Satu hal yang paling mendominasi saat ini -- ialah irama jantung yang menyatakan detakan melebihi pompaan wajar beberapa saat lalu.
Kehadiran Naruto di dalam rumahnya, berhasil memaku pijkan Hinata -- pun membuat raganya seolah tak mampu berkutik meski sekejap.
Sang Bibi yang duduk saling berhadapan bersama si pria, ikut menimbulkan pertanyaan di dalam kepala; apakah Natsu memang sengaja mengizinkan Naruto masuk sehingga kini ia dapat duduk manis di sana?
"Hinata ..."
Suara itu berasal dari Natsu. Perempuan paru baya tersebut sedang memandang bersama raut tak yakin dan cemas. Mungkin menyadari bila tindakannya yang membawa si pria untuk masuk -- merupakan sesuatu yang sedikit keliru.
Seseorang yang sedang berada di balik punggung Hinta ikut maju selangkah dan membuat mereka dapat berdiri sejajar. Pria tersebut memandang heran atas kehadiran sosok asing di seberang sana.
"Siapa?"
"..."
Natsu bangkit dari tempat duduk. Ia pandangi Naruto yang tetap setia dalam posisi duduk dan tak menghasilkan gerak-gerik tertentu.
"Hinata, Naruto datang untuk bertemu denganmu."
Hinata tidak melakukan respon apa pun. Melainkan, sosok di sampingnya yang telah menampilkan raut terkejut tipis.
Pandangannya bertemu bersama Natsu. Entah kode apa yang sedang dilakukan, tetapi pria tersebut seolah memahami.
Ia tepuk pundak Hinata untuk sejenak. "Aku akan menunggu di dalam." Lalu, berjalan ke ruangan lain, bersama Natsu yang mengekor -- setelah memberi anggukan singkat kepada Hinata.
Tersisa mereka berdua. Hinata masih setia diam dalam tumpuan kaki. Naruto tidak kalah termenung. Mendadak saja, kecanggungan menjadi terasa kian pekat.
Tatkala Hinata mendongak, didapatinya tubuh tinggi tersebut sedang berjalan mendekat. Hinata tidak pernah siap untuk bertemu kembali setelah semua yang telah ia terima belum lama ini.
"Kenapa?"
Naruto meringis kecil dalam hati.
Pastinya, ini akan terkesan lancang dan keluar jalur, namun, selain tujuan untuk meminta maaf, kini ada hal lain yang ikut hadir dalam pikirannya.
Bolehkah ia mengakui? Naruto ingin tahu siapa lelaki yang datang bersama Hinata.
"Aku ingin--"
"Kita bicara di tempat lain."
Memotong cepat dan tanpa menunggu, Hinata sudah berbalik dan mengeluarkan diri.
Naruto menghembuskan napas sangat dalam.
Sebuah lokasi di sekitaran perumahan dijadikan tempat saling berhadapan. Di sini, Hinata dapat meminimalisir adanya kebocoran kalimat yang bisa sampai ke telinga orang lain.
"Untuk apa datang?"
"Aku tidak tahu apakah kau mengharapkan hal ini atau tidak, tapi, aku ingin menyampaikan jika Erika sudah keluar dari rumah sakit."
"Syukurlah. Aku lega mendengarnya."
"Erika berharap bisa bertemu denganmu."
"Dia bisa datang kapanpun."
Mereka terdiam cukup lama.
Jika sedari tadi Hinata terus membuang muka, maka, mata Naruto memaku diri pada wajah cantik di hadapannya. Setiap kedipan, setiap helaan napas, semua terekam secara baik.
Naruto ... merasa putus asa.
"Aku juga datang untuk meminta maaf atas semua ucapan Ibuku. Aku tahu, dia pasti sudah sangat menyakitimu."
KAMU SEDANG MEMBACA
With You: A Faux Pas? [ NaruHina ] ✔
FanfictionMereka menyebutnya pertemanan, tapi situasi membawa mereka pada sesuatu yang melebihi ikatan sederhana yang sedang terjalin. Naruto: "Aku berjanji akan melakukannya dengan lembut." "Naruto, apa rahasia paling besar yang kau simpan?" "Hinata."