Perpisahan singkat dilakukan oleh (name) dan keluarga Sena. Kaiser terlihat seolah ingin segera meninggalkan jepang.
Ketika (name) dinyatakan sembuh total, kaiser berbicara tentang mengajaknya hidup di jerman dan pesawatnya berangkat pukul enam sore. Begitu (name) menyetujuinya, Sena sudah datang mengantar koper.---
"Daddy! (Name) mau duduk dekat jendela ya! (Name) mau lihat awan!"
Kaiser menanggapi putrinya dengan senyum dan mengelus lembut surai pirangnya. Hari ini mereka akan segera berangkat ke Jerman, (name) berkata pada kaiser ingin memilih menjadi kewarganegaraan Jerman dan tinggal bersamanya.
(Name) duduk di troli, lebih tepatnya atas koper yang di dorong oleh kaiser.
(Name) melayangkan banyak pertanyaan pada kaiser terhadap hal baru yang baru dilihatnya."Papa, sekolah ku bagaimana? Aku kan belum lancar bahasa Jerman?"
"Homeschooling saja. Nanti kucarikan guru."
"Homeschooling? Sekolah di rumah? Memang bisa?"
"Apasih yang ngga bisa? Nanti setelah bahasa Jerman mu cukup lancar, baru kau sekolah normal."
(Name) mengangguk paham. Ia kembali asik memperhatikan sekitar.
Ternyata bandara adalah tempat yang menarik. Terlihat modern, kurang-lebih sama seperti mall."Pa? Boleh aku membeli buku di sina?" (Name) menunjuk sebuah toko souvernir yang menyediakan berberapa buku bacaan di rak.
Kaiser melihat jam tangannya. Penerbangan masih dua jam lagi. Bukan masalah jika mereka ingin mempir-mampir sebentar. Kaiser memberi izin. (Name) turun dari troli dan langsung mengambil buku yang diinginkan.
"Loh? Cepet banget? Ga mau lihat-lihat dulu?"
Ternyata (name) sudah menandai buku mana yang ia inginkan. Dan menyerahkannya pada Kaiser. Lagi-lagi kaiser dibuat terheran.
"Enggak, aku mau yang ini."
"(Name) kau yakin mau buku ini? Ini novel loh? Cuma tulisan semua? Terus.. genrenya- ah pilih yang lain."
Kaiser panik segera menaruh buku berjudul senja tersebut ke tempatnya ketika melihat tanda 18+ di bagian bawah buku. Padahal sampul buku itu terlihat friendly yakni pemandangan sore hari yang cantik dengan siluet wanita bergaun.
"Kenapa?"
"Kau belum cukup umur."
"Memangnya ada aturan seperti itu?"
Kaiser yang agak kesal mengambil sebuah buku novel yang dia kira aman. Sebuah novel fantasi dimana seorang wanita berpakaian ala ksatria mengangkat pedang. Ia sudah memastikan tidak ada label 18+ yang tertera di novel tersebut.
Kalau bisa tadinya Kaiser ingin memilih buku dongeng anak. Tapi netra nya tidak menangkap buku tersebut.
"Yang ini saja ya? Sebentar lagi jadwal penerbangan kita lo, kita gak boleh telat kan?"
(Name) mengangguk. Ia kembali duduk diatas troli menunggu papanya membayar buku miliknya.
"Memangnya buku yang pertama kenapa ya? Papa sampai sebegitunya." Gumam (name).
Ketika kaiser dan (name) melanjutkan perjalanan menuju pesawat. (Name) tenggelam dalam lamunannya.
Hari ini, ia akan meninggalkan jepang. Tempat dimana dirinya lahir dan tumbuh selama ini. Ada perasaan aneh yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.
Bibirnya bergerak, ia bergumam pelan. "Semua akan baik-baik saja."
"Apa? Kau mengatakan sesuatu?"
"Ah? -tidak kok."
---
"Dad berapa lama lagi kita sampai di Jerman?"
(Name) bosan, entah sudah berapa jam memandangi jendela yang menyajikan pemandangan langit yang cantik. Namun kini terlihat membosankan sehingga (name) memilih untuk menutup jendelanya.
"Masih lama, sepuluh jam lagi, Bukunya sudah kau baca?" Tanya Kaiser.
"Sudah, ceritanya lumayan seru. Hanya saja aku tidak suka dengan tokoh utamanya."
"Oh ya? Kenapa?"
Kaiser yang tertarik dengan obrolan ini meletakan buku majalah fashion yang tengah ia lihat, yah baju anak perempuan yang lucu. Kaiser berniat untuk memesannya di rumah nanti.
"Setelah jatuh cinta dengan pemeran pria utama, Freya yang tadinya digambarkan sebagai sosok ksatria terkuat di kekaisaran tiba-tiba menjadi lemah dan mudah dikalahkan oleh penyihir jahat."
"Namanya juga jatuh cinta, ya begitu." Kaiser menjawab singkat.
"Papa pernah?"
"Ya, dengan mama mu dulu."
"Benar ya? Katanya orang jatuh cinta itu makan tai kucing pun seperti rasa coklat."
Kaiser yang sedang meneguk air mineral terbatuk, dan orang yang duduk di belakang tengah memakan coklat wajahnya jadi datar mendengar percakapan dua orang di bangku depan.
"(Name) jangan berkata seperti itu! Tidak sopan mengerti?"
"I-iya? Salah ya?"
"Kau belajar seperti itu dari mana si?"
"Em.. dari buku."
"Nanti kau baca buku dongeng bergambar saja ya."
"Kata bibi buku seperti itu mahal."
"Tidak apa, Daddy punya uang."
"Berapa banyak?"
"Entahlah, Daddy lupa. Berapa ya?"
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐑𝐞𝐭𝐫𝐨𝐯𝐚𝐢𝐥𝐥𝐞𝐬 ; 𝐊. 𝐌𝐢𝐜𝐡𝐚𝐞𝐥
RandomHujan turun deras sore itu, menyelimuti kota dengan suara gemerisik yang menenangkan. Di halte yang sepi, seorang anak perempuan, (name), berdiri di halte dengan sedikit gemetar. Rambutnya basah, meski payung kecil di tangannya mencoba melindunginya...