8. Bad Date Ever!

651 104 22
                                    

Sup makaroni buatan Alsa enak. Enak sekali malahan. Dia ini barista, tetapi jika suatu hari bosan dan ingin beralih menjadi chef, sepertinya cocok juga. Meski pada akhirnya aku merasa geli sendiri, kenapa begitu peduli mau Alsa jadi ini atau itu. Kan hal tersebut adalah urusannya, bukan wilayahku, bahkan hanya untuk membayangkannya.

"Gimana?" Alsa meletakkan mangkuknya yang sudah kosong ke atas meja, lalu menatapku seperti kucing yang meminta untuk dielus-elus manja.

Aku mengangguk sambil menelan suapan sup terakhirku. "Not bad," jawabku.

"Come on, Dita. Kasih aku kejujuranmu." Alsa merapatkan jarak kami. Lelaki ini memang benar-benar ....

"Enak atau enggak?" Dia bertanya pelan, tepat di telinga kananku. Apa yang tadi dilakukannya membuatku seperti tersengat listrik. Sampai akhirnya, setelah bisa mengendalikan diri--dan menormalkan kembali detak jantung sialan ini--aku meletakkan mangkukku di atas meja dan menatap bajingan berwajah tampan itu.

"Kamu mau jawaban yang mana? Yang jujur atau yang bikin kamu bahagia?" tantangku.

Alsa terlihat tertarik. Dia menaikkan kedua alis sambil tersenyum puas. "Dua-duanya."

Aku tertawa kecut. "Boleh minta imbalan? Semua yang ada di dunia ini enggak gratis, Babe."

Alsa tertawa geli, kemudian menyilangkan kaki dan menatapku dalam-dalam. "Okay. What do you want?"

"Hm." Aku bergaya sok berpikir. Memutar mata ke kanan dan kiri, lalu kembali menatap Alsa. "About your father--"

"Deal!" Alsa mengangguk. "Kayanya kamu pengen banget tau tentang keluargaku--"

"Nope!" Buru-buru aku menyela. "Enggak sejauh itu. Aku cuma penasaran dengan bapakmu. Liat foto itu, aku bisa ngerasa hubungan kalian hangat dan penuh kasih sayang. Vibes-nya positif banget." Aku menjeda sejenak, karena entah bagaimana bayangan wajah Papa melintas di benakku. Seperti ada ribuan jarum menancap di jantungku. "Dream relationship tiap anak terhadap ortu mereka." Sialan! Suaraku bergetar karena efek rasa ngilu di dadaku ini.

"Are you okay?" Alsa mengerutkan kening.

"What?" Aku berlagak bego, lalu mengangkat bahu. Syukurlah suaraku kembali normal. "Ada yang aneh?"

Alsa tak langsung menjawab. Namun, kemudian dia tersenyum dan menggeleng. "Enggak." Alsa memiringkan kepalanya. "Jadi, gimana tentang masakanku? Enak? Apa kamu suka?"

Aku tertawa kecil. "Sebegitu pengennya kamu tau pendapatku. Seolah-olah kaya aku ini orang pertama dan yang akan jadi satu-satunya bakal kamu masakin."

Namun, saat aku baru saja sadar telah mengatakan hal absurd tersebut, justru Alsa menyahut dengan rangkaian kata yang tak masuk akal.

"Why not? Aku emang baru pertama kali masakin orang sup makaroni, ya ke kamu ini. Sebelumnya aku masak buat aku sendiri." Alsa tersenyum puas. "Dan kalau kamu mau, it's okay misal seterusnya aku masakin lagi dan lagi." Lelaki sialan ini makin gila rupanya, karena dengan sangat santai dia memangkas jarak kami, membuatku lenganku kini bersentuhan dengannya. "Hanya berlaku kalau kamu main ke rumahku atau aku di rumahmu."

"Alsa." Meski kesal, tetapi aku tak ada niat menjauhkan tubuh darinya. "Stop flirting menjijikkan ini dan tepati janjimu!" Kutatap tajam lelaki sialan ini dan lanjut berkata dengan nada lebih tinggi. "Lo pikir gue enggak tau kalau lo sengaja mau ngalihin pembicaraan biar enggak bahas bokap lo sesuai janji?"

Alsa terbahak-bahak keras sekali. "Jakartaan kamu keluar. Are you really that mad?" Tangan Alsa terulur padaku, tetapi dengan cepat aku menepisnya secara kasar.

Even If [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang