih fokus pada Bella.

"Mama kenapa?"

Bella terdengar menghela napas panjang. "Papa sambung lo selingkuh. Katanya si cewek hamil. Nyokap lo ngamuk gitu."

"Oh," jawabku datar. Sebuah kabar yang tak penting.

"Dih, datar banget respon lo." Bella terkekeh-kekeh di seberang.

"Terus gue harus gimana? Nangis kejer sambil kayang jungkir-balik, gitu?"

Bella tertawa makin keras, membuatku menggerutu kesal karena suaranya membuat gendang telingaku hampir meledak.

"Lo empati dikit, lah. Gitu-gitu Tante Kinan kan mama lo."

"Turut berduka cita--"

"Woi, anying emang lo, ya. Ahahaha ...."

Akhirnya, bahasan tentang suami Mama yang selingkuh menguap begitu saja, berganti dengan beragam candaan serta gosip-gosip ringan. Bella paham tentang aku yang sudah muak dengan apa pun yeng berkaitan dengan Mama, terlebih kehidupan asmaranya.

Menikah dengan Papa, gagal. Kemudian saat aku berusia 10 tahun, menikah dengan atasannya di kantor, gagal lagi. Saat aku masuk SMA, menikah lagi dengan teman masa SMP-nya, kembali gagal. Dan terakhir setelah aku wisuda, menikah dengan suami bulenya ini, eh diselingkuhi.

Satu sisi aku anggap itu karma yang patut ditanggung Mama karena menyelingkuhi Papa di masa lalu. Namun, sisi lainnya merasa wajar juga. Sebab, meski dulu masih kecil, aku tahu benar bahwa Mama sangat lelah dengan perlakuan Papa selama menikah dengannya; suka memaki dan memukul, meminta terus dilayani bak seorang raja, jarang ada di rumah, dan sangat workaholic. Bagi Papa, uang dan jabatan adalah segalanya, sementara keluarga itu bukan prioritas.

"Lo telepon gue jam segini, gue pikir penting banget, ternyata cuma bahas kaya gitu." Aku kembali menggerutu, setelah candaan--dan ejekan--yang kulakukan dengan Bella berakhir.

"Sebenarnya ini juga penting sih, Dit. Soalnya nyokap lo udah ngajuin gugatan cerai, dan bahkan resign dari kerjaan buat pindah ke Singapura."

"What?" Secara spontan, aku menghentikan gerakan mengetik. Sambil menatap layar PC, aku menaikkan alis.

"Iya bener." Suara Bella terdengar penuh keyakinan. "Dia bilang sendiri sama Tante Shela. Katanya udah lelah hidup di Indo--"

Even If [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang