XIV

5.9K 744 45
                                        

Ayo, mana vote sama komen? Jangan lupa loh ya..

Enjoy it~

_____________________

Suhu ruangan terasa semakin memanas, peluh mulai membasahi setiap jengkal kulit dengan erangan rendah menggelitik gendang telinga, sedangkan yang lebih mungil berhasil masuk ke dalam dekapan penuh dominannya.

Cumbuan kembali terajut, seuntai kain berupa selimut telah menutupi kedua tubuh yang hampir polos, Renjun bergerak gelisah di bawah kukungan Jeno.

"Eunghm!"

Lenguhan erotis kembali terdengar, membangkitkan hasrat pada diri dengan membabi buta, Renjun sudah kewalahan saat ini--padahal mereka belum sampai pada intinya.

Jeno memisahkan tautan pada bibir mereka, tapi kepalanya langsung bergerak untuk melesupkan wajah ke ceruk leher Renjun, memberi tanda kepemilikan di tempat-tempat yang dapat dia jangkau.

Kedua mata bak rubah itu kembali tertutup, mulutnya sesekali terbuka untuk keluarkan bunyi-bunyi merdu favorit Jeno.

Tangan sang Grand Duke yang sejak tadi menjamah bagian bawah si manis, kini bergerak untuk membuka satu persatu kancing kemeja yang membungkus tubuh molek itu.

"Angh.."

Renjun tersentak saat Jeno tiba-tiba kembali membawa posisi mereka seperti awal, tubuh si submisif kembali terduduk di atas pangkuan kokoh dominannya.

Kedua mata sayu itu perlahan terbuka, pipinya tampak merah merona pada akhirnya, napasnya terlihat berat, kabut nafsu yang penuh dengan gairah seksual tercetak jelas di kedua manik yang kini tampak berembun.

"Kenapa menatapku seperti itu?" Suara Jeno terdengar rendah, tangannya bergerak untuk selipkan helai si manis ke belakang telinga.

"Yang Mulia.. tolong.."

Renjun meremat kedua binsep Jeno dengan kuat, wajahnya dia benamkan di ceruk leher suaminya, menghirup semua aroma maskulin yang menguar dari tubuh itu--meminta afeksi untuk diri yang tiba-tiba menjadi pengemis sentuhan.

Jeno terkekeh pelan, seakan dia baru saja memenangkan lotre yang semua orang ingin dapatkan.

"Tanggalkan dulu pakaianmu. Kemari."

Tangan kekar itu bergerak pelan, membantu si submisif untuk melepas semua hal yang menekat pada tubuh rampingnya dengan telaten, sebelum acara inti mereka dimulai sebentar lagi.

Gerakan Jeno terasa sangat lembut, padahal Renjun juga manusia seperti dirinya, tapi diperlakukan layaknya benda yang mudah hancur.

Di dalam keadaan frustasi seperti sekarang pun, Renjun bisa merasakan kasih yang Jeno berikan kepadanya.

Setelah kulit putih sempurna itu terpampang dengan jelas, Jeno tarik selimut yang sempat jatuh ke sisi sofa. Renjun kembali bergerak gelisah saat kulit mereka bergesek pelan.

Demi apapun, jika ini bukan gairah Jeno yang bisa dia rasakan, sudah Renjun kutuk orang itu sejak tadi.

Tangan ramping si Huang kini terangkat, mengangkup wajah Jeno untuk dia bawa pada tatapan tajam dengan sorot terkesan marah.

"Yang Mulia.. Anda.. harushh tanggung jawab, mmpph.." rancauan itu terdengar berantakan, Renjun sedang berusaha kendalikan diri sendiri.

Salah satu alis Jeno terangkat, seirama dengan ujung bibir yang ikut naik, "tanggung jawab? Untuk apa?"

Mata sayu itu tertutup sejenak sebelum akhirnya kembali terbuka, "Yang Mulia yang membuat saya.. berada di posisi ini.."

Jeno tekekeh, padahal kesadaran Renjun hampir habis, tapi lelaki mungil itu masih menyempatkan diri untuk terus mengomel.

[ON HOLD] - MY GRAND DUKE [NOREN] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang