XIII - Grief

523 92 0
                                    

-Jerman, 7 years ago.

"Gugurkan saja, kau tidak bisa menahannya."

Wanita bersurai hitam itu berteriak marah. "Mihya! Kau gila ingin membunuh anak mu sendiri?!"

"Tidak ada pilihan lagi, seperti yang dokter bilang tubuh mu tidak bisa bertahan! Aku lebih baik kehilangan anak itu dari pada kau! Tidak apa-apa jika kita tidak punya anak, yang penting kau bisa bersamaku!"

"Tidak mau!" Wanita itu jatuh terduduk, ia menangis.

Berita kehamilan yang harusnya menjadi kabar bahagia justru menjadi sebuah malapetaka bagi rumah tangga mereka.

Kaiser memeluknya, "Kita bisa mengadopsi anak jika kau mau, sayang."

"Tidak mau.. aku tidak mau membunuh anak ini Mihya, dia tidak salah apapun!"

Kaiser manatap sendu Istrinya memohon-mohon untuk menyelamatkan bayi yang sedang dikandungnya.

Ia membenci sesuatu yang menyakiti istrinya, karena Istrinya adalah hartanya yang paling berharga.

"Kau bisa mati ketika melahirkan, kau memiliki keturunan tekanan darah tinggi. Kau juga memiliki faktor penyakit lain, kau bisa membahayakan dirimu."

Fakta yang dilayangkan suaminya membuat wanita itu terdiam. Tangannya mengepal, marah hingga mendorong kaiser menjauh darinya.
"Kau tidak sepatutnya mengatakan hal itu, bodoh! Jika aku berhasil melahirkannya kita akan menjadi keluarga kecil yang sempurna."

Begitulah pertengkaran mereka berakhir ketika kaiser ditinggalkan sendiri di ruang tamu. Keesokan hari di pagi buta, wanita itu pergi meninggalkan rumah tanpa pengetahuan kaiser.

Kaiser yang sadar bahwa istrinya kabur, merasa panik. Ia menghubungi semua kenalannya. Namun nihil, ia sama sekali tidak dapat menemukan keberadaan sang istri. Kaiser benar-benar merasa gila, namun sebuah kabar berhasil membuatnya sedikit tenang.

Ya, itu adalah tentang istrinya yang sedang berada di rumah sahabatnya. Alexis yang menghubungi kaiser. Ness berkata bahwa ia tidak tahu jelas keberadaannya. Tapi istrinya berkata segera pulang jika waktunya tiba, itu yang dikatakan melalui telefon.

Tujuh bulan berlalu, kini isterinya pulang dalam keadaan perutnya yang telah membuncit. Kaiser memeluknya sambil menangis menyesali perbuatannya.

"Kau tidak akan bisa meminta ku menggugurkan nya Mihya, umur tujuh bulan adalah posisi siap lahir."

"..Aku akan mengikuti perkataan mu, kumohon jangan pergi lagi.."

Lihatlah, Kaiser yang selalu menunjukkan sifat Sombongnya kini tampak tidak berdaya dihadapan istrinya.

"Mihya.. kata dokter, anak kita perempuan. Kau tidak keberatan dengan itu kan? Kau padahal mengharapkan seorang anak laki-laki yang bisa kau ajak bermain bola." Wanita bersurai itu mengelus surai pirang kaiser. Memberinya ketenangan.

"Aku tidak akan mempersalahkannya." Balas Kaiser lirih.

Wanita itu tersenyum tipis, "Kita akan segera menjadi keluarga yang bahagia, Mihya. Aku yakin kita bisa melalui semua ini."

-

"Istri anda.. tidak selamat."

"Dimana anak ku?"

"Dia..  mempercayakannya pada seorang wanita. Bayi itu dibawa pergi sejam yang lalu sesuai permintaannya."

Kaiser membeku, air mata jatuh dari kelopak mata. Tubuhnya gemetar, sedih, marah, kecewa takut, perasaan-perasaan negatif bercampur menjadi satu. Rasa senang akan pertandingan yang dimenangkan olehnya lenyap tak tersisa.

Kaiser tak tahu lagi apa yang harus ia lakukan. Gara-gara sikapnya yang pernah ingin menggugurkan kandungan, istrinya tidak memiliki kepercayaan terhadap nya untuk menjaga sang buah hati.

Kaiser mendekati jasad istrinya yang terbujur kaku tanpa nyawa. Ia membuka kain yang menutupi wajahnya, terlihat wanita itu tengah tidur dengan wajah yang damai, sekilas Kaiser bisa melihat senyum tipis yang terpatri.

"Kau bohong, beraninya kau pergi meninggalkanku."

Apa yang harus aku lakukan?

Kematian istrinya membuat Kaiser hilang arah. Kaiser mengurung diri didalam kamarnya, selama seminggu lebih, tentu saja salah satu orang yang paling peduli adalah Alexis Ness.

Kaiser mengalami depresi yang cukup berat.  Setiap malam ia menghabiskan waktunya untuk pergi ke Bar dan menghilangkan rasa kesepiannya dengan meminum alkohol dikelilingi oleh kupu-kupu malam.

"Keluarga bahagia apanya? Ini yang kau berikan padaku? Kau bahkan tidak mempercayakan anak itu padaku. Kau sangat kejam."

-


"Daddy masih benci pada ku?"

Kaiser menggeleng cepat, "Tentu saja tidak, justru sekarang kau adalah seseorang yang sangat berharga bagi Daddy."

"Mama kan pergi karena aku."

"Tidak, jangan bilang begitu."

Kaiser memeluk (name) kecil yang berduka, mengetahui sebuah rahasia yang selalu disembunyikan.

"Setelah semua yang ku katakan, apa kau masih bisa menaruh kepercayaan kepadaku?" Tanya Kaiser pelan.

(Name) termangu, air mata menitik dari wajahnya tanpa sadar. "Memangnya aku punya orang lain yang bisa dipercaya selain Daddy?"

Keduanya tersenyum.

"(Name), apa kau mau menceritakan sesuatu padaku?" Kaiser bertanya lagi.

"Ya, mungkin cerita ku tidak akan menyenangkan untuk didengar."

"Tidak papa, mau itu cerita senang maupun sedih, baik maupun buruk, Daddy akan selalu mendengarkan cerita mu."

Tangan kaiser mengelus Surai pirang (name) yang kian memanjang. Kemudian bergerak mengusap kelopak mata (name) yang berair.

"(Name) bisa percaya pada Daddy."

Kaiser menatap (name) tulus.
Rasa bersalahnya sedikit menghilang, setelah meminta maaf dan mengakui kesalahannya.

-&-

Akhirnya Versi (name) kecil bakal aku tamatin di chapter 14 ini!

Harusnya masih ada satu chap lagi yang isinya flashback (name) cuman gak sengaja kehapus. Depresi dikit habis ngetik 1k kata tapi kehapus:)
Tapi yaudahlah ya, aku ceritain di chapter lain aja.

Di chapter 15 bakal muncul (name) remaja ya! Pasti lucu ngeliat Dadd
kaiser yang protektif wkwk!

Bentar menit lagi ku up, revisi bentar.

Aku harap ga ada yang aneh gegara aku memang ga bikin karakter istri kaiser disini ya, kalian pasti Taulah kenapa aku ga bikin wkwkw
YTTA :)

Aku harap ga ada yang aneh gegara aku memang ga bikin karakter istri kaiser disini ya, kalian pasti Taulah kenapa aku ga bikin wkwkwYTTA :)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
𝐑𝐞𝐭𝐫𝐨𝐯𝐚𝐢𝐥𝐥𝐞𝐬 ; 𝐊. 𝐌𝐢𝐜𝐡𝐚𝐞𝐥Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang