12. Langkah Awal Mencari Auristella

158 56 91
                                    

"Ayolah, Buk Ardena! Izinkan kami ke sekolah pukul 8 malam nanti. Penting."

"Heh, kalian! Hanya karena saya guru PKL, kalian tidak bisa bersikap lancang begini. Mana bisa saya membiarkan kalian bermain di sekolah malam-malam!"

"Pleaseee!!! Ini demi menguak penyebab asli kematiannya Graciana, Buk! Apa ibu mau Gracia tidak tenang dalam tidurnya karena kematiannya yang misterius?"

Aku bersedekap. Kalau urusan meluluhkan hati guru, Noura juaranya. Kami hanya bisa menunggu Noura berhasil membujuk Buk Ardena memberikan kunci rooftop.

"Metode persuasif, ya?" celetuk Hanya.

Aku pikir Hanya ogah ikut permainan detektif-detektifan yang akan kami lakukan. Tak disangka dia berinisiatif mengajukan diri untuk ikut dengan kami.

"Boleh ya, Buk Ardena yang cantik."

Beliau akhirnya menyerah. "Baiklah, baiklah! Terserah kalian. Tapi saya cuma memberi waktu sejam. Setelah itu saya sendiri yang akan menendang kalian pulang ke rumah. Terutama kau, Noura."

"Terima kasih, Ardena Sensei! ILY 3000!" Noura semangat menerima kunci rooftop.

Jadi, mulanya begini. Aku mengemukakan analisisku ke teman-teman saat pulang sekolah tadi. Abigail bilang gagasanku masuk akal. Jika benar Gracia ditembak di tempat yang sama, maka akan ada jejak bubuk mesiu di lantai rooftop.

Maka dari itu kami memutuskan untuk memeriksa jejak itu pada malam hari.

Masalahnya... Bagaimana cara mencari gunpowder yang bertekstur halus?! Terlebih kami tidak tahu posisi tepat si pelaku menembak. Rooftop ini cukup luas.

"Sial! Ini namanya kita membuang waktu!" umpat Cielo, lelah jongkok mengamati lantai memakai kaca pembesar.

"Jangan menyerah. Waktu kita masih 20 menit lagi." Serena menyemangati, juga sama capeknya dengan yang lain.

Di saat seperti ini... Aku menoleh masam ke Hanya yang cuma duduk-duduk santai menikmati sapuan angin malam. Tatapan malasnya tertuju ke bianglala bintang di taman bermain Sky Starry. Tempat itu berjarak 1 kilometer dari SMA-ku, penuh lampu warna-warni yang berkerlap-kerlip.

Aku menggelengkan kepala. Hadeuh! Lari ke mana sih pikiranku? Aku meradak ke tempat Hanya, memelintir telinganya. "Oi, jadi kau ikut buat bermalas-malasan?"

"Sakit tahu!" Hanya balas menempeleng kepalaku. "Aku sedang berpikir nih."

"Berpikir apa, heh?" balasku ketus.

"Berpikir tentang, kenapa kalian begitu naif. Mana bisa jejak bubuk mesiu sekecil itu dicari pakai kaca pembesar."

"Maksudmu kami tengah bermain-main?!"

Bugh! Gedebuk!

Demi mendengar suara ambrukan dan mencium bau pergelutan, teman-teman pun menoleh. Hah?! Noura terbelalak. Dia tergesa-gesa berdiri di antara aku dan Hanya yang kubanting ke bawah, lantas memukul lantai sebanyak tiga kali.

"Satu! Dua! Tiga! Yak!" Noura mengangkat tanganku. "Pemenangnya adalah Alsenon!"

"Senon! Senon!" Yang lain tepuk tangan.

Mimosa dan Chausila menatap sedih kami yang memparodikan gulat tinju, saling tatap. "Pulang yuk?" ajak Mimosa.

Chausila mengangguk. "Ayo. Jengah aku."

"LUMINOL!" Hanya berseru. "Kalian tidak bisa menggunakan kaca pembesar. Tak semudah itu. Gunakanlah luminol." Dia merogoh saku, mengeluarkan sebuah botol yang masih bersegel. "Aku membawanya."

"Apa itu luminol?" Cielo mengernyit.

Aku mengelus dagu (tak merasa bersalah membanting Hanya). "Maksudmu larutan yang menghasilkan kemiluminesensi yang sering digunakan para detektif untuk mendeteksi darah kecil di TKP? Kenapa tidak bilang dari tadi sih? Kan aku tak perlu sampai memukulmu barusan."

"Kau tahu kegunaannya tapi tidak tahu namanya?" Hanya menatapku sengit.

Aku mengangkat bahu. "Tidak semua hal disebutkan di film. Kau tau dari mana?"

"Tentu saja aku riset," dengusnya.

"Tapi apa itu berhasil? Bukannya luminol cuma berlaku pada darah?" tanya Serena.

"Kita tak tahu kalau tak mencoba. Bisa jadi ada sidik jari pelaku di lantai, tapak sepatunya, atau apalah kek gitu."

"Kalau begitu cepat tuangkan! Di film kriminal mereka membutuhkan lampu UV, kan? Untung aku bawa satu jaga-jaga." Abigail menyerahkan lampu warna biru.

"Nice!" Aga mengacungkan jempol.

Kami pun segera menuangkan cairan luminol kemudian menyalakan lampu UV, mulai menyisir lantai rooftop sekali lagi.

Coba tebak apa yang kami dapatkan.

Tidak ada bubuk mesiu sama sekali!

Aku mengatupkan rahang. Jika begini ceritanya, dengan kata lain pelaku tidak menembak Graciana di sini. Then where?





[END] Auristella is DeadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang