Bab 16 - Ramai yang Mencekik

1.4K 185 42
                                    

⚠️trigger warning⚠️

Happy reading (⌒o⌒)

"Selamat berdamai dengan temaram malam yang dipenuhi oleh pikiran ramai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Selamat berdamai dengan temaram malam yang dipenuhi oleh pikiran ramai." 

— Elegi Nabastala Bab 16 —

Sederhana nya tentang merelakan adalah mengikhlaskan. Namun, ada satu hal yang sulit untuk dilakukan ketika perpisahan datang tanpa diduga, kata ikhlas akan sulit untuk diucapkan. Terlalu banyak penyesalan yang tak sempat diucapkan.

Dan itu semua sedang dirasakan oleh ketiga sahabat Bastara. Khususnya Naskara.  Sudah dua hari sejak Bastara pergi, cowok itu masih mengurung diri sambil merutuki diri sendiri di kamar Bastara.

Entah bagaimana, tapi yang jelas Naskara jauh lebih kacau. Isi pikiran Naskara sering sekali mendadak ramai. Terkadang ia merasa ada banyak orang yang memerhatikannya dengan tatapan iba, suara berisik sirine ambulans yang sering berdenging tak tentu arah, dan suara memekak yang menyalahlan dirinya sendiri atas kepergian Bastara.

"Nas, buka dulu ya pintunya? Ayo ngobrol sama Papa tentang banyak hal."

Sudah berulang kali Jerlando membujuk Naskara untuk membuka pintu kamarnya, tapi sayang usahanya itu masih belum membuahkan hasil.

Ingin membuka paksa pintu kamar, tapi ternyata Naskara menutupnya dengan lemari besar sehingga membuat Jerlando sulit untuk masuk.

"Nas, please. Izinin Papa ngobrol sama kamu, jangan dipendam sendirian, ada Papa di sini," ucap Jerlando. Masih tidak ada balasan dari empunya.

Di dalam kamar sendiri, tubuh Naskara meringkuk di dinginnya lantai sambil menangis. Bibirnya pucat, matanya merah sembab, dan wajahnya terlihat tirus.  Selama dua hari Naskara hanya mengunci diri.

"Bas masih ada di rumah sakit, Bas belum pergi kemana-mana." Cowok itu bergumam lirih.

"Bas.. pasti pulang ke rumah."

Terdengar suara dering telepon yang nyaring memenuhi ruang kamar. Ponsel cowok itu tergeletak tepat di samping wajahnya, namun Naskara tidak memiliki niat untuk mengangkat. Naskara masih membutuhkan waktu.

Tok! Tok! Tok!

Pintu kamar kembali diketuk oleh Jerlando.

"Oke kalau kamu nggak mau ngobrol sama Papa, tapi tolong izinin Papa masuk. Papa punya segudang cerita tentang Bas, Nas," ujar Jerlando.

Pup mata Naskara bergerak merespon suara sang Papa.

"Bas punya segudang cerita yang dititipin sama Papa tentang kamu, Nas. Jadi... tolong izinin Papa masuk."

Naskara merubah posisinya menjadi duduk. Ia menengok ke arah pintu. Cowok itu merasa penasaran.

"Kalau kamu mau tahu, tolong buka pintunya. Izinin Papa masuk. Setelah itu Papa akan ceritakan banyak hal tentang kamu dari Bas." Jerlando masih berusaha membujuk.

Elegi Nabastala [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang