Epilog

643 66 27
                                    

Ada yang bilang panas tidak selalu tertinggal lama dan mendung bukan berarti akan turun hujan. Kesemua yang terjadi telah tertata sedemikian rupa, hanya tetap menjalaninya saja. Entah dibawah terik matahari ataubahkan dibawah badai sekalipun.  Seperti Taehyung pernah mengalami— keringat pada pelipis Taehyung telah mengering dengan sendirinya ketika suara mesin mobil terdengar diluar, netranya belum mau beranjak dari beberapa kardus besar dipenuhi barang-barang Taehyung diruang kerja dan beberapa sudut rumah Taehyung masukkan. Usai menyemburkan napas, Taehyung membawanya keluar diberikan pada mobil pengangkut sampah.

Menelan saliva, Taehyung melipat bibir dalam-dalam. Mengingat berbagai kenangannya bersama Shienna sungguh ia keluarkan semuanya. Tidak ada lagi yang tersisa termasuk dongengan diperdengarkan sejak kecil pada Jiya, poto Shienna pernah disimpannya dan perlengkapan calon bayi mereka yang sama sekali tidak Taehyung usik perlahan pergi bersama tumpukan sampah-sampah lainnya.

Taehyung memandangi langit, sebentar lagi matahari akan terbit dan ia harus bergegas sebelum Jiya terbangun. Masuk kembali kerumah, membuka pintu lebar-lebar, menemukan dinding kosong dengan warna cat baru hasil eksperimen bersama Jiya tiga hari kebelakang. Tatanan rumah berhasil dirombak, perabotan diganti, selayak memasuki rumah baru, hunian baru dan mengisi memori baru kedepannya hanya bersama putrinya saja. Taehyung menyerah. Ia berhenti. Bukan karena lelah, sebab karena wanita bernama Shienna Sien sungguh telah berbahagia dan tidak akan mungkin kembali lagi mendiami rumah yang sama dengannya.

Tersisa Jiya yang baru bangun mengucek mata mendapati Taehyung berada diambang pintu menyapa dengan senyuman khas dan suara terkekeh dalam. "Good morning, sayang." lalu mencium pipi sang putri dan merapikan rambutnya.

"Papa, kita jadi pergi kan?"

"Jiya bersemangat sekali."

Jiya memeluknya. "Jiya rindu." katanya mengerucutkan bibir. "Baiklah, segera mandi dan setelah itu kita sarapan. Papa bereskan tempat tidurnya ya." Taehyung terlalu rapi dalam pengaturan waktu. Tanpa alarm, ia terbiasa terbangun pagi sekali. Menemui putrinya dikamar sebelah, mengambilkan handuk ia gantung dan merapikan pakaian Jiya serta menyisir rambut putrinya.

Untuk akhir pekan kali ini pun berjalan seperti sudah-sudah. Mobil ditumpangi keduanya terisi riang oleh nyanyian Jiya sesekali disahuti Taehyung. Berbelok kerumah yang dulu— sering sekali Taehyung datangi— ketika Jiya masih dalam kandungan Hyejin. Parkir dan membukakan seat belt Jiya sebelum Jiya bergegas keluar lalu berlarian menemui wanita yang membukakan pintu mengetahui kehadiran mereka.

"Mama!" seruan Jiya membuat Taehyung memandangi keduanya. Hyejin segera memeluk Jiya dan mengajaknya untuk masuk. Kunjungan. Kendati tidak lagi didalam rumah yang sama, Taehyung sering mengantarkan Jiya menemui Hyejin. Atau ketika Jiya ingin bermain, Taehyung mengajak Hyejin sesekali.

"Jiya dibuatkan roti selai stroberi oleh papa." Jiya meminum susu yang dibuatkan Hyejin. Taehyung mengambil ruang yang sama untuk duduk. "sudah beritahu mama kalau Jiya akan memulai sekolah?" tanya Taehyung memandangi putri mereka.

"Papa menyuruh Jiya untuk bersekolah, ma."

"Menyuruh?" Taehyung meminta validasi. "Bukan. Maksud Jiya karena papa bekerja dan mama juga sama sibuknya, Jiya juga akan bersekolah dengan baik. Mama tidak perlu khawatir, pokoknya jangan sakit, ya?" katanya menjelaskan. Hyejin mengerti, Taehyung memasukkan Jiya Pra-sekolah. Taehyung lebih awal menghubunginya untuk diberitahu. Bagaimanapun ketika perceraian terjadi, Taehyung berpikir puluhan kali. Hubungan keduanya sempat tidak bagus dan pernah disaksikan oleh Jiya pula. Itu menyakitkan. Jikapun tidak dapat membentuk keluarga utuh, Taehyung telah bertekad bahwa ia akan berusaha membuat putrinya kembali mendapatkan kasih sayang keduanya. Kendati Taehyung tidak dapat memaksakan dirinya mencoba mencintai Hyejin dan membangun semuanya seperti sempat Taehyung katakan.

Anniversary ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang