18. Library 1998

114 16 1
                                    

~happy reading y'all ~
.

.

.

18

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


18. Library 1998

"Na, pasang dulu sabuk pengamannya," ujar Althar setelah sampai di dalam mobil. Memandangi Lyana yang sibuk senyum-senyum sendiri seraya menciumi buku-buku fiksi di pelukannya. Namun, sepertinya gadis itu tak menggubris ucapan Althar.

Althar cemberut. "Na, sebenernya yang pacar lo siapa, sih? Cowo fiksi lo atau gue?"

"Cemburu, nih?" ujar Lyana dengan nada mengejek, setelahnya gadis itu tertawa. Sepertinya, mood nya memang sedang naik. Althar tebak karena habis melihat ribuan buku tadi di dalam.

Althar gantian tidak menggubris ucapan Lyana. Melepas seat belt nya sendiri kemudian bergerak maju ke arah Lyana.

"Ngapain?!"

Althar berhenti sedetik. Menahan bibir yang sudah berkedut ingin tertawa seraya melanjutkan memasang seat belt gadis itu. "Mikirnya ngapain?" Selesai memasang dengan benar, Althar duduk kembali.

Setelah Althar benar-benar kembali ke kursi kemudi dan memasang seat belt nya sendiri, mata Lyana bergerak mencari objek lain, apapun selain mata Althar.

"Masang seat belt, lah!" jawab Lyana sangsi.

"Lucu kamu, Na."

"Kamu?"

"Iya, kita trial aja, gimana? Khusus malem ini panggilnya aku-kamu?" tantang Althar. Lyana tertawa geli dalam hati, muka menyebalkan Althar saat ini pasti karena gengsi cowok itu yang berusaha ditutup-tutupi.

"Lo aja."

"Cewek gue bebal," celetuk Althar seraya tangannya bergerak mengacak rambut Lyana. Membuat gadis itu merengut setengah mampus.

"Ke rumah dulu, jemput anak kita," ujar Althar tiba-tiba.

"Kebiasaan, siapa? Unta?" tanya Lyana dengan penekanan.

"Betul, yang."

Lyana mengerutkan dahi, menyadari sesuatu. "Bukannya Daddy lo alergi?"

"Udah gue buatin kandang khusus biar gak deketan sama Daddy."

Lyana hanya mengangguk.

Lengang sempat mencuri perhatian sejenak sementara mobil berhenti sebab lampu berubah merah. Sebelum akhirnya suara Althar memecah keheningan di dalam mobil. "Na, pinjem tangan lo."

Lyana menoleh. "Ngapain?"

"Pinjem aja," Althar menyodorkan telapak tangan kirinya yang terbuka.

Lyana menurut, tetapi dalam posisi mengepal, ia sodorkan pada Althar. Gemas, Althar meraih kepalan tangan Lyana dan memaksa jari-jarinya terbuka. Berhasil juga, akhirnya Althar meletakkan telapak tangan kirinya. Cowok itu menggenggam erat jemari Lyana yang terasa mungil di genggamannya, tetapi gadis itu tak membalasnya.

ILY Too || A L T H A RTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang