6 Tahun kemudian.
Kilatan cahaya kamera tidak ada habisnya, senyuman manis tercetak di wajah CEO baru Hong group. Bisa dibilang wanita berkarisma ini memegang perusahaan rookie langsung mendapatkan penghargaan Executive awards, top jajaran kedua pula, selain itu juga, tahun lalu mendapatkan penghargaan karena gedung ice hockey ramai.
Ruby Hong, wanita ini berhasil membesarkan namanya. Ketertarikan dalam dunia atletnya pun tidak sirna, hanya saja dia bekerja yang bersangkutan dengan olahraga. Dengan bangga ia mengangkat piagam dibungkus bingkai kaca.
Karena ada penghargaan untuk orang lain, Ruby tidak lama-lama berpidato sekaligus berdiri di atas karpet merah. Kaki jenjangnya mempercepat ia ke lokasi mobil, wajahnya kembali datar. “Ji-Ho antarkan aku ke makam keluarga Hong.”
Pria di bangku kemudi itu menundukkan kepala, mengerti. Ji-Ho dipekerjakan Ruby sebagai sekretarisnya, pria ini juga dipercaya Luan sebelum beliau meninggal, maka dari itu Ji-Ho layak teman dekat Ruby, karena hari pertama mereka terjun bekerja, sama.
Lokasi tempat peristirahatan keluarga Hong tidak jauh dari gedung penghargaan tadi, maka dari itu kemarin Ruby sudah ber-planning menjenguk keluarganya. Tiga buket bunga pun sudah dipersiapkan Ji-Ho.
Habis tujuh menit kendaraan hitam beroda empat singgah. Ruby meletakkan tungkainya ke tanah baru menutup pintu mobil. Ekspresi datarnya berubah ketika memandangi malam dari kejauhan. Perempuan dress hitam sopan memeluk buket bunga yang siap ia berikan kepada Ibu, ayah, dan kakek.
Tubuhnya mendekati tempat peristirahatan keluarga Hong kemudian berdiri di depan sana. Ruby tersenyum alih-alih menyerahkan bunga.
Tangannya melambai-lambai. “Halo ibu, ayah, dan kakek. Apa kabar? Maaf ya Ruby jarang datang, akhir-akhir ini Ruby sibuk demi nama perusahaan Hong besar, aku juga sampai nggak tidur huhu, tapi perjuanganku nggak sia-sia.” Ruby menunjukkan piagamnya, “tadaaa, aku hebat kann.”
Ruby diam sejenak menelan salivannya. “Tapi perjuanganku nggak hanya perang sama kesehatan, tidur, pola makan. Aku juga berjuang menahan rindu ke seseorang yang aku cintai, sesibuk apa pun aku tetap memikirkan seseorang itu. Padahal belum tentu juga orangnya mikirin aku.” Nada Ruby mulai menjadi sedih. Inilah rumah Ruby yang paling ternyaman, meski mereka tidak bisa menjawab, ia yakin mereka mendengarkan curhatannya.
Tiba-tiba pria berkaki jenjang, mengenakan pakaian formal memantul di kacamata hitam Ruby. Menyadari siapa yang datang, Ruby mendelik hendak melepaskan kacamatanya dengan kasar. Telunjuknya bergetar kala ia menunjuk seseorang di hadapannya.
“Ya-Yasa! Lo ngapain ke sini?”
Dia Yasa Lawrence, di lokasi mana pun yang tidak ia ketahui jika dikunjungi Ruby dia akan tahu. Layaknya dia diberitahu melewati adrenalin. Sudah enam tahun lamanya sepasang ini tidak bertemu. Betapa rindunya mereka terlihat dari mata.
"I'll give you my last name.”
Tidak perlu basa-basi Yasa merendahkan tubuhnya, kemudian memasangkan cincin di jari manis Ruby, tanpa menunggu persetujuan. Ruby masih membeku, berusaha memahami kejadian ini. Tapi pipinya sudah bersemburat merah.
“Yasa, aku belum bilang setuju atau nggak lohh.”
“Baiklah akan ku ambil kembali—“
Sepersekian detik Ruby menarik tangannya pelan, tidak mau Yada memungutnya kembali. Iya, dia mau menerima lamaran Yasa. “Sialan lo, katanya kemungkinan susah balik ke Korea karena sibuk.”
Yasa menghela napas, mengerjapkan matanya sebentar. “”Gue sempatin karena mau cepet-cepet culik lo ke Amsterdam.”
Mata Ruby menjadi panas mendengar kalimat Yasa. Bagaimana bisa cowok ini selama enam tahun berturut-turut ia rindukan, datang langsung melamarnya, tapi Ruby tetap senang.
“I love you Yas.”
“I love you more than life new mrs. Lawrence.”
끝
-END-
KAMU SEDANG MEMBACA
NEPENTHE✅
FanfictionRuby Hong, ditenggelamkan oleh luka yang tidak ia ketahui penyebabnya akibat amnesia ringan, hingga dia harus mencari jawaban sendiri. Sampai ketika Ruby berpindah sekolah, ia bertemu dengan Yasa Lawrence yang ternyata masa lalu nya berkaitan dengan...