4. Biarkan Aku Hidup Tenang

267 80 22
                                    

"Woi, Senin! Berhenti dulu."

Aku menoleh dengan sebal. "Senon," ralatku bersedekap. "Kenapa sih kau suka pelesetin namaku... Lho, Noura rupanya?" Kukira Serena karena dia terkadang memanggilku demikian. Dan kenapa aku tak sadar akan suara mereka.

Temanku yang keempat, Nourasta Cheverly, ketua dari Dewan/Patroli Keamanan Sekolah. Dia biasanya sibuk memindai murid-murid yang mengumpet di sudut-sudut bangunan sekolah untuk budaya buli atau merokok. Ada gerangan apa menegurku di jam istirahat? Hmm... Entah kenapa firasatku langsung merasa aneh.

"Apa kau tahu di mana si pemalas Hanya?"

Lah? Cuman mau nanya keberadaan Hanya.

"Dia tidak masuk sekolah." Aku menunjuk mejanya yang kosong. Ya ampun anak itu. Aku tak mau tahu lagi alasan dia tidak datang.

"Kau tahu alamatnya? Kalian soulmate kan."

"Yang bilang dia absen siapa? Itu pasti hanya persepsi kalian semata." Orang lain yang menjawab, mencetus sambil beranjak bangun.

Normalnya orang biasa akan terkejut karena melihat seseorang yang rebahan di bangku, mendadak bangkit seperti vampir yang sudah tertidur ribuan tahun. Tapi aku dan Noura kaget karena penampilan gadis itu nan berantakan. Rambut sepunggungnya udah mirip duri durian.

"Ngapain kau tiduran di sana... Chausila?" Aku benar-benar tidak melihatnya. Sila menyatu sempurna dengan warna bangku bagai bunglon.

Karakter kelima terdeteksi: Chausila Armorel. Gadis yang tidak suka keributan dan memilih mundur teratur jika ada perkelahian. Tetapi bukan berarti Sila itu kudet. Dia punya caranya sendiri untuk mengetahui apa saja yang terjadi di SMA dengan nama yang tidak jelas ini.

Sebentar... Dia bilang apa barusan? 

"Jadi Hanya datang sekolah?! Kok aku tidak melihatnya sejak pagi?" Aga berseru, mewakili reaksi keterkejutanku. Aku juga tidak melihat batang hidungnya. Dasar Hanya meresahkan.

Kami menunggu penjelasan dari Sila.

Gadis itu menguap lebar. "Kemarin ada rapat tentang pergantian Kepala Sekolah. Si Hanya kabur dan kemungkinan ketiduran di sekolah. Sekitar lima menit lalu, Dyra juga bertanya padaku, dan sedang menuju ke osis sekarang."

Sila pun bangkit, melambaikan tangan. "Aku tidak tahu mengapa kalian mencari Hanya, tapi kusarankan bergegas lah sebelum Dyra duluan yang menemukan laki-laki pemalas itu. Paham, kan?" [Chausila Armorel, Sekretaris OSIS.]

Dan Sila pun berlalu pergi. Kami saling tatap.

Tentu saja aku paham apa maksud kalimatnya. Temanku kesekian, Dyra, adalah cewek paling ngegas plus barbar dari semua kenalanku. Lengkapnya Cielo Sasaya Dyra. Kami sekelas.

"KITA HARUS KE RUANG OSIS! CEPAT!"

Tapi kalau membicarakan siapa yang paling barbar di antara semua temanku, kenapa ingatanku terhenti ke sosok Serena dan Gail? Setahuku mereka berdua cewek-cewek kalem.

Apa ini buff untuk Tokoh Utama? Tapi, woi, ini kan bukan cerita fantasi. Jangan ngadi-ngadi deh. Ini murni hanya sekadar firasatku saja.

*

"GRACIANA! Ayolah kita ini berteman, kan? Bukakan pintunya. Aku mau bertemu dengan si brengsek... Maksudku Hanya. Harus berapa kali kubilang ini sangat penting. Aku butuh bantuan kukang pemalas... Maksudku Hanya."

Untunglah kami belum terlambat. Dyra ditahan oleh Ana—salah satu temanku. Mereka lagi mencak-mencak di depan ruangan OSIS. Karakter ke-6 terdeteksi di chapter yang sama: Graciana Priyanka. Sang Wakil Ketua OSIS.

"Kau salah kalimat dua kali lho, Ciel. Itu sudah cukup membuktikan kalau aku membiarkanmu masuk bertemu Hanya, dia akan babak belur."

"Sejak kapan kau loyal sama Hanya, Grac?"

"Buat apa aku setia dengan si pemalas itu? Aku cuman memenuhi tugas sebagai wakilnya."

"Tapi ini masalah penting, Gracia!"

"Ayo!" Aku buru-buru mempercepat langkah, menghentikan perseteruan mereka sebelum menarik atensi murid-murid nan lalu lalang.

"Masalah apa memang?" Gracia bersedekap.

Langkahku terhenti demi melihat Cielo dengan gerakan kasar, merogoh selembar kertas dari saku roknya. Mataku terbelalak. Tunggu...

"Seseorang mempermainkanku, menulis surat teror dengan darah, njir! Kemarin hidup, hari ini tiada. Aku harus bertemu Hanya karena dia yang bisa diandalkan untuk urusan ginian—"

"Kau juga mendapatkan kertas itu?" celetuk Noura, menatap Dyra horor. "Di mana kau..."

"Hah? Kau pun sama, Nou?" Aku berkata.

Ini benar-benar suatu perkara yang gawat.






[END] Auristella is DeadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang