Sejak pertengkaran tiga hari lalu mereka berdua jadi tidak bertegur sapa. Di balik itu pikiran keduanya riuh memikirkan satu sama lain serta diri mereka sendiri. Apalagi Ruby, dia merasa aneh, ini seperti bukan dirinya sendiri. Gadis yang selalu mandiri, jiwa inner child-nya dibangkitkan Yasa. Ruby berpikir jika ia terlalu bergantung kepada Yasa. Jadi Ruby membutuhkan waktu liburan akhir tahun segera untuk membangun jati dirinya yang dulu.
Richvreiden dan sekolah-sekolah lainnya di Korea bersiap untuk liburan. Jalanan sudah mulai licin dihujani salju. Hari yang di tunggu-tunggu. Richvreiden dikonfirmasi libur mulai hari ini. Para murid bebas bisa tinggal di asrama dan bebas bisa keluar ke mana atau pulang ke rumah masing-masing. Namun disarankan untuk pulang agar bisa berkumpul bersama keluarga.
Muncul taksi merambat pelan di hadapan Ruby. Tungkainya bergantian masuk dalam kendaraan, kemudian ia menginstruksikan lokasi yang dituju.
Tidak lama keluar dari wilayah Richvreiden tibalah kendaraan oranye berhenti di depan suatu restoran. Luan Hong menyuruh sang cucu mampir ke restoran pagi tadi, memang benar kakeknya berada di situ. Beliau tidak seorang diri saja, ada paman Ha-Joon, dan juga Shawn.
“Aduh enaknya para pria ini menikmati kopi bersama. Sedang aku dibiarkan sendiri,” sambatnya menarik kursi memasang raut memelas.
“Padahal kamu sendiri yang meminta naik taksi.” Luan Hong menyahuti, meletakkan kembali cangkirnya.
Ruby mencebikkan bibir hendak mengangkat tangan ke udara, mendatangkan pelayan pria membawa catatan kecil dengan pulpen di sakunya. Usai memesan kopi, terlintas suatu pertanyaan di otak.
“Kakek. Cemburu ke cowok itu artinya suka ya?”
Topik dari kedua pria itu terhenti. Keduanya mengedip-kedipkan mata seolah tidak menyangka atas pertanyaan nona muda.
“Sejak kapan cucu Luan ini jatuh cinta. Astaga.” Ha-Joon menimpali sambil membekap mulutnya sendiri.
Berselang sepersekian detik Luan melepaskan kekehan ala pria tua. Ia kira sang cucu akan jatuh cinta selamanya terhadap dunia olahraga, tapi ternyata bisa juga jatuh cinta pada lelaki. Luan jadi heran siapa yang membuat cucunya cemburu sampai menanyakan hal lucu di depan Ha-Joon dan Shawn tanpa ada rasa gengsi.
“Cemburu biasanya tidak selalu tentang menyukai nak Ruby. Bisa saja ketika sahabat kita terlihat dekat dengan yang lain. Tapi kebanyakan cemburu karena cowok itu diartikan suka.” Sahabat Luan menjawab lebih dahulu.
“Hoho itu betul. Kakek jadi penasaran siapa yang berani merebut cinta pertama menantuku. Jangan-jangan Yasa.”
Setelah di pikir lagi pun sepertinya iya. Sebelum itu Luan mendapatkan laporan dari penjaga gerbang rumah kalau di hari sebelum Luan pulang, Ruby diantarkan oleh mobil hitam asing, saat Ruby mengakses face id terlihat cowok sepantaran dengannya mengantarkan sampai teras rumah.
Gawat. Wajah Ruby memanas, ia segera mengipasi dengan tangan, takut terlihat merah oleh ketiga pria di depannya. Ruby mengulum senyum berusaha tidak melengkungkan bibir saat mau menyantap kopi yang baru saja diantar. Sesaat dia teringat bahwa hubungannya bersama Yasa saat ini tidak baik-baik saja seketika memasang mimik wajah tidak senang.
“Cinta pertamaku ya masih tetap Ayah. Enak saja cowok jaim itu.”
Sebutan baru untuk Yasa. Ruby kesal kepada Yasa yang menutupi image aslinya demi kesenangan sendiri, karena kejadian Yasa terpancing emosi, Ruby jadi menyimpulkan cowok itu adalah cowok jaim. Apanya gentleman, dia sudah mempunyai tunangan masih saja membuat baper anak orang.
“Cemburu boleh. Dan cemburu ada batasannya diperlukan membuang keegoisan. Tapi, kamu tidak seharusnya membatasi dia berbicara dengan siapa. Tidak perlu sampai menggebu-gebu. Kakek harap kamu menyesal nanti jika terus mempertahankan sifat seperti itu.”
Baru saja dia seperti ditimpa langit, perkataan terlontar pelan itu menusuk. Ruby hanya mendesah pasrah kemudian mengerutkan dahi.
“Inti kakek menyuruhku ke sini kenapa? To be honest punggungku kangen kasur di rumah.” Ruby mengalihkan pembahasan.
“Tidak ada sebenarnya. Bukankah enak berbincang seperti ini di restoran?” Luan mengedikkan bahu. “Sejak kamu berhasil memenjarakan anak buah dari si pesuruh kakek jadi ingin menangkap bos nya—kata Ha-Joon ada yang ingin disampaikan.”
Ha-Joon berdeham mengeluarkan dokumen. “Setelah diselidiki seluruh kartu bank pak Juno, tidak ada masukan asing atau data perusahaan Hong yang memberi uang sebesar itu.”
Kemudian Shawn sedari tadi melamun tidak ikut mengobrol tiba-tiba menyemburkan minuman dari mulutnya. Entah apa yang ia bayangkan. Untung Ruby tidak terkena semburan tersebut. Shawn segera berdiri membungkukkan badan berkali-kali, tanda permintaan maaf.
Setelah pelayan membersihkan meja. Ketiganya kembali membahas masalah perusahaan Hong yang belum tuntas.
“Kalau bukan pak Juno yang membawa uang itu apa maksudnya dibawa dengan bos nya?” Telunjuk Ruby mengetuk di dagu. “Apa tujuan pria itu sih sampai menyeret pak Juno.”
“Karena dia direksi engineer perusahaan Hong. Si bos memanfaatkan Juno lalu mengancam jika dia mengatakan siapa pesuruhnya.”
“Izin menyela tuan, nona. Menurut saya bapak Juno hanya mengada-ada jika ada pesuruhnya.” Shawn menyela.
“Shawn. Itu terlalu extrem jika dilakukan sendiri oleh pak Juno, apalagi dia direktur Hong engineer lalu ada laporan yang menyangkut pembangunan, sama saja dia menggali kuburannya sendiri.”
Usai perkataan tegas Ruby, ketegangan menyeruak. Telinga mereka dibiarkan mendengarkan berisik restoran. Suasana menjadi memanas sejak topik ini bermula. Kemudian suara walkie talkie Ha-Joon berbunyi, ia mendapatkan panggilan lalu berpamitan terlebih dahulu. Jam istirahatnya selesai, Ha-Joon kembali bertugas.
Luan dan cucunya berniat pulang ke rumah setelah Ha-Joon meninggalkan mereka dengan membawa mobilnya. Mobil hitam kembali berdesing dikemudikan Shawn. Kendaraan besi itu merambat pelan ke jalan Raya lalu menancap gas berkecepatan normal.
“Kakek. Renata izin tinggal di rumah kita sampai waktu yang tidak ditentukan boleh? Seperti biasa.” Ruby mengalihkan pandangan ke layar handphone.
“Iya boleh. Silakan saja.”
KAMU SEDANG MEMBACA
NEPENTHE✅
FanfictionRuby Hong, ditenggelamkan oleh luka yang tidak ia ketahui penyebabnya akibat amnesia ringan, hingga dia harus mencari jawaban sendiri. Sampai ketika Ruby berpindah sekolah, ia bertemu dengan Yasa Lawrence yang ternyata masa lalu nya berkaitan dengan...