Bab 2 - Khawatir

2.8K 245 37
                                    

⚠️Harsh Words⚠️

Happy Reading (⌒o⌒)

"Sopan dan santun dalam beretika tidak pernah pandang bulu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sopan dan santun dalam beretika tidak pernah pandang bulu. Tua atau muda, perempuan ataupun laki-laki, semua orang harus saling sopan menghargai satu sama lain."

- Elegi Nabastala Bab 2 -

Percaya atau tidak, hidup tidak hanya tentang mengejar dan dikejar. Akan tetapi, terkadang hidup juga bisa tentang patah dan tumbuh. Persis seperti ranting yang patah lalu kembali tumbuh.

Berkali-kali semesta mengajarkan kepada semua manusia untuk tetap bertahan walau terus dipatahkan oleh keadaan. Mengejar mimpi yang sudah direncanakan nyatanya jauh lebih membutuhkan perjuangan.

Bahkan terkadang mereka yang sudah berusaha untuk mendapatkan hasil yang terbaik pun masih sering tersandung batu besar dalam menempuh kehidupan.

Pun sama halnya yang sering dialami oleh Tanukala. Lelaki dengan tinggi nyaris mencapai 1,75 meter itu sering sekali tersandung batu besar, meskipun demikian Tanukala masih enggan untuk menyerah.

Ia memiliki tekad besar dalam melangkah, meskipun terkadang tekadnya itu sering sekali dipatahkan oleh sang Papa.

Fajar sudah menyingsing dari ufuk timur menandakan kalau hari akan segera dimulai. Waktu menunjukkan pukul enam.

Di dalam sebuah kamar minimalis yang didominasi oleh cat berawarna putih abu, terlihat Tanukala yang sudah rapi berseragam. Cowok itu tengah mematut diri di depan kaca full body seraya memakai dasi.

Setelah selesai memakai dasi dan merapikan seragamnya, Tanukala terpaku sejenak menatap pantulannya.

Wajah cowok itu terlihat sedikit tegang. Terlihat dari caranya yang sering mengerjap seraya menelan salivanya. Sesekali ia menghela napas panjang.

Kalau boleh jujur, sejak semalam perasaan Tanukala sangatlah tidak tenang. Pikirannya juga ramai menerka tipe soal yang akan dikerjakan.

Tanukala khawatir tentang ulangan harian yang akan ia hadapi. Percayalah, ini bukan tentang kekhawatirannya yang takut tidak bisa mendapatkan jawaban, tapi ini tentang hasil yang nanti akan ia tunjukkan di hadapan sang Papa.

"Lo pasti bisa, Tanu!" monolognya meyakinkan diri sendiri.

Lalu ia beranjak mengambil tas untuk kemudian melangkah keluar dari kamar.

Manik hitam cowok itu menatap ke setiap sudut di bawah. Rumah dengan lantai dua yang cukup luas ini tampak sangat sepi seperti biasa.

Elegi Nabastala [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang