2. Can I Have Your Phone Number?

1.3K 160 15
                                    

Kumatikan rokok dan membuang puntung sisanya begitu keluar dari smoking room yang berada di salah satu  kafe di SGM ini. Aku dan Eri sedang menikmati Sabtu ceria kami, hari libur kerja dengan jadwal sama, yang tak setiap saat bisa kami dapatkan. Kadang saat aku jadwal libur, si Eri masuk entah di shift pagi atau siang. Pun sebaliknya.

Beruntungnya kami ada di dalam bagian karyawan back office, di mana tidak akan mendapatkan shift malam, dan weekend seperti hari Sabtu atau Minggu di luar jatah libur, hanya masuk di shift pagi saja. Berbeda dengan teman-teman kami yang bagian front office seperti divisi F&B, Housekeeping, dan Security. Mereka tetap mendapatkan jatah libur seminggu sekali, tetapi shift kerja lengkap tiga kali, dan di weekend juga seperti itu.

"Udah?" tanya Eri begitu aku duduk kembali di kursi yang ada di hadapannya. Dia tengah memegang ponsel, milkshake-nya sudah habis.

Aku mengangguk, lalu menyedot habis sisa jus jerukku sendiri. Kemudian, kutatap Eri dan bertanya, "Jadi nonton? Beli tiket dulu, dong."

Eri memasukkan ponselnya ke dalam tas kecil yang dia cangklong menyamping, lalu melihat ke arah pintu keluar kafe. "Katanya sih si Denis mau nyusul."

Aku mengerutkan kening. "Temenmu yang anak Resto itu? Chef bukan, sih?"

Eri kembali menatapku dan mengangguk. "Pas banget dia juga jatah libur hari ini. Terus lagi di SGM juga sama anak-anak. Mau nonton juga sih tadi waktu bilang di grup WA geng angkatan kami."

"Anak-anak?"

Pertanyaanku tak dijawab Eri karena dia sudah melambai ke arah pintu keluar, membuatku ikut menatap ke sana juga. Ada tiga lelaki, yang satu kukenal bernama Denis, satunya asing, dan satu lagi si barista yang seminggu lalu aku tahu namanya adalah Alsa. Hm, kebetulan macam apa ini?

"Mau kan nonton sekalian bareng mereka?" Eri berdiri dan mengodeku segera bergegas.

Aku bangkit dengan malas dan mengangguk. Kemudian, sambil berjalan bersisian dengan Eri, aku bertanya padanya, "Suami kamu tau enggak kalau temenmu cowok-cowok gini?"

Eri tertawa geli. "Aku bilang kok sama Mas Anggi. Selalu bilang. Dan enggak pernah aku nge-iya-in keluar bareng cowok kalau enggak ada temen ceweknya. Makanya ini aku oke aja pas Denis ngajak barengan, soalnya mumpung sama kamu, Dit."

"Oh," jawabku datar. Sementara itu, Eri berjalan mendahuluiku dan dengan antusiasnya dia menyapa ketiga lelaki tersebut.

Yang bernama Denis biasanya memakai seragam chef saat kami bertemu di kantor. Itu juga kalau kebetulan kami istirahat di jam yang sama, di kantin karyawan. Atau kalau tidak ya saat bersama dengan Eri dan aku sengaja diajak untuk menemui teman sejak kuliahnya tersebut. Memang kebetulan Eri dan Denis kuliah di kampus perhotelan yang sama di Solo ini, lulus barengan juga, dan mendaftar serta diterima di Hadi Hotel di saat bersamaan pula.

Banyak yang mengatakan mereka sebenarnya cocok andai saja Eri belum menikah, tetapi tidak denganku. Sebab, setiap melihat interaksi Eri dan Denis, aku bisa menilai bahwa hubungan mereka adalah platonik semata. Dari cara mereka saling menatap satu sama lain, afeksi yang diberikan, serta bahasa tubuh, semuanya kentara sekali hanya dalam batas pertemanan.

Dan aku bisa menilai, dari cara Eri berbicara manja, merajuk, atau bagaimana dia menceritakan kepada orang lain, temanku tersebut sangat mencintai dan menghormati suami LDR-nya.

"Halo, Dita." Denis menyapaku dengan semringah, dan aku menjawabnya dengan anggukan plus senyum ala kadarnya.

"Sa, Gas. Kalian belum kenal Dita, kan? Dia masuk di rekrutmen lima bulan lalu. Bareng Wiwid yang anak front desk itu." Eri menatap kedua lelaki selain Denis, lalu fokus pada yang sebelah kiri, lelaki berambut agak keriting dan kurus, berkulit sawo matang sepertiku. "Gebetan kamu, Gas."

Even If [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang