XVI

4K 659 72
                                    

Sepi banget part sebelumnya.. ramein dong vote sama komennya. Apakh smwa ini sdh tida menarik lagi bagimu, dik?😔

Vote dan komen jangan lupa!!

Kalau ada typo, tandain aja yaw, semoga aja typonya nggak ngawur² banget.

Enjoy it~

____________________

"Kita sampai."

Renjun tersenyum lebar, hamparan rumput terbentang luas di depannya, mata bak rubah itu terpejam sejenak merasakan hembusan angin yang menyapu wajah ayunya. Jika diteliti, bunga-bunga kecil terlihat tumbuh subur di atas dataran hijau itu.

Jeno turun lebih dulu. Pria Lee itu melompat dan mendarat dengan sempurna dari atas Blanc, si kuda gagah.

"Mari, Duchessku."

Tangan kanan Jeno terulur, menunggu balasan Renjun untuk membantu lelaki manis itu agar turun dengan mudah.

Renjun mengangguk, dia balas uluran tangan Jeno dan perlahan turun dari atas Blanc juga, lalu mendarat sempurna dengan sedikit lompatan kecil di atas hamparan rumput itu.

"Apa pegal?"

"Hm? Apanya?"

"Tubuhmu. Kau bilang sudah lama tidak naik kuda."

Renjun terkekeh mendengar itu. "Tidak, Yang Mulia, aku baik. Perjalanan kita juga tidak jauh, malah aku merasa sangat senang."

"Senang karena habis menaiki kuda?"

"Iya, euforianya menyenangkan. Aku jadi ingin belajar menaiki kuda lagi."

"Seperti yang kau mau, kau akan dapat itu."

"Terima kasih, Yang Mulia." Senyum Renjun merekah, sebuah perasaan hangat menjalar di dalam dadanya.

Dulu, saat sang ayah masih ada, Renjun juga sering mendapat apa yang dia mau dengan mudah. Beberapa waktu kehilangan masa-masa itu, kini Jeno datang seakan membawa segalanya kembali dalam bentuk lain.

"Nah, bisa kita mulai latihan untuk mengendalikan mana-mu?"

"Hm? Ya, bisa, Yang Mulia."

"Kenapa? Gugup?" Tanya Jeno saat melihat raut Renjun yang tiba-tiba tampak tegang.

"Sedikit."

"Santai saja, kemarinkan kau sudah melihat juga bagaimana proses mana keluar dari tubuhmu. Sama seperti kemarin, tapi kali ini kita lebih serius."

"Baiklah, aku akan mencobanya, Yang Mulia."

Jeno mengangguk, lalu berjalan agak sedikit menjauh dari tempat mereka berada sekarang. Melihat itu, tentu saja Renjun akan mengekor di belakang sang suami.

"Tunggu di sana." Tanpa berbalik, Jeno memberi perintah kepada Renjun.

Sontak, langkah si manis terhenti beberapa senti di belakang sang Grand Duke.

Pedang yang sempat bertengger apik di dalam sarungnya, Jeno tarik dengan sekali gerakan. Benda runcing itu terlihat mengkilap di bawah terpaan sinar matahari.

Jeno berbalik, wajah pria itu masih tampak lembut, senyum menawannya seakan enggan untuk pudar ketika menatap sang pujaan hati. Ujung pedang di tangannya pun, kini sudah menancap sedikit ke atas tanah.

Sedangkan Renjun, hanya bisa diam sambil terus memperhatikan di tempatnya berada.

"Renjun, mana itu adalah berkat hebat yang para Dewi turunkan untuk semua orang di Hanares. Tapi sayang, tidak semua orang pandai mengendalikannya."

[ON HOLD] - MY GRAND DUKE [NOREN] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang