Bab 1 - Sedikit Kacau

4K 277 17
                                    

⚠️content warning + harsh words⚠️

Happy reading (⌒o⌒)

"Terkadang malam bisa menjadi musuh terburuk untuk mengacak-acak pikiran

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Terkadang malam bisa menjadi musuh terburuk untuk mengacak-acak pikiran."

- Elegi Nabastala Bab 1 -

***

Suasana ruang kelas dua belas IPS 1 kali ini terbilang jauh lebih sunyi dari biasanya. Terlihat para murid yang tengah fokus pada selembaran soal dan juga selembaran kertas jawaban di atas meja masing-masing. 

Sementara para murid mengerjakan, guru pembimbing di bidang Matematika itu tak kunjung hentinya berkeliling dan menatap ke seluruh penjuru kelas untuk sekadar memastikan bahwa semua murid mengerjakan ulangan dengan seksama tanpa ada kecurangan sedikit pun.

Waktu menunjukkan pukul setengah sepuluh kurang sepuluh menit. Sudah hampir dua jam mereka mengerjakan soal, namun hingga detik ini masih belum ada satupun murid yang mengumpulkan. 

"Bel bunyi, Ibu nggak akan terima lembar jawaban lagi. Jadi sebisa mungkin dikerjakan dan dikumpulkan, selesai tidak selesai." Wanita yang memakai kemeja batik itu menginterupsi. 

"Baik bu," jawab sebagian murid. 

Di meja tengah barisan ke dua dari belakang, terlihat Candra Tanukala yang berusaha mengingat rumus dari soal terakhir. Kening cowok itu berkerut dalam dengan bibir yang berkomat-kamit. Ingatannya berusaha untuk menemukan rumus yang semalam dipelajari. 

Dalam duduknya, Tanukala terlihat sangat gugup. Terlihat dari kakinya yang sama sekali tidak bisa diam, juga telapak tanganya yang digenggam erat hingga gemetar. 

Saat ia kembali melihat soal, tiba-tiba saja tulisan pada soalnya itu memburam. Sontak Tanukala mengerjap berulang kali. 

"Bentar, sedikit lagi." gumamnya dalam hati. 

Dengan satu tarikan napas ia secara perlahan mulai menulis jawaban di soal terakhir.  Terpaksa Tanukala tidak menuliskan rumus di nomor sepuluh. Ia hanya mengisi ala kadarnya, sesuai dengan perasaan, memasuki nilai lalu menghitungnya. 

Masalah salah atau benar, itu urusan belakangan. 

Dan tepat beberapa menit kemudian, bel istirahat mulai berbunyi.

"Hitungan ke sepuluh tidak dikumpulkan, ulangan harian matematika kalian di semester ini akan Ibu kurangi sepuluh poin," ancamnya sang Guru. 

Detik itu juga, semua murid mulai bangkit dan beranjak mengumpulkan soal beserta lembar jawabannya. Tak terkecuali Tanukala. Dengan perasaan yang sedikit  ragu, mau tidak mau ia mengumpulkan lembar jawaban miliknya. 

Elegi Nabastala [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang