IV - For my dearest daughter

724 122 18
                                        

"Bagaimana kamar nya?"

"...Daddy serius?"

"kenapa?"

Terdiam, (name) menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, agak bingung harus menjawab apa. Ia senang mendapat kamar yang bisa ia gunakan sesuka hati. Namun..

"Kamarnya.. apa gak terlalu berlebihan? Masa kamarku serba pink? Sudah begitu ada banyak mainan Lego dan buku mewarnai? Ayah kan tau aku lebih suka buku bacaan."

"Ada kok, aku sudah meminta petugas nya untuk menyiapkan lima buku dongeng."

"Tapi dad.."

"(Name).., untuk saat ini kurangi baca novel nya ya?"

"Salah ya?"

"Tidak kok." Kaiser tersenyum dan membatin. "Kalau kau membaca novel, maka sisi anak-anak mu akan segera hilang (name)."

.
.
.

Pukul tujuh malam setelah istirahat dan kegiatan beres-beres mereka selesai, Kaiser sudah menyediakan dua porsi omelete, di atas meja makan.

"Daddy yang masak?"

"Siapa lagi?"

(Name) bersusah payah naik ke atas kursi meja makan yang cukup tinggi.
Kaiser tersenyum tipis melihatnya.

"Kau ini pendek banget si, Nanti Dad beliin susu deh."

"Aku normal kok! Anak seumuran ku juga memiliki tinggi yang sama." Balas (name) yang tak terima.

"Hm? Naik kursi saja kesusahan begitu?"

"Itu karna kursinya yang ketinggian!"

Lucu, imut dan menggemaskan. Itulah pendapat kaiser tentang (name). Kaiser tidak melanjutkan candaannya agar mereka bisa memulai makan malamnya.

"Dad? Bajuku kok sedikit sekali ya? Apa bibi lupa memasukan yang lainnya?" Tanya (name) setelah menenggak segelas air.

"Ah.. itu..-

Kaiser tertawa garing.

Flashback--

"Apa ini Sena? Kok pakaian (name) begini semua? Ini sih gak layak di pakai untuk putri ku!"

Komentar Kaiser ketika melihat isi koper yang disiapkan Sena. Ketika menyentuhnya, kaiser bisa merasakan kualitas bahan yang tidak sesuai seleranya. Yah, tentu saja, kaos putih oblong yang dipakainya sehari-hari saja sudah harga selangit.

Belum lagi ada warna yang memudar, mungkin karena sudah di pakai dalam jangka waktu lama.

"Hah?! Itu (name) yang memilihnya sendiri!" Bela Sena.

"Tidak mungkin, masa selera putriku sejelek ini. Lihat dress norak dengan aksesoris berlian palsu ini."

"Hah?! Kalau aku memakaikan (name) dress dengan hiasan berlian asli, yang ada dia diculik bodoh!"

Kaiser mulai mengeluarkan baju-baju yang menurutnya tidak layak pakai.
Padahal mah masih sangat layak dan bagus untuk dipakai, cuman selera Kaiser Michael itu setinggi langit ke tujuh.

Melihat Kaiser yang mengomentari satu-persatu baju yang ia lihat membuat telinga Sena panas. Kaiser bicara seolah dirinya memilihkan baju bekas untuk (name).

Padahal baju yang (name) pakai juga kurang lebih memiliki kualitas yang sama dengan apa yang dipakai seluruh keluarganya.

"Terserah kau sajalah sialan, cepatlah pergi dari sini dan belikan (name) banyak baju yang masing-masing harganya satu juta Yen!" Teriak Sena sebelum pergi ke kamar karena mendengar tangisan anaknya.

--

"Ah.. bibi mu menyuruh Daddy untuk membelikannya yang baru dan menyumbangkan baju lama mu ke pengungsian." Jawab Kaiser asal.

"Pengungsian? Memang ada bencana alam?" Tanya (name) heran. "Ah tapi aku jadi tidak punya baju untuk sehari-hari dong!"

Kaiser menyesap kopinya dan tersenyum menunjukkan tatapan mata yang penuh percaya diri.

"Tidak papa, sekarang pakai saja yang ada. Besok pakaian mu akan segera datang."

"Jadi ada koperku yang ketinggalan?"

"Tidak.., sudahlah. Mau menonton film?"

"Film?" Beo (name).

"Iya, apa film kesukaan mu?"

"Entahlah, tapi aku sering menonton sinetron bersama bibi. Apa ya judulnya.. cinta pertama? Atau Isi hati seorang istri?"

Dibalik senyuman kaiser yang menawan mendengar ocehan (name). Hatinya mengumpat, "Dasar Sena gblk, minimal kasih tontonan ke anak itu yang bener bego."


-Bersambung

-Bersambung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
𝐑𝐞𝐭𝐫𝐨𝐯𝐚𝐢𝐥𝐥𝐞𝐬 ; 𝐊. 𝐌𝐢𝐜𝐡𝐚𝐞𝐥Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang