Aruni menggenggam erat ranselnya lantas menatap sekeliling, hendak memesan ojek online. Tiba-tiba, sebuah motor berhenti di depan Aruni, dengan helm full face. Pengendara motor tersebut membuka helmnya dan tersenyum pada Aruni.
"Aruni, kan?"
Aruni menaikan alisnya dan masih menatap cengo si pengendara motor. Dia mengenali wajah pemuda di atas motor ini, tapi ia tak tau namanya. Aruni tau, ia teman Henry.
"Gue temennya Henry, Arjuna. Henry suruh gue anterin lo balik ke kos." Begitulah Arjuna memperkenalkan diri seraya mengulurkan tangannya.
Aruni membalas uluran tangan tersebut lantas tersenyum ramah. "Beneran Kak Henry suruh begitu? Masa?" tanya Aruni dengan tatapan penuh telisik.
Arjuna tersenyum canggung. "Beneran." Hingga Aruni pun naik ke motor Arjuna.
Motor milik Arjuna berhenti di minimarket dekat kos mereka. Arjuna menyuruh Aruni turun. "Lo mau beli es krim enggak?" tanya Arjuna. Aruni mengangguk mantap dan masuk ke minimarket disusul oleh Arjuna dari belakang.
Setelahnya, mereka duduk di depan minimarket dan menikmati es krim yang baru saja dibeli.
"Lo masih kelas sepuluh?" Arjuna membuka percapakan dan dijawab oleh anggukan dari Aruni. "Masih bocil, dong?"
Aruni melirik sekilas pada pemuda di sampingnya yang tengah menikmati es krimnya juga. "Emang kenapa, sih, kalau bocil?"
"Enggak, lucu aja gitu," jawab Arjuna. "Lo mau enggak kalau gue antar jemput tiap hari?" sambungnya bertanya.
Aruni membulatkan matanya menatap Arjuna. "Seriusan?" tanya gadis tersebut dan diangguki Arjuna.
"Mau!"
Arjuna tersenyum puas ketika mendengar jawaban Aruni, juga reaksi- reaksi semangat yang dipancarkan oleh Aruni.
Manik Aruni tiba-tiba berpindah ke mobil yang baru saja berhenti di depan minimarket, tepat di samping motor Arjuna.
Aruni meneguk salivanya dan buru-buru menghabiskan es krim. Dia tau pasti siapa yang akan turun dari mobil di samping motor berwarna hitam tersebut.
"Aruni?" Suara berat itu menginterupsi Arjuna yang sedang menikmati es krimnya. Dia mendongak, mendapati seorang pria paruh baya dengan seragam formal, juga wanita di sampingnya. Kelihatan seperti ... ayah dan ibunya Aruni. Arjuna menatap Aruni yang sudah berdiri, menyalim tangan kedua orang tersebut.
Arjuna ikut berdiri, ikut juga menyalim.
"Ya ampun, kamu sama siapa ini?" Wanita paruh baya itu melirik Arjuna. Dia menggeleng sebentar dan meandang Aruni.
Aruni terkekeh. "Ma, Pa, ini Kak Arjuna," ujar Aruni memperkenalkan Arjuna pada orang tuanya.
Mata ibu Aruni memicing, menatap Arjuna seakan memindai. "Temen kos kamu enggak ada yang namanya Arjuna? Dia bukan temen kos kamu, kan?"
"Iya, dia temennya Kak Henry, Ma." Aruni tersenyum. "Mama sama papa mau ke kosan Runi enggak?" tanya Aruni lagi, berharap orang tuanya mau singgah ke kosannya.
Kali ini, ayah Aruni mengangguk. "Tapi, kamu ikut papa sama mama, bukan sama anak klub malam ini."
Baik Aruni maupun Arjuna sama-sama terkejut dengan ucapan ayah Aruni. Arjuna sendiri terkejut, kenapa pria paruh baya di depannya ini bisa mengetahui kalau Arjuna biasa main di klub malam.
Arjuna tersenyum canggung. "Nak, kamu mending balik aja, ya." Begitu ucapan ayah Aruni, seakan seperti pemgusiran secara halus.
Arjuna yang dari tadi diam saja, kini mengangguk patuh. Dia menuruti perintah ayah Aruni. "Permisi om, tante," pamitnya sembari menundukan kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Huru-hara Satu Atap
Teen FictionDapat teman kos kayak keluarga sendiri? Well, mereka lebih dari teman kos. Mari berkenalan dengan Henry si paling jahil, Kayla yang tak suka basa-basi dan introvet tingkat dewa, Aruni si polos dan anak mami, Farhan pekerja keras yang sayang adik, d...