Hari ini hari minggu, semua penghuni kos mpok Lela sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. Aruni, dia duduk di depan sedang menonton televisi, sambil bermalas-malasan, mengunyah snack yang ia temui di meja depan. Sementara itu, Farhan sudah keluar dari pagi-pagi betul, jogging dan berolahraga di taman dekat sini. Henry sudah bangun dan sedang memasak untuk sarapannya—dia sarapan awal sekali, begitu pikir Aruni. Kayla, masih di kamar, masih tidur. Barra sendiri, belum pulang dari malam tadi.
"Kak Henry, masak apa?" Aruni yang mencium bau masakan yang cukup asing di hidungnya mulai bertanya, tetapi matanya tetap fokus pada televisi yang menayangkan serial kartun di pagi hari.
"Mie. Kenapa, anak bontot. Lo mau?" Semenjak awal datang, ia sudah memanggil Aruni dengan sebutan 'anak bontot' atau 'bontot'. Aruni menoleh ke dapur, berdiri menghampiri Henry yang sedang mencampur bumbu mie instan.
"Mie instan? Aku nggak pernah makan mie instan, Kak," ujar Aruni membuat Henry menatapnya tak percaya. Henry mengedipkan matanya dua kali, menatap Aruni dari atas sampai bawah lalu berhenti pada wajah Aruni yang terlihat bingung. Bukan hanya Aruni yang bingung, Henry sendiri bahkan lebih bingung lagi. Bagaimana bisa ada orang yang tidak pernah makan mie instan.
"Demi apa? Sumpah lo?" Henry masih terkejut. "Mau coba nggak. Enak, Run."
Aruni mengangguk dengan semangat. Ia mengambil senduknya dan menyendukan sedikit mie instan ke dalam mulutnya. Aruni masih diam, memproses rasa mie instan yang baru di lidahnya. Sedetik kemudian, dia langsung memuntahkan mie instan di dalam mulutnya ke tempat sampah. "Ih, enggak suka. Rasanya aneh."
Henry melotot. "Aneh banget lo, udah mah nggak pernah makan mie instan, sekali makan nggak suka lagi. Lo tuh manusia paling aneh, Run." Henry benar-benar masih dalam keterkejutannya.
"Ih, enakan spaghetti, Kak."
"Hah? Mahal anjir spaghetti. Lo biasanya makan apa aja di rumah?" tanya Henry masih dengan keterkejutannya.
"Ya, makan nasi. Aku paling suka steak, Kak. Salmon juga, suka banget."
"Setik?" Henry dengan logat medoknya, membawa mie instan ke meja makan dan duduk, diikuti oleh Aruni. "Wah, nggak betul nih anak. Lo berkecukupan di rumah, tapi kenapa nggak tinggal aja di rumah lo, kenapa malah ngekos?" tanya Henry sambil melahap mie instan. Baginya, mie instan adalah makanan terenak sedunia. Iya jelas, masaknya aja gampang banget.
"Aku mau nyoba mandiri," kata Aruni dengan senyum lebarnya. Ia menampilkan tampang polosnya membuat Henry tertawa lagi. Mau coba mandiri, katanya.
"Hello, mapren, wih kalian berdua ngapain di situ? Pacaran, ya, ehe."
Henry dan Aruni menoleh ke depan pintu. Di sana, Barra terlihat bersandar pada pintu dengan senyum usilnya. Ia mengacak rambutnya lalu berjalan ke arah mereka berdua.
"Lo habis dari mana, Bar?" tanya Henry. Barra mengernyit dan ikut duduk, bergabung bersama Henry dan Aruni.
"Woi, gue ini lebih tua dari lo. Manggil yang sopan dikit dasar bocil," bentak Barra. Dia mengambil senduk dan menyenduk mie instan yang tersisa di piring Henry. "Wih, jago juga lo masak mi. Kapan-kapan masakin gue mi, ya, bocil." Barra mendorong pelan kepala Henry membuat Henry hanya memutar bola matanya. Satu yang ia ketahui, Barra mabuk.
Aruni menatap heran Barra yang mulai berjalan ke kamarnya. "Aneh banget itu batu bara."
Henry mengernyit lagi. Dari tadi ia terus dibuat kebingungan oleh tingkah Aruni, bocah yang baru masuk SMA ini. Bisa Henry tebak, Aruni tidak tahu kalau Barra sedang mabuk, dan mungkin—ini kemungkinan yang sangat konyol, sih—tapi, mungkin Aruni juga tidak pernah melihat orang mabuk, atau bahkan tidak tau penyebab orang mabuk. Anak ini polos sekali.
![](https://img.wattpad.com/cover/341287602-288-k458938.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Huru-hara Satu Atap
Novela JuvenilDapat teman kos kayak keluarga sendiri? Well, mereka lebih dari teman kos. Mari berkenalan dengan Henry si paling jahil, Kayla yang tak suka basa-basi dan introvet tingkat dewa, Aruni si polos dan anak mami, Farhan pekerja keras yang sayang adik, d...