1

692 53 2
                                    

Lalisa Manoban dan Park Rosie. Hanya selalu berdua namun memiliki cukup kekuasaan disekolah.

Terlepas dari keduanya yang hidup dalam sendok emas, Lalisa maupun Rosie adalah siswi yang berani dan tidak memiliki ketakutan.

"Apa kamu mengambil power bank di negara bagian selatan?" rebut Lisa pada salah satu siswa perempuan. Choi Hana.

Jujur saja, sejak awal hingga saat ini tidak ada yang salah mengenai Hana ataupun ia yang mencari keributan dengan Lisa maupun Rosie.

Merepotkan dan lambat. Dua hal itu sudah cukup menjadi alasan tidak masuk akal yang membuat Lisa menjadikan Hana target utamanya.

"Maaf, Lisa-ya. Aku-"

"Apa aku temanmu? Berhentilah memanggilku dengan akrab, brengsek" kata Lisa. Rosie meringis mendengar umpatan dipagi hari. Ia bahkan belum mendengar doa pagi namun  telinganya sudah tercemar dengan mulut busuk sahabatnya.

"Hana-ya, pergilah" kata Rosie. 

Lisa mendecih. 

Keduanya sekarang sedang membolos. Tidak ada guru. Hanya tumpukan tugas sebagai pengganti rapat. Jam pertama adalah matematika. Siapa yang mau melihat angka-angka pada pagi hari? Yang benar saja.

Rosie mengeluarkan rokoknya, ia menawarkan pada Lisa.

"Lisa-ya, aku tidak menyukai guru sejarah yang baru" kata Rosie dengan menyalakan pemantik.

Lisa menunggu dan setelah rokok Rosie menyala. Ia mendekat. Meminta api dari rokok Rosie.

"Memangnya kenapa?"

"Dia mesum" kata Rosie.

Lisa tertawa pelan, "Benarkah? Apakah kamu pernah dilecehkan?"

Rosie menggeleng dan menatap halaman sekolah yang sepi. Keduanya menyandarkan tangannya pada pembatas rooftop.

"Jika itu terjadi, aku yang akan melecehkannya bodoh" kata Rosie yang mengundang tawa dari Lisa. Terdengar konyol namun jika Rosie yang mengatakan berarti itu akan terjadi.

"Kamu tau kenapa dia selalu otoriter saat mengajar?"

Sungguh, Rosie memang terlalu suka bergosip.

Lisa menggeleng dan mengendikan bahunya. Ia tidak peduli.

Rosie mengembuskan asap ke wajah Lisa, "Brengsek" umpat Lisa. Dan sekarang Rosie yang tertawa.

"Dia akan mengincar salah satu siswa perempuan dan menyuruhnya pulang paling akhir"

"Lalu?"

Rosie tersenyum, "Melecehkannya atau langsung memperkosanya. Entahlah"

Lisa mengernyitkan dahinya, "Bagaimana kamu tau?"

"Aku hanya menebak setelah aku melihat siswa yang keluar kelas paling akhir. Ia berjalan dengan kesusahan, mungkin dia masih perawan"

Benarkah?

Sekolahnya memang memiliki banyak kasus bully. Namun pelecehan? Sepertinya ini yang pertama.

"Itu menjijikan" komentar Lisa dengan menampilkan raut wajah jijiknya. Ia benar jijik. Jika melakukannya karena keduanya menyukainya itu tidak masalah.

Rosie mengangguk. Keduanya terdiam dan sibuk menghabiskan rokoknya. Sampai,

"Aku berpikir guru sejarah itu tidak cocok mengajar disini" kata Lisa tiba-tiba.

"Aku juga berpikir begitu"

.      .       .       .        .

Lisa dan Rosie memasuki kelas saat jam pelajaran kedua akan dimulai.

Lisa menatap bosan ke arah anak-anak kelasnya yang sangat berisik.

Dug!

"Sial"

"Maaf, Lisa-ya. Aku tidak sengaja" kata salah satu siswa yang menabraknya.

Lisa menatapnya sinis, "Setidaknya gunakan matamu dengan benar". Kemudian ia berjalan kearah tempat duduknya.

"Bukankah kamu yang tidak bisa berjalan dengan benar?"

Lisa menoleh saat suara yang ia sangat kenal dibelakangnya.

Ia menatapnya dari atas sampai bawah, "Enyahlah" kata Lisa sebelum meninggalkannya.

Jeon Jungkook. Teman sekelas Lisa yang selalu akan beradu argumen dengannya ketika Lisa bertingkah.

Jujur Lisa tidak tau mengapa Jungkook selalu menjadi pahlawan dikelas. Itu menyebalkan.

"Katakan saja jika kamu menyukainya. Tidak perlu memancing emosinya, kawan" Park Jimin yang merupakan sahabat baik Jungkook melewati Jungkook untuk pergi ke arah bangkunya.

Jungkook hanya menghela nafas pelan dan melihat kearah bangku Lisa yang berada dibelakangnya.

Jungkook kemudian duduk dibangkunya saat guru sejarah datang.

Disisi lain,

Rosie yang duduk disebelah Lisa menoleh, "Bukankah menyebalkan hanya melihat wajahnya?"

Lisa mendecih, "Diam dan makan saja makananmu"

Sekarang berganti Rosie yang mendecih. Sedangkan Lisa menyandarkan punggungnya ke sandaran bangku. Melipat tangannya didepan dada.

Ia mengamati guru sejarah itu. Wajahnya jelek dan gendut. Benar kata Rosie, menyebalkan.

Sampai,

"Ssaem!" Lisa mengangkat tangannya. Mengambil atensi guru dan seluruh siswa.

"Choi Hana mengambil buku sejarahku. Aku tidak bisa belajar sekarang" kata Lisa.

Hana yang merasa dituduh hanya bisa kebingungan. Pasalnya apa yang dikatakan Lisa memang benar. Buku sejarah Lisa ada pada Hana tapi bukan Hana yang mengambilnya, tapi Lisa yang memberikannya.

Lisa memberikan- tidak. Melemparkan buku catatannya pada Hana satu minggu yang lalu.

Jadi sekarang Hana membawakannya untuk Lisa.

"Benarkah itu Choi Hana?" guru sejarah langsung bergerak ke arah bangku Hana. Hana menatap Lisa namun Lisa hanya mengendikan bahu acuh.

"Choi Hana, jawab ssaem. Apa kamu mengambil buku Lisa?" 

Hana tidak bisa melarikan diri. Semua anak kelas sedang menatapnya, menunggu jawaban darinya.

Dan,

Hana mengangguk, "Maafkan, aku-akh!"

"Siapa yang mengajarimu seperti itu?" guru sejarah itu langsung menarik Hana berdiri dan mencubit pinggangnya. Itu seperti sudah menjadi kebiasaan guru lelaki itu.

Ia akan memarahi siswanya ketika tidak memahami materi dan tidak mengumpulkan tugas. Mencubit pinggangnya hingga menimbulkan warna keunguan.

"Maaf, ssaem. Aku b-benar-benar minta maaf" kata Hana dengan menahan ringisannya.

Itu benar-benar sakit ketika pinggangnya dicubit.

Lisa terdiam. Menatap bagaimana guru sejarah itu masih terus memarahi Hana.

Sampai,

"Pulang sekolah, tunggu ssaem dikelas ini. Kamu harus mendapat beberapa pelajaran" katanya.

Hana menatap takut pada guru sejarah. Hana memang belum pernah mendapat hukuman pada mata pelajaran sejarah. Namun bagi kalangan siswa perempuan, mereka tau semenyakitkan apa hukuman itu.

Tidak adakah yang melapor?

Mereka tidak memiliki cukup keberanian.

Jungkook menoleh ke belakang, "Kamu benar-benar jahat" katanya.

Lisa balas menatap dan mengendikan bahunya acuh.

Ia tidak peduli.

Rosie melempar kertas ke meja Lisa.

"Aku bangga padamu" bisik Rosie.

Lisa?

Tersenyum lebar.

Ia juga bangga pada dirinya sendiri.

After SchoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang