26. Suasana Tenang Lebih Berbahaya

156 56 37
                                    

"Sendiri aja makannya, Neng. Bagi kek."

Noura berhenti menyuap, menatapku "Kurasa harga ketoprak gak semahal itu. Lagi kismin?"

Aku mengangguk, mendesah panjang. Ini gara-gara December yang merengek minta dibelikan mainan. Sudah kubilang tunggu Mama dan Papa pulang, namun dia menangis sejam membuat kepalaku sakit. Akhirnya aku mengalah dan merelakan uang jajanku.

"Gih, minta belanjain sama Hanya. Dia kan holkay," balas Noura, menghabiskan ketopraknya sekali suap. Enggan berbagi.

Aku menopang dagu malas. Kali ini suasana sekolah benar-benar tentram dibandingkan minggu-minggu sebelumnya. Rasanya hampir sebulan Auristella tidak berulah. Apalagi yang tengah dia rencanakan? Aku tidak tahu.

Situasi yang tenang damai ini justru malah membuatku semakin takut akan siasat gila Auristella. Aku menginvestigasi satu per satu temanku yang mendapat 'Surat Cinta Auris', dan mereka kompak menjawab tak ada hal aneh.

Yang kutakutkan adalah: pembunuhan berikutnya berskala besar. Makanya Auris butuh waktu untuk mempersiapkannya. 

"Lelahnya..." Hanya duduk di sebelah Noura sambil menguap lebar. "Nasi goreng toping cacahan daging, Buk. Seperti biasa, gak pake bawang dan tomat. Minumnya jus jeruk."

"Satu atau dua porsi, Dik Han?"

Ujung mata Hanya melirikku yang cuma minum teh es, menghela napas pendek. "Dua deh, Buk. Sobat saya ini kayaknya gak punya uang saku cukup buat jajan. Malang sekali."

"Woi!" Aku memelototinya, ingin marah tapi batal melihat raut wajahnya yang sayu. "Ada apa denganmu? Gak tidur semalam?"

Hanya menggeliat meregangkan otot. "Aku kelelahan. Tubuhku letih, capek. Itu saja."

"Han, kau yakin kau tidak ditindih setan atau ditempeli hantu? Disantet?" tanya Noura, sedikit bersimpati. Dia sudah kuberitahu dan kusuruh mengawasi ruang OSIS, namun Noura tidak menemukan sosok mencurigakan.

"Ini cerita misteri bukan horor."

Ada yang aneh. Ekspresiku berubah serius, menatap Hanya yang main tembak-menembak batu es pakai sedotan melawan Noura.

Kurasa ini bukan suatu kebetulan lagi. Aku yakin ada yang terjadi di luar sepengetahuan Hanya. Tidak mungkin dia selalu kelelahan tanpa sebab cuma karena tertidur. Janggal!

Lagi pula ini bukan pertama kalinya. Setiap Auristella tidak beraksi (membunuh), memberi minggu tenang kepada kami, sebagai gantinya Hanya menjadi super capek. Lihat? Ada yang mengganjil kan! Aku harus mencari tahu.

Walau anak ini sableng dan tak berguna, begitu-begitu Hanya tetaplah temanku.

"Han, ntar kau ikut denganku pulang sekolah."

"Ke mana?" sahutnya tanpa menatapku, sibuk mengscroll IG, mencari informasi terbaru.

"Ikut saja. Menolak, kutumbuk kau."

Hanya mendecih sebal "Hanya karena kau sedikit jago berantem dan lebih kuat dariku, apa kau menganggapku ikan teri..." Dia berkeringat dingin melihatku menyingsingkan lengan seragam. "Iya! Iya! Iya! Aku akan ikut!"

Noura tergelak sarkas. "Apa kau barusan menyebut nama sendiri? Ckck, ketos narsis."

"Mau gimana lagi? Namaku termasuk ke salah satu konjungsi koordinatif. Sudah takdir."

"Kau tidak sendiri. Ada yang namanya Cari, Masa, Dan, Punya, Kala, dan kakakmu Ingin."

"Kalian berdua, berhenti out of character."

Srek! Srek! Srek!

Aku menoleh. Tidak ada siapa-siapa. Lagian letak warung ini berada di belakang sekolah yang mana yang menyambut kami hutan.

Apa aku salah dengar? Aku yakin aku mendengar suara semak belukar. Kukorek kupingku, mengangkat bahu. Karena ulah Auristella, aku jadi suka suudzon sama alam.

*

"TIDAKKK!!!!! KE MANA PUN ASAL JANGAN KE RUMAH SAKIT! Senon sialan, apa yang kau pikirkan?! Lepaskan aku! Aku gak mau ke sini!"

Cih, anak ini kuat juga rupanya.

Kak Ingin pernah memberitahuku kalau Hanya benci rumah sakit karena dia trypanophobia (takut jarum suntik), makanya aku tak bilang tujuan kami sebab tahu dia akan menolak. Tapi tak kusangka dia bisa memberontakku.

"Kita harus memeriksa tubuhmu, Hanya! Ini demi kebaikanmu sendiri. Aku curiga Auristella sinting itu melakukan hal yang mesum padamu. Kau ingat ac ruang OSIS menyala waktu itu?"

"Apa hubungannya ac dengan Auris?! Kan sudah kubilang, berhenti berpikir aneh-aneh!"

"Aku yakin kau paham maksudku. Kau kan pintar. Oh, atau sebenarnya kau sudah tahu tapi mengelak karena takut. Apa aku salah?"

"Ke mana arah pembicaraanmu sih? Kalaupun yang kau katakan itu benar, aku akan tahu."

Benar juga. Aku tidak berpikir ke sana. Hanya kan dibuat tidur sama Auris. Dia tidak tahu sekiranya apa yang diperbuat Auris padanya.

Tapi pertanyaannya, Hanya kan bukan pria yang mudah jatuh ke perangkap. Dia sebelas duabelas kayak Kak Ingin, super hati-hati. Yah, namanya juga kakak beradik kandung.

Kenapa Auri dapat membiusnya? Seharusnya saat bertemu Kak Hoshia, aku menanyakan tentang dupa yang dia berikan ke Hanya. Kalau kutanyakan sekarang, timingnya tidak tepat. Lagian kami belum bertukar kontak.

"Gak mau! Emoh! Aku mau pulang!"

"Kenapa kau takut banget disuntik sih?! Kau ini jantan atau betina? Haruskah kupelorotin celanamu untuk memeriksanya?!" bentakku.

"Menurutku kau lah yang mesum sekarang!"

Nih anak keras kepala sekali. Kami sudah tertahan lima belas menit di gerbang masuk rumah sakit. Satpam mulai menandai wajah kami berdua. Kalau begini, kami bisa diusir.

Aku mengangkat tangan. Kupukul saja deh!

Drrt! Drrt! Ponsel kami berdering serempak.

"Apa ini? Sepertinya teman-teman melakukan telepon grup," kata Hanya mengeluarkan hpnya. Begitupun aku. Ada apa kira-kira, ya?

[Alsenon! Hanya! Kalian di mana?! Kembali ke sekolah sekarang! Ini penting! GPS ponsel Mimosa aktif tiga menit lalu. Di gunung!]



[END] Auristella is DeadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang