15

290 31 1
                                    

Apa yang lebih menyenangkan dari hidup Lisa saat setelah Jungkook datang mewarnai kehidupannya?

Jawabannya adalah mungkin tidak ada.

Semenjak Lisa memilih untuk melabuhkan hatinya pada Jungkook. Menyerahkan kepingan hidupnya kepada Jungkook dan menjalin hubungan dengan sebutan kekasih dengan Jungkook membuat Lisa merasa setiap harinya terus dibawa terbang ke tingginya angkasa.

Sangat menyenangkan dan nyaman.

Bahkan tanpa terasa waktu terus berlalu. Dengan semakin mengenal satu sama lain dan menguatkan satu sama lain.

"Aku tidak berpikir gambarmu akan layak dinilai, Lisa-ya" komentar Jungkook saat keduanya tengah berada dikelas dan mendapatkan tugas menggambar.

Demi Tuhan, kenapa tugas menggambar itu masih ada bahkan hingga ia sudah berusia 19 tahun?

Lisa menatap gambarnya sendiri kemudian berganti pada gambar Jungkook yang lebih dari kata bagus.

Lisa mendecih, "Kenapa milikku sangat buruk?" 

Jungkook tertawa, "Hei, itu karena kamu memang tidak berbakat dalam bidang seni. Jangan memaksakan dirimu"

Lisa memukul lengan Jungkook pelan, "Omong kosong" katanya dengan kembali meletakkan buku gambarnya diatas meja dengan kasar. 

Rosie yang menjadi teman sebangku Lisa melirik hasil gambaran Lisa dan tertawa.

"Hei Lisa, apa ini? Apakah ada bunga yang memiliki kudis di kelopaknya?" ledek Rosie dengan tertawa. Jungkook yang sedari tadi berdiri disamping bangku Lisa ingin kembali tertawa namun ia berusaha menahannya. 

Lisa melemparkan pensilnya kesal.

"Terserah" katanya kemudian pergi. Meninggalkan Jungkook dan Rosie yang saling pandang.

"Dia tidak marah bukan?" tanya Jungkook memastikan.

Rosie menggeleng, "Kamu pasti sudah sangat memahaminya, kawan"

Tentu saja. Hubungan keduanya sudah berjalan satu bulan. Bukankah tidak terasa?

Jungkook langsung saja menyusul Lisa dengan menitipkan tugasnya pada Rosie, sedangkan tugas milik Lisa ia bawa. 

Dan dimana Lisa?

Oh, ada di lapangan basket. Belakang sekolah.

Lisa duduk diatas rumput dan dipayungi dengan pohon besar dibelakangnya. Jungkook ikut duduk disebelahnya.

Lisa hanya melirik sekilas dan tidak bereaksi apapun. Bahkan saat ia tau bahwa Jungkook tengah mulai memperbaiki gambarnya.

Sampai,

"Bagaimana latihan renangmu?" tanya Jungkook masih dengan fokus pada kegiatan bergambarnya.

Lisa menyandarkan tubuhnya ke samping, pada bahu kokoh Jungkook.

"Aku rasa renang tidak cocok denganku" kata Lisa.

"Mengapa bisa begitu dan setelah hampir dua bulan?" tanya Jungkook.

Lisa menatap jemarinya.

"Aku mengalami demam setiap satu minggu sekali. Aku rasa aku tidak cukup tahan dengan dingin"

Hal itu langsung membuat Jungkook sedikit terkejut dan menoleh. Namun pergerakannya ditahan oleh Lisa. Ia sedang nyaman bersandar dengan posisi seperti ini pada Jungkook.

"Dan kamu tidak memberitahuku?" protes Jungkook.

Lisa mendecih, "Aku baru ingat"

"Omong kosong"

Lisa hanya mengendikan bahu. Tidak berminat untuk berdebat.

"Lalu kamu ingin bagaimana? Mau berhenti saja?" tanya Jungkook. Lisa kembali menghela nafas. Mungkin dulu Jungkook benar-benar akan menunggu jawaban dari mulut Lisa.

Namun sekarang ia cukup paham. Paham bahwa Lisa sudah pasti tidak akan berhenti. Jungkook mulai memahami Lisa dengan benar.

"Apa yang kamu butuhkan? Dokter pribadi? Vitamin? Aku bisa mengurusnya untukmu" kata Jungkook.

Lisa melirik jemari Jungkook yang lihai dalam menggunakan pensil. Dan gambarannya juga cukup bagus. Atau malah sangat bagus?

"Aku hanya perlu bertahan satu bulan lagi sampai perlombaan itu diadakan"

"Tapi aku bahkan tidak memiliki prestasi dalam berenang sebelumnya. Apakah menurutmu aku bisa menang?" tanya Lisa. 

Satu hal yang menurut Jungkook berubah dari Lisa. Lisa mulai berani mengatakan ketakutannya akan suatu hal. Tidak lagi seperti Lisa yang tidak mengenal takut.

"Jawaban seperti apa yang ingin kamu dengar? Penyemangat atau realitas?" tanya Jungkook dengan menggariskan kelopak bunga milik Lisa dengan lebih tegas.

"Realitas"

Jungkook kemudian menghela nafas. Ia menyerahkan gambar itu pada Lisa.

"Coba gambar dengan mengikuti garisku" kata Jungkook. Yang tanpa banyak pertanyaan langsung diikuti Lisa.

Lisa beberapa kali mengeluh karena garisnya tidak sesuai dan tidak setegas milik Jungkook. Lisa semakin menekan ujung pensilnya hingga,

Tak!

Ujung pensil itu patah.

"Sama halnya dengan apa yang kamu lakukan sekarang. Semakin kamu memaksakan maka resiko terbesar adalah kekacauan?" kata Jungkook melihat Lisa yang terdiam.

Lisa membasahi bibirnya, "Katakan sesuatu untuk menyemangatiku" pinta Lisa.

Jungkook dengan tersenyum kembali merebut gambar dari Lisa dan mulai memperbaiki kesalahan yang baru saja Lisa lakukan.

"Apapun yang akan kamu lakukan dengan resiko sebesar apapun itu. Aku yang akan memperbaikinya"

"Aku ada untukmu jadi tenang saja, sayang" kata Jungkook dengan memukul lengan Lisa pelan. Membuat Lisa tersenyum miring.

Jungkook itu cukup menawan saat sedang bertingkah tengil seperti ini.

Lisa mengangguk kemudian bangkit dan berjalan pergi. Meninggalkan Jungkook begitu saja.

Namun sebelum semakin jauh, Lisa membalikkan tubuhnya.

Ia menjadi berjalan mundur saat ini dengan tubuh menghadap Jungkook yang masih terduduk diatas rerumputan.

"Kalau begitu, aku akan terus berenang sampai bahuku patah" kata Lisa dengan mengedipkan matanya.

Membuat Jungkook tersenyum dan mengangguk. Menyetujui apapun yang akan Lisa lakukan.

.

.

.

Lisa kembali berkutat dengan air kaporit ini. Satu jam? Dua jam?

Atau lima jam?

Lisa bahkan agaknya lupa sejak pukul berapa ia mencelupkan dirinya kedalam kolam. Bahkan pelatih sudah pulang dari 2 jam yang lalu.

Lisa akhirnya memilih keluar dari kolam saat tubuhnya sudah tidak bisa menahan rasa menggigil. Ini baru pukul 2 siang. Hari Minggu Lisa adalah menghabiskan waktu untuk mencapai ambisi ayahnya.

Lisa meremat kedua tangannya saat ia semakin menggigil.

"Sialan" umpatnya saat ia meraih handuk dan baju gantinya.

30 menit kemudian.

Lisa bersiap untuk pulang namun sebuah pesan membuat senyumnya terbit.

"Aku minta maaf, tapi bisakah bapak pulang duluan? Aku akan pergi ke perpustakaan kota" kata Lisa meminta maaf pada supirnya yang sudah menjemput.

Supir itu hanya mengangguk dan pergi meninggalkan Lisa.

Lisa tersenyum saat ia sudah sendirian. Kemudian ia langsung berlari ke halte bus terdekat.

Ia akan kemana?

Menemui kekasihnya tentu saja.

After SchoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang