Farhan menutup pintu kos dengan keras membuat seisi kos menatapnya. Ada Henry dan Barra di ruang depan, sementara Kayla dan Aruni tak tau keberadaan mereka di mana.
Farhan mengacak rambutnya frustasi dan duduk di sofa, menatap Barra dan Henry bergantian. Mereka sedang mengobrol, entahlah, seperti berdebat.
Barra dan Henry menatap kembali Farhan yang tengah melonggarkan dasinya. Farhan berdecak kesal dan kembali memandangi Henry dan Barra lekat. Dua laki-laki tersebut hanya memasang raut wajah kebingungan saat ditatap oleh Farhan.
"Kalian berdua tuh bikin kos jadi dikenal negatif, ya?" gumam Farhan pelan, tetapi didengar jelas oleh mereka berdua karena heningnya malam ini. Televisi tak terbuka, juga tak ada suara apapun di ruang depan.
Henry menatap Farhan penuh tanda tanya, sebelum akhirnya melayangkan pertanyaan pada Farhan. "Maksud lo gimana, ya, Bang? Gue? Barra aja kali."
Yang disebut namanya mendongak, menatap Henry dan Farhan bergantian. "Maksud gimana, Hen? Lo tuh masih bocah, sopan dikit. Enggak pernah diajarin sopan santun sama orang tua lo, ya?"
Bagai bensin yang disulut api, kemarahan tiba-tiba mencuat dan terpampang jelas di wajah Henry saat Barra menyinggung tentang orang tuanya.
Henry menepuk meja kasar lantas menatap dua cowok di depannya. "Emang kenapa kalau gue enggak pernah diajarin sama orang tua gue?" Kemudian matanya beralih dan terpaku pada Farhan yang memandang lurus ke depan. "Lo juga, Bang, gara-gara anak bos lo itu, lo bilang kayak gini ke kami?"
Farhan mengernyit dengan ucapan ngawur dari Henry. Ia menggeleng sesaat sebelum kembali memandangi Barra yang terdiam.
Ruang depan tiba-tiba menjadi hening, seiring dengan kekehan dari Barra.
"Sejak kapan lo jadi penjilat, Bang?"
Farhan tentu tahu, pertanyaan itu ditujukan untuknya. Namun, jujur, ia tak habis pikir kenapa Barra bisa menanyakan hal itu—menuduhnya menjadi penjilat.
Pria dengan kemeja abu-abu itu menaikan sebelah alisnya dan memasang raut wajah bingung. Masih sibuk ia memandangi Barra, sebelum akhirnya ia buka suara. "Maksudnya gimana, Bar? Kenapa tiba-tiba lo bilang gue penjilat?"
Kekehan pelan sekali lagi keluar dari mulut Barra. Matanya menyipit lantas memandang Farhan lekat. "Kenapa? Lo mau naik jabatan kan, makanya segini gilanya jagain itu bocah. Pake bilang gue bawa stigma negatif buat ini kos lagi."
Farhan menggeleng tak percaya.
"Dari awal gue tinggal di sini juga aman-aman aja, tuh. Kenapa lo sewot banget semenjak ada bocah itu? Dibayar berapa sama bos lo, hah?" Barra bangkit berdiri dari sofa dan mengendikan bahu. "Tau deh yang hidupnya udah mapan."
Farhan tak pernah tersulut emosi dengan mudah sebelunnya, tetapi perkataan Barra membuat ia marah. Ia menyipitkan matanya dan ikut bangkit, berdiri berhadap-hadapan dengan Barra.
"Lo pikir kelakuan lo selama ini, mabuk-mabukan, gonta-ganti cewek buat dibawa ke kos itu disukain sama penghuni kos? Enggak, Bar. Lo pikir kelakuan bego lo itu bikin lo kelihatan keren?" Farhan berdecih. "Mending lo urus deh diri lo yang belum keterima kerja sama sekali daripada ngurusin gue yang lo bilang penjilat."
Henry yang duduk di sofa hanya tertawa pelan. Dia pergi ke kamarnya, mengambil kunci motor dan keluar dari kos. Ia juga marah, tapi tak tau harus melampiaskan ke siapa.
Ia tak ingin marah ke Barra atau Farhan, jadi akhirnya remaja itu memutuskan untuk pergi. Pergi ke tempat yang sudah jarang ia datangi.
"Sadar, Bar, lo tuh udah bukan ABG lagi. Lo mau hidup young and wild gini terus? Enggak usah sok ngomongin gue penjilat deh. Penjilat dari mananya, gue tanya."
![](https://img.wattpad.com/cover/341287602-288-k458938.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Huru-hara Satu Atap
Novela JuvenilDapat teman kos kayak keluarga sendiri? Well, mereka lebih dari teman kos. Mari berkenalan dengan Henry si paling jahil, Kayla yang tak suka basa-basi dan introvet tingkat dewa, Aruni si polos dan anak mami, Farhan pekerja keras yang sayang adik, d...