5. Di Luar Kosan

46 8 1
                                    

"Kay! Kayla!"

Kayla menyipitkan matanya begitu mendengar ada yang memanggilnya. Itu Henry. Ah, iya, itu si Henry. Kenapa dia bisa ada di area kampus, bahkan ada di fakultas-nya? Kayla segera menghampiri Henry yang bahkan masih berseragam putih abu, sedang duduk di atas motornya dan memasang senyum lebar.

"Akhirnya gue lihat muka lo juga setelah seharian nggak lihat kemarin." Kayla mengerutkan alisnya. Iya, sih, kemarin hari minggu dan satu hari penuh itu ia hanya melihat Barra di kos. Tak ada penghuni kos lain yang ia temui kemarin.

"Lo udah selesai kelas? Tadi gue chat lo tapi ga lo baca, Kay. Kan gue bilang mau jemput lo, ya." Henry berceloteh panjang lebar, sementara Kayla masih diam. Ia masih memproses kehadiran Henry yang tiba-tiba di tempat parkir fakultas-nya.

"Henry?"

Kayla menoleh, di sana ia mendapati Alisa, cewek jurusan sastra Inggris yang populer. Kayla tidak salah dengar, kan? Alisa yang populer memanggil Henry, si manusia tak jelas ini.

"Eh ...." Henry mengalihkan pandangannya pada Alisa yang sedang memegang helm. Henry hanya bertanya-tanya dalam hatinya, siapa gadis yang menyapanya ini. Ia lupa, jujur. "Em ... bentar-bentar, gue lupa, nama lo siapa?"

"Alisa, Hen. Astaga, gue temennya Andra, yang waktu itu di klub." Alisa tersenyum lebar, lalu mengobrol dengan Henry, sementara Kayla, dia hanya menyimak saja. Sudahlah, lagian untuk apa juga dia berdiri di sini. Kayla juga tidak perlu dijemput oleh Henry. Jadi, Kayla memilih untuk pergi saja, berpamitan pada Henry dan Alisa yang sibuk mengobrol.

"Kay, bentar!" Henry dengan motornya berjalan pelan di samping Kayla yang sedang dilanda rasa lapar luar biasa. "Gue kok ditinggalin sih, Kay."

"Naik, Kay. Kita pulang bareng. Lo nggak jawab gue dari tadi, Kay." Kayla panas sendiri, sumpah. Sekarang cuaca sedang panas-panasnya, ditambah lagi kemunculan mahkluk bernama Henry yang membuatnya ingin menghilang tiba-tiba. Telinganya bisa sakit mendengar semua suara-suara berisik dari Henry.

"Gue laper, mau makan doang. Lo balik aja sana ke kosan." Kayla kembali berjalan lagi begitu selesai mengucapkan kalimat itu kepada Henry.

"Iya, naik makanya. Gue anterin lo ke kosan, kita makan di sana. Atau kita ke warung langganan lo, deh," putus Henry. Namun, Kayla masih tak mengindahkan keberadaan Henry yang mati-matian membujuknya agar pulang bersama.

"Ini kita kayak pacaran tau, Kay, terus lo ngambek sama gue," ujar Henry dengan kekehan di akhir. Dia menghentikan motornya ketika Kayla berhenti dan menatapnya dengan tatapan ... oh, tatapan marah ya sekarang. "Tuh kan, lo marah sama gue. Jangan marah dong." Henry tertawa lagi.

Kayla melihat ke belakang ketika ada beberapa orang yang menatapnya. Sial, benar juga kata Henry, dengan Kayla yang tak menjawabnya terus, mereka akan terlihat seperti sepasang kekasih yang sedang marahan, dan si laki-laki berusaha membujuk. Dia paling tak suka jadi pusat perhatian, apa lagi dengan manusia berseragam SMA ini.

"Yaudah, kita ke warung ayam geprek. Besok-besok lo jangan nunjukin muka lo di sini lagi." Setelah berucap itu, Kayla naik ke motor Henry dan Henry melaju dengan senyum lebar.

"Gitu dong, Kay."

Mereka pun tiba di warung geprek yang ada di dekat kampus, langganan Kayla. Kayla lalu memesan ayam geprek dengan nasi. Tentu saja Henry juga memesan, tapi ayam gepreknya tidak diberikan sambal. Henry memang sangat tidak menyukai pedas.

"Itu pedas banget pasti, Kay?" tanya Henry begitu mereka mulai makan. Kayla menggeleng, tak mau menjawab karena mulutnya sedang sibuk mengunyah.

"Beneran nggak pedes?" Kayla menelan kunyahannya lalu menatap Henry yang kelihatannya begitu penasaran dengan makanan Kayla, padahal makanan mereka sama saja, hanya berbeda di adanya sambal dan tidak.

Huru-hara Satu AtapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang