THREE

12.5K 1.4K 124
                                    

|HAPPY READING|

Vote! Vote! Vote!

"Muak? Siapa yang mengajari berbicara seperti itu sayang?" Tanya Kala dengan lembut, yakali dengan emosi bisa di garang jadi babi guling sama si Nathan nanti.

"Lapen seling dengel bang Sultan bilang 'Aku muak melihatnya! Aku muak mendengal dia malah malah setiap hali!' Kaya gitu aman," cerita si bungsu dengan antusias.

Sultan sedikit gugup, bukan takut akan Kala tapi ia takut akan tatapan tajam yang abangnya layangkan untuknya.

"Ke bawah jam dua belas nanti, terlambat? Kau tau konsekuensinya," ucap Nathan datar, lalu kembali memakan makan malamnya.

"Jam dua belas itu harusnya tidur, ngapain kebawah?" Tanya Kala tak mengerti.

"Bukan urusan paman. Lebih baik nanti paman bersiap, besok kita akan mendatangi rumah duka orang yang menolong paman. Karena paman, orang tak bersalah itu harus meregang nyawanya. Kenapa ngga paman aja yang mati?" Ucap Nathan tanpa beban.

Tak ada jawaban, Kala menundukkan kepalanya lalu beranjak dari kursinya.

"Bang Nathan jahat ishh! Aman Ala nangis itu!" Tunjuk Raven pada Kala yang sudah berlari menuju kamarnya.

"Menangis?" Tanya Nathan lalu diangguki oleh Raven.

"Biarin aja kenapa sih? Paling juga cuman drama!" Ucap Sultan kesal.

"Segera selesaikan makan kalian. Sultan jangan lupa nanti malam!" Nathan beranjak dari kursinya menuju kamar Kala, ia harus memastikan sesuatu.

Nathan membuka pintu kamar Kala yang tidak terkunci, bisa ia lihat pamannya yang merebahkan tubuhnya diatas ranjang dengan selimut menutup seluruh tubuh dari ujung kaki hingga ujung kepala.

Sedangkan didalam selimut pikiran Kala benar-benar kalut, haruskah ia besok melihat keluarganya? Ia takut ia berbuat lebih.

Membayangkan ia melihat rumah terakhir tubuhnya dulu saja ia tak kuasa. Ia tak akan sanggup melihat dan menerima bahwa dirinya telah tiada.

"Hiks..."

Nathan membuka selimut Kala, terlihat wajah memerah Kala yang berlinang air mata.

Kala menatap Nathan dengan sendu, "Gendong hiks..." Bodoamat dengan image, untuk sekarang Kala butuh pelukan dan ketenangan.

Nathan tak menolak, entahlah ia tiba-tiba saja menggendong tubuh pamannya yang tidak terlalu besar bahkan dia mengelus punggung pamannya agar lebih tenang.

Kala menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Nathan yang sangat wangi. Kala menangis sesenggukan dan mendekap erat bahu tegap milik Nathan.

"Ughh... hiks..."

"Ingat asma, jangan terlalu berlebihan," ucap Nathan sembari berjalan keluar kamar menuju kamarnya.

Banyak hal random yang Nathan pikirkan tentang Kala. Paman yang biasanya ia bentak dan ia caci. Paman yang biasanya selalu membuat wajah marah dan memiliki sifat otoriter, kini menjadi se menggemaskan ini?

Fyi, walaupun wajah Nathan terlihat angkuh namun sebenarnya ia tak tahan dengan yang comel-comel.

"Cih drama!" Sultan yang masih berada di meja makan melihat Kala di gendong Nathan tentu saja kesal.

"Dih olang ili! olang ili! Dadah mau ke aman Ala yang comel!" Ucap Raven dengan suara cadelnya pada Sultan sembari meninggalkan Sultan sendiri di meja makan.

Walaupun umurnya masih sembilan tahun dan masih cadel, Raven tipikal anak yang pintar dan tau keadaan. Bahkan bisa dibilang ia tau tentang apa saja yang terjadi pada keluarganya.

Raven memasuki lift lalu menekan tombol tiga, ia mau menyusul pamannya yang diculik abangnya.

Tak lama, akhirnya pintu lift terbuka. Dengan kaki kecilnya, Raven keluar dari lift menuju kamar abang pertamanya.

Membuka pintu, dan Boom! Pemandangan yang luar biasa!

"Aaaa! Aman Ala jadi comel skaliii!" Heboh Raven saat melihat mata sembab Kala yang sedang menatapnya, apalagi Kala yang masih berada digendongan Nathan membuatnya semakin terlihat menggemaskan.

Kala menenggelamkan wajahnya kembali ke ceruk leher Nathan malu, "Hiks... Kala malu hiks..."

"KYAAAA MAU NDONG AMAN ALA JUGAAA!" teriak Raven lupa bahwa tubuhnya masih mungil.


TBC!

Suka?



KALVIN ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang