TWELVE

6.9K 797 28
                                    

|HAPPY READING|

Vote! Vote! Vote!

Tandai bila typo!

Air matanya tak berhenti mengalir menatap kepergian Bryan. Kala benar-benar merasa gelisah dan merasa tak rela bila harus berpisah walaupun hanya sementara.

Punggungnya terus saja di usap pelan oleh Elle agar ia merasa tenang melepas kepergian Bryan keluar kota.

"Ayo kita masuk, jet nya udah jauh," ucap Ken menyuruh Kala dan sang istri masuk kedalam mansion setelah melihat Bryan sudah pergi dengan jet pribadi milik Ken.

"Ayo masuk," Elle menarik tangan Kala dan berjalan cepat memasuki mansion.

"Mom, sakit. Pelan-pelan jalannya, jangan di cengkeraman tangan Kala!" Elle tak mengindahkan perkara Kala, ia terus berjalan memasuki mansion menuju ruang tamu.

Brugh!

"Sekarang kau harus mengepel semua lantai di mansion ini! Jangan sampai ada satu petak pun yang tertinggal!" Elle menatap tajam Kala yang sudah terduduk menatap Elle terkejut penuh tanda tanya.

"Maksudnya apa mom-"

"JANGAN PANGGIL AKU DENGAN SEBUTAN ITU LAGI! PANGGIL AKU NYONYA! CEPAT KERJAKAN SAJA APA YANG AKU PERINTAHKAN! JANGAN PERNAH BERNIAT UNTUK KABUR!" Elle pergi ke arah belakang, ia mengambil alat pel.

Brak!

"Cepat kerjaan! Jangan menjadi lemah! Cih, aku tak akan memberikan belas kasihan padamu! Ayo mas kita ke kamar," Elle menarik lengan suaminya meninggalkan Kala yang meringis sakit saat tubuhnya dilempari ember dan alat pel.

Kala menatap nanar sepasang suami istri yang biasanya ia panggil daddy dan mommy. Inikah akhirnya? Pada akhirnya orang-orang akan menorehkan luka padanya.

Dengan tertatih Kala berdiri dari duduknya, ia berusaha tersenyum. "Ini kan yang kalian mau? Aku akan melakukan apapun yang kalian pinta, sampai waktunya tiba."

Kala dengan telaten mengepel seluruh lantai mansion, lelah? Tentu saja! Entah berapa hektar luas mansion ini!

Para pekerja mansion hanya bisa menatap kasian Kala yang sedang membersihkan lantai itu. Ingin membantu dan menolong pun tak berani, pekerjaan mereka taruhannya.

Akhirnya selesai, Kala mendesah lelah, ia terduduk di kasur keras yang katanya kamar barunya. Kamar yang letaknya paling ujung di deretan kamar pembantu.

Akhirnya setelah hampir tiga jam mengepel lantai, Kala selesai juga mengerjakan itu. Memang terbilang lama, karena dengan keadaan tubuhnya yang tak bisa kelelahan ia harus istirahat bila kelelahan.

Kala membaringkan tubuhnya di kasur sekeras lantai itu, memandang atap kamar yang putih kusam. "Apakah aku akan mati di sini? Apakah ketiga keponakan ku mencari ku?"

Kala menghela nafasnya kasar, ia jadi teringat ketiga keponakannya. Apakah mereka baik-baik saja tanpa dirinya? Setelah bukti kebenarannya telah Ken kirim? Ah, Kala pikir tak akan ada bedanya, mereka pasti tetap membencinya.

Memilih memejamkan matanya untuk menghilangkan beban dipikirannya.

Brak!

"SIAPA YANG MENYURUHMU TIDUR HAH?! CEPAT BANTU PELAYAN MENYIAPKAN MAKAN SIANG!" teriakan itu tentu saja mengejutkan Kala yang baru saja mau menyelam dalam mimpinya.

"Mo-nyonya? Tap-"

"APA AKU MENYURUHMU UNTUK MEMBANTAH?!" Elle berjalan mendekati Kala yang masih terbaring.

KALVIN ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang