II : Rain

792 133 1
                                    

Hujan turun dengan lebatnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hujan turun dengan lebatnya. (Name) memilih menunggu, berdiri sendirian di halte bus. Sesekali ia meniup dan menggosok- gosokan tangannya untuk menghasilkan kehangatan.

"Dingin.. sudah kuduga bibi tidak menjemput ku."

Sudah tiga jam lamanya (name) menunggu. Wajahnya sudah pucat karna kedinginan lantaran ia hanya menggunakan baju lengan pendek yang tipis juga celana training panjang.

"Kepalaku pusing.."

Ditengah suasana yang tidak menguntungkannya saat itu, seorang pria berlari menggunakan payung, menuju ke halte. ya tempat dimana ,(name) berpijak.

Ketika keduanya bertemu, sepasang Netra biru sejenis itu beradu pandang. Pria bersurai pirang itu menatapnya intens membuat (name) merasa terancam.

Ya, dia adalah kaiser Michael. Hatinya terasa seperti di iris ketika melihat wajah pucat sang putri namun berusaha tetap tegar.

"(Name).. kau (name) kan?"

Mengerjapkan mata, (name) terkejut pria asing itu mengetahui namanya.
Kakinya mundur berberapa langkah kebelakang untuk menjaga jarak.

"Kau siapa?"

"Aku ayah mu (name).."

"Bohong! Ayah ku orang Jerman! Mana bisa dia bahasa Jepang!"

Jujur saja, Kaiser ingin tertawa. Namun keadaannya tidak mendukung, (name) tampak takut.

"Memangnya kau mengerti kalau aku bicara bahasa Jerman?" Tanya kaiser sambil tersenyum tipis.

"A-aku mengerti kok." Jawab (name) tergagap. Entah apa yang akan dikatakan pria didepannya (name) akan mencoba memahami dulu, kalau tidak bisa urusan belakangan.

"Guten Tag (Name), ich bin dein Vater Michael Kaiser. Tut mir leid, dass ich dich allein gelassen habe."
(selamat sore (name), aku Adalah ayah mu Michael Kaiser. Maaf telah meninggalkan mu sendirian.)

Kaiser berbicara dengan suara yang agak dikeraskan dan nada yang lambat berharap (name) bisa memahami nya dengan jelas mengingat hujan turun dengan deras menghasilkan suara bising.

(Name) membatu. Dua tahun (name) mempelajari bahasa Jerman secara otodidak, kini ia bisa memahami omongan kaiser.

Du lügst nicht, oder?
(kau.. tidak bohong kan?)

Kaiser menggeleng. "Nein.." (tidak.)

(Name) memperhatikan penampilan kaiser, ia menyadari bahwa mereka memiliki netra biru yang sama, hidung yang sama juga bentuk bibir yang sama. Begitu juga dengan surai pirangnya.

(Name) menyadari kemiripannya dengan pria didepannya - Kaiser Michael.

"B-bibi bilang ayah sudah tidak peduli padaku!"

"Tidak! Aku.. melakukan printah ibumu.. untuk menitipkan mu ke Sena.."

"Jadi semua salah ibu?"

"Bukan (name).. Itu aku yang salah Karna sudah meninggalkan mu.."

Kaiser mendekati (name) perlahan.
Ia memeluk putri semata wayangnya yang belum pernah ia temui setelah enam tahun lamanya.

"Maaf.. maaf.."

"Jahat! Kenapa (name) ditinggal?! Kenapa ayah baru datang?! Nenek sudah pergi! Paman dan bibi sibuk mengurus Mio! Tetangga mengatai ku anak haram Karna tidak mengetahui keberadaan orang tua (name)!"

Kaiser diam-diam menangis. Ia tau beribu kata maaf Yang terucap dari mulutnya tidak akan memperbaiki apa yang telah ia lakukan atas (name).

"Aku minta maaf... Semuanya salah ku."

Ditengah tangisannya, tiba-tiba (name) menjatuhkan tubuhnya di pelukan kaiser, ia telah kehilangan kesadarannya. Kaiser bisa merasakan tubuh (name) yang terasa panas.

"Suhu tubuhnya tinggi, aku harus membawanya ke rumah sakit."

-Bersambung

-Bersambung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
𝐑𝐞𝐭𝐫𝐨𝐯𝐚𝐢𝐥𝐥𝐞𝐬 ; 𝐊. 𝐌𝐢𝐜𝐡𝐚𝐞𝐥Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang