Bab 7 - Tentang Rumah dan Isinya

1.5K 193 31
                                    

⚠️ tw//family issues + harsh words⚠️

Happy reading (⌒o⌒)

"Ini bukan tentang si anak yang egois, tapi ini tentang si anak yang ingin mendapatkan kenyamanan saat pulang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ini bukan tentang si anak yang egois, tapi ini tentang si anak yang ingin mendapatkan kenyamanan saat pulang."

- Elegi Nabastala bab 7 -

Pintu mobil berwarna hitam itu terbuka menampilkan sosok Tanukala. Secara perlahan ia turun dari mobil. Hari ini sang Papa melarang Tanukala untuk mengendarai motor mengingat kejadian semalam yang baru saja Tanukala alami.

Dengan langkah tertatih sambil sesekali meringis tertahan Tanukala melangkah. Langkahnya terlihat pincang. Gelenyar rasa perih semakin terasa menyakitkan dan berdenyut dikala celana coklat panjang itu bersentuhan langsung dengan kulit betisnya.

Atensi semua murid yang baru saja tiba di depan sekolah langsung tertuju ke arah Tanukala. Beberapa dari yang lain langsung berbisik satu sama lain kepada teman-temannya. Tak apa, Tanukala tidak peduli akan hal itu, biarkan saja.

Saat tiba di koridor yang terlihat sudah ramai, Tanukala langsung disuguhi oleh tatapan prihatin semua murid. Maklum, manusia zaman sekarang memang sangat hobi berekspresi secara berlebihan.

Sementara ia melangkah di koridor, tidak jauh dari belakangnya sudah ada Bastara yang bersiap untuk mengejutkan Tanukala. Namun, ia mengurungkan niat saat melihat sahabatnya kesulitan melangkah.

Tanpa pikir panjang, Bastara menghampiri lalu langsung mengambil tangan Tanukala untuk kemudian ia papah sahabatnya itu.

Sontak Tanukala tersentak, kedua matanya membulat sempurna.

"Nggak usah kaget gitu kali, ini masih pagi ya kali lo mau anggap gue dedemit," celetuk Bastara.

"Ya gimana nggak kaget, minimal nyapa kek! Yang bener aja Bas."

Senyum pemuda bermata sipit itu langsung merekah tertampil pada wajanya.

Sementara di sebelahnya Tanukala hanya bisa geleng-geleng kepala. "Btw, gue bisa jalan sendiri," katanya.

"Ya emang, siapa bilang lo lumpuh? Tapi mikir lah, lo jalan selambat ini mau sampai kelas jam berapa bro? Sementara kelas kita aja ada di lantai tiga. Lo mau naik tangga sambil ngesot?" tukas Bastara.

Tanukala hanya menyengir kuda. Benar juga yang dikatakan oleh Bastara. Alhasil ia terima-terima saja dipapah oleh sahabatnya.

Tak lama kemudian Naskara muncul di sebelah kanan Tanukala.

"Kenapa nggak telepon semalem kalau lagi kesusahan?" tanya Naskara to the point.

"Ha?" Tanukala menatap bingung. Naskara menatap ke bawah kaki Tanukala.

"Oh. Nggak papa sih, cuma sedikit doang sakitnya. Ntar juga ilang," balas Tanukala dengan enteng.

"Gara-gara nilai ulangan lagi?" Tanukala langsung mengangguk kecil.

Elegi Nabastala [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang