33. Korban Keempat Fiks

122 50 55
                                    

Lima belas menit berlalu sejak Noura pergi. Tak ada yang bisa kami lakukan selain duduk sambil memelototi layar ponsel, menunggu kapan Noura mengirim pesan ke grup WA.

"Ini terlalu lama. Aku akan menyusul Noura!" seru Abigail gemas dengan keheningan.

Aga mengangguk, berdiri. "Aku ikut."

Dilema. Seharusnya aku tidak membiarkan Noura pergi sendiri, tapi aku bisa apa? Perkataan Noura tidak sepenuhnya salah. Kalau kami pergi bersama menemui dua murid yang menemukan tas gitar itu, Auri bisa-bisa mengincar nyawa mereka. Pilihan yang sulit.

"Kalian berdua tenanglah dulu," celetuk Cielo menghela napas panjang. Dia mengeluarkan botol minuman pocari, hendak membuka segelnya. Haus. "Kalau Noura nggak juga ngechat sepuluh menit lagi, baru kita susul..."

Grep!

Kami semua tahu kalau Hanya itu sableng. Dia tukang tidur, pemalas tingkat akut, selalu mengeluh karena jabatannya sebagai ketua osis dan jarang bekerja dengan benar. Dia juga pasrah dipukuli oleh teman-temannya karena baginya merepotkan membela diri.

Lantas, ada apa dengan Hanya yang wataknya seperti itu mencengkeram tangan Cielo dengan sorot mata serius? Aku menelan ludah. Apa-apaan arti tatapan tajam itu?

"Apa? Mau bogem?" Cielo mengangkat tinju.

"Dari mana kau dapat minuman ini?" tanya Hanya menunjuk pocari yang dipegang Cielo.

Aku, Aga, Serena, dan Abigail saling tatap.

Cielo mengedikkan bahu. "Entah. Itu ada di mejaku sejak pagi. Memangnya kenapa?"

"Aishhh! Dasar kau ini. Bagaimana bisa kau mau minum pemberian orang asing?" Abigail geleng-geleng kepala. "Apa kau anak kecil?"

"Selagi itu untukku, ngapain dibuang."

Aku manyun. Ini parah ini. Aku tak tahu selain Serena masih ada satu orang lain yang punya sifat ceroboh, berprinsip sederhana.

"Botolnya terbuat dari kaca. Itu kemasan terbaru, ya?" gumamku, menatap pocari yang dipegang Hanya. Entahlah dia sedang memikirkan apa. Wajahnya jadi datar begitu.

Prang!

Tanpa peringatan atau izin dari pemilik minuman, Hanya membantingnya ke lantai.

"Oi! Apa yang kau lakukan? Itu minumanku!" seru Cielo melotot jengkel. Sebenarnya aku juga sebal dengan tindakan Hanya. Aku tidak terbiasa karena dia tiba-tiba jadi pendiam.

"T-tunggu... Lihat!" Serena menunjuk pocari yang Hanya lempar. Asap mengepul dari cairan yang tumpah. "I-isinya telah diubah."

Wajah Cielo berubah pucat. "A-apa itu?"

Aku menatap Hanya. Dia menyentuh dagunya. "Apa maksudnya ini, Han? Kau tahu sesuatu?"

"Isinya diganti menjadi HCL. Kau tadi juga dengar kan, Sen, vending machine tempat Sasaya suka membeli minuman milik sekolah rusak. Aku rasa Auris yang meletakkannya di meja Sasaya. Karena kita sedang repot dengan rumah Serena yang dibobol lalu saksi yang akan ditemui Noura, penjagaan kita berkurang. Auris memanfaatkan kegelisahan kita untuk menyerang," jelasnya sekenanya.

HCL alias hydrochloric acid. Dengan kata lain asam klorida. Aku dengar jika tak sengaja meminumnya akan menyebabkan kerusakan yang parah pada jaringan tubuh, sakit perut hebat, nyeri dada, dan muntah darah. Di beberapa kasus tertentu ada yang tewas.

I-itu artinya... Kalau Hanya tidak mencegah Cielo meminumnya, kalau Hanya tidak tahu, Cielo pasti sudah mati beberapa menit lalu.

"Tunggu! Itu larutan asam, kan?! Kenapa botolnya tidak pecah?" Abigail bertanya.

Hanya bersedekap. "Larutan asam memang menghancurkan beberapa benda, tapi tidak semua benda hancur olehnya. Contohnya bebatuan, kaca, mineral, plastik, mereka tidak terpengaruh oleh asam. Ketahuan nih kalian tidak menyimak materi Kimia. Coba kalian perhatikan di laboratorium, semua peralatan terbuat dari kaca untuk keamanan pelajar mengotak-atik kumpulan air keras."

"Ya deh yang pintar. Aku hanya rengginang." Abigail menggerutu, tidak bisa menyanggah karena penjelasan Hanya (sepertinya) benar. Jarang-jarang cowok itu pamer kepintaran.

"Sebentar... Ini..." Hanya berpikir keras.

Aku mau bertanya, tapi ponselku bergetar. Mataku terbelalak. "Guys! Noura ngechat! Dia berhasil mendapatkan tas gitar itu!"

"Oh ya? Kalau begitu kita langsung ke sana."

"Tunggu, semuanya!" Langkah kami berhenti melihat Hanya berkeringat. Wajahnya pucat. "Aku memikirkan ini sejak lama, tapi apa alasan Gracia pergi ke rooftop? Chausila menemukan surat teror Auris di sepedanya dan kematiannya identik dengan sepeda. Lalu Mimosa mendapatkan surat itu di kotak pos tempat dia sering melihat anak-anak, dan bagian tubuhnya diselundupkan di sana."

Kami menyimak dengan tegang.

"Bagaimana... bagaimana kalau Gracia menemukan surat itu di rooftop? Bagaimana jika tanda kematian teman-teman kita berhubungan kuat dengan lokasi mereka menemukan surat teror Auristella?"

"Noura mendapat surat Auri lewat perantara dua murid itu, kan?" Cielo menatapku.

Lengang sejenak. Firasatku tidak enak.

"KITA HARUS CEPAT KE STASIUN!"

*

Kami sampai dalam lima menit karena berlari sekuat tenaga. Aku mendesah lega melihat Noura baik-baik saja. Dia sedang mengobrol dengan para saksi di kursi tunggu sambil menenteng tas gitar. Fyuh! Syukurlah, tidak terjadi apa-apa. Aku benar-benar panik tadi.

*Kereta menuju XXX akan datang. Harap jangan berdiri melewati garis pembatas...*

Hanya menatap speaker di langit-langit stasiun. Sebagian penduduk yang berada di sana tidak mendengar ocehan peringatan itu.

"Terima kasih atas kerja sama kalian," pamit Noura, melambaikan tangan pada kami. Dia menyengir, mengangkat tas gitar itu. "Aku berhasil mendapatkan petunjuk!"

"Dasar si Noura itu." Cielo mengelap keringat yang menetes. "Bikin kita khawatir saja."

Kepala kereta tampak mendekat.

Aku salah menduga semua berakhir baik-baik saja. Aku salah merasa lega beberapa saat lalu. Aku salah berpikir tidak ada yang terjadi.

Satu dari dua orang yang berbincang dengan Noura, mendadak berdiri dengan air mata berderai. "Maafkan kami, sungguh maafkan kami... K-kami juga tak punya pilihan lain... K-kami ingin hidup. Kami tidak mau mati..."

Noura menoleh ke belakang. "Ya?"

Secepat kilat, dia menarik tangan Noura lalu mendorongnya. Noura pun terjatuh ke rel. Aku dan yang lain membelalakkan mata.

CRAATT—!!

Kereta yang masih dalam tahap penurunan kecepatan, melindas tubuh Noura. Darah mencoret bagai air pancur, menyiram warga yang berdiri di dekat kereta api, menyembur wajah mereka, memercik ke kakiku.

"Maafkan kami... Maafkan aku... Huhuhu..."

Korban keempat adalah Noura.




[END] Auristella is DeadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang