"Kalian ke sini cuma untuk menjitakku?" Hanya merengek, menunjuk kepalanya yang benjol berkat pukulan kasih sayang dari Cielo.
Kami sudah keluar dari Klub Memanah—aku sih yang maksa. Berada di dalam sana membuatku tidak nyaman. Daripada resah berkepanjangan bikin mereka canggung, lebih baik keluar kan.
Aku yakin aku mendengar suara Auris. Aku takkan melupakan spektrum suara cewek psiko gila itu. Apakah dia salah satu anggota klub panah? Kentara sih. Dia dapat menembak secara akurat kepala Gracia dari jarak jauh.
Pasti di antara mereka berlima... Tapi entah kenapa mereka terlihat normal-normal saja.
"Jadi, ada apa? Kenapa mencariku?"
"Ini nih Abigail, gak bisa dihubungin. Kau gak merasa aneh? Abigail jarang bolos. Kalaupun mau bolos, dia pasti selalu izin sakit dan bilang ke kita. Aku khawatir dia kenapa-kenapa."
Aku menatap Serena yang risau. Mereka tak mau kehilangan teman lagi. Sama sepertiku.
Kuusap pelan lengannya, tersenyum tipis. "Dia akan baik-baik saja. Kita tinggal mencarinya."
"Memang kau tahu di mana Abigail?" tanya Aga.
Ya mana aku tahu. Kami juga tidak tahu apakah Abigail memasang aplikasi 'Find My Phone'. Aku menatap Hanya. Mungkin dia punya solusi...
Menyesal aku mengharapkan Hanya. Cowok itu sibuk memperhatikan Kak Hoshia bersama teman-teman klub panah yang keluar dari ruangan, perlahan menjauh setelah tersenyum kecil pada kami. Membahas tentang apalah itu.
"Oi, bisa fokus sama Abigail gak sih?"
Hanya diam tak menjawab. Dia memperhatikan gantungan kunci yang tergantung di salah satu ransel dari enam orang itu. Stabilo bintang.
"WOI!" Aku menabuh punggungnya.
"Apa sih?! Santai dong! Aku dengar kok."
"Kita harus mencari Abigail."
"Iya, iya. Sewot banget deh kalian." Hanya mengeluarkan ponselnya, mencoba menghubungi Abigail. Kami terperangah tak percaya karena gadis itu mengangkat panggilan Hanya.
Cielo mendorong Hanya, mengambil alih ponsel Hanya. "Eh, hei, kau di mana? Dari tadi kami meneleponmu gak diangkat, kok giliran Hanya yang manggil diangkat? Kau suka Hanya ya—"
Sambungan telepon terputus sepihak.
"K-kau ini apa-apaan sih, Sasaya?! Lihat! Lilith kan jadi ngambek! Ah, dasar kekanakan."
"Oho! Kegagapan itu patut dicurigai!"
Aga cemberut. "Abigail suka Hanya?"
Serena menepuk dahi. "Tolonglah, serius dikit."
Ya ampun... Aku mengabaikan teman-temanku yang berseteru, tidak tertarik ikut campur. Tak sengaja aku menatap lantai, memicing. Selembar foto jatuh di dekat kaki Hanya. Foto apa tuh?
Aku memungutnya. Itu foto Kak Hoshia dan Kak Alpha yang pernah dia tunjukkan tempo lalu.
Sepertinya Kak Hoshia menjatuhkannya.
*
Di mana Abigail? Tentu saja di kawasan Pisces Blok H23! Dia telah mendapatkan petunjuk besar, tidak mungkin dia membuang-buang waktu. Abigail sengaja tutup mulut sampai dia selesai memastikan analisis tunggalnya.
"Permisi, Buk, apakah anda pernah melihat bangunan aneh di sekitar sini? Semacam rumah tidak terawat." Abigail bertanya sopan pada warga yang hilir-mudik di wilayah sana.
Beliau menggeleng dan berlalu usai Abigail mengucapkan terima kasih. Dia terus melakukan itu setiap bertemu warga setempat. Seperti kata pepatah, 'malu bertanya sesat di jalan'.
Sekitar sepuluh menit, akhirnya dia temukan sosok warga yang bisa memberi petunjuk jalan.
"Ah, aku ingat! Ada! Ada tempat seperti itu!"
Abigail menyimak dengan antusias.
"Awalnya pondok kayu itu hendak dirubuhkan untuk pembangunan ulang, tapi entah kenapa penghancuran itu dibatalkan. Alasannya seorang gadis SMA menyewa dan tinggal di sana. Dia selalu pulang pukul sebelas malam. Kami pikir tidak wajar gadis remaja pulang di jam segitu."
Tidak salah lagi, itu pasti Auri! Dia sengaja bergerak pada dini hari supaya tidak ada warga yang curiga dengan tindak-tanduknya.
"Apa anda tahu di mana lokasi pondok itu?"
*
Setelah mendapatkan apa yang dia inginkan, Abigail segera berangkat menuju arah pondok reyot yang disampaikan oleh warga tadi. Kini sudah jam dua siang. Dia mesti bergerak cepat.
"Kutemukan kau, Aurisinting," seringai Abigail, berdiri gagah di depan 'markas' Auristella.
Toleh kiri-kanan, memutari pondok, mengintai segala arah, memastikan tidak ada cctv, tanpa ABCD Abigail langsung masuk ke dalam.
Kriet. Pintu tua mengeluarkan decitan.
Semua mata orang yang melewati jalan ini pasti tertipu. Dari luar terlihat seperti pondok kotor yang tidak layak dihuni, namun lihatlah di dalamnya! Furnitur, perabotan rumah, bahkan interiornya seperti hotel bintang lima.
Arelin... Bukan. Auristella yang kaya raya pasti tidak kesulitan menyulap pondok reyot itu menjadi tempat tinggal yang nyaman untuknya.
Abigail terus menyusuri dengan hati-hati dan mata yang waswas terhadap sekitar. Tak pelak lagi sih, pondok ini persembunyian Auristella.
Bagaimana tidak? Dari ujung ke ujung, benda yang ada di sekeliling Abigail berbentuk bintang. Kenapa gadis psikopat itu terobsesi dengan bintang sih? Riddle yang dia berikan juga berhubungan dengan bintang. Membingungkan.
"Ng? Bau menyengat apa ini?"
Jika menuruti hati, Abigail ingin mencari tahu sumber bau yang menusuk hidungnya itu. Tapi entah kenapa instingnya menyuruhnya agar belok kanan. Baiklah. 'Hati' Abigail mengalah.
Sebuah ruangan menyambutnya di ujung lorong nan pendek. Abigail menelan ludah. Tangannya meraih gerendel, perlahan membukanya.
Kejutan! Tidak ada apa pun di ruangan tersebut. Tidak ada perkakas rumah tangga, properti, atau semacam itu. Ruangan itu benar-benar kosong melompong selain tirai merah marun yang menutupi segala sisi ruangan dan lampu.
"Dih. Harusnya aku mengikuti kata hatiku—"
Selembar foto jatuh dari dinding. Huh? Abigail membungkuk mengambilnya. "Lho, foto Hanya?"
DEGH! Tunggu.... Jangan bilang?!
Abigail menyibak gorden-gorden yang menutupi dinding. Semuanya. Tak terkecuali. Seketika jantungnya berdetak kencang, membeku di tempat. Perasaan merinding teramat mulai merongrongnya dari dalam membuatnya sulit untuk bernapas. Ini... ini obsesi yang berbahaya.
Pada permukaan dinding yang luas, terbentang lautan foto keseharian Hanya. Dia yang tidur di ruang osis, makan di kantin, nongkrong sama Abigail dan yang lain, dihukum lari di halaman, mengobrol dengan Kak Ingin di rumahnya...
Sementara itu di sisi kiri dinding adalah foto kegiatan sehari-hari Abigail dan teman-teman. Noura, Mimosa, Chausila, Gracia, dan yang lain. Terdapat tulisan besar di tengah-tengah foto.
Singkirkan semua orang yang ada di dekat Hanya-ku. Dia milikku seorang. Tidak ada yang boleh menyentuhnya selain aku. Bunuh. Bunuh.
Terutama Alsenon. Aku harus membunuhnya.
Hoek! Abigail tak kuasa menahan mual.
"Apa-apaan... si gila fanatik ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Auristella is Dead
Mystery / Thriller[Thriller, Friendship & Minor Romance] Aku menemukan sebuah pesan yang kuyakini seorang murid di SMA-ku akan melakukan tindak bunuh diri. Masalahnya, aku atau siapa pun di sekolah ini tidak tahu siapa dia sebenarnya. Aku tidak mau ada tragedi terja...