Sudah cukup lama Hinata hanya duduk termenung di dalam kamar. Pikirannya seakan dipaksa untuk memahami semua ucapan Suran beberapa waktu lalu.
Hinata masih terus mencoba menyelaraskan keadaan Naruto dengan segala asumsi yang sudah sempat ia patenkan.
Semua ucapan ambigu yang pernah Kushina sampaikan mengenai Erika yang mirip dirinya, membuat Hinata sempat menarik kesimpulan bila Naruto adalah lelaki berengsek. Sangat berengsek karena melakukan kesalahan yang sama dalam konteks hubungan yang dulu juga pernah mereka miliki; persahabatan.
Namun, semua cerita Suran -- serupa tebasan pedang yang memangkas spekulasi yang sudah terlanjur Hinata tarik.
Naruto tidak seperti yang ia pikirkan selama ini.
Lalu, ditambah dengan fakta jika Sasame tidaklah memiliki hubungan asmara bersama Naruto.
Kushina pernah berkata bila Naruto akan menikah dengan Sasame, lantas, Sasame ikut menampakkan gelagat seakan dirinya adalah seorang yang sudah menjalin hubungan serius bersama Naruto.
Selama ini, Hinata diam sebab berpikir jika memang dirinya yang sudah sangat salah karena terlalu berani berada di sekitar Naruto. Kushina -- bahkan Sasame selalu mendepak segala kesalahan yang dirinya lakukan di masa lalu, hingga tak ada alasan bagi Hinata untuk mengelak ataupun memberi argumen.
Tapi, sekarang, Hinata ingin tertawa. Tawa yang begitu miris. Tampaknya, keberadaan dirinya di sekitar Naruto begitu keliru, hingga ia harus dipermainkan sedemikian parah. Perasaan dan emosinya merasa diaduk begitu hebat.
.
.
.
Hari kemarin, Sasame menemui Naruto. Mengenyampingkan segala perasaan tersinggungnya akibat ucapan sang pria saat di rumah sakit, dan mencoba menagih janji yang sudah terlalu lama tak ditepati; makan malam bersama, hanya berdua.
Meski telah menjadi tak berminat, ditambah dengan semua pembicaraan yang belakangan kerap terjadi antara dirinya bersama sang ibu yang membuat Naruto sedikit enggan, ia tetap mencoba menyanggupi.
"Papa mau ke mana?"
Erika mendekat bersama kursi roda. Mendorong dan berada di hadapan Naruto yang sedang memakai jam tangan.
"Papa akan pergi menemani Sasame dulu."
"Menemani ke mana?"
Naruto tersenyum tipis. "Sasame ingin makan malam. Lain kali, kita akan pergi bersama juga, hm?"
Garis wajah Erika sedikit melemah.
"Papa ..." Pelan sekali, Erika memanggil.
"Ya?"
"Apa Papa benar-benar akan menikah dengan Kak Sasame?"
Naruto sedikit tersentak mendengar pertanyaan yang diajukan. "Kenapa?"
"Aku pernah mendengar jika Kak Sasame adalah orang yang tepat untuk Papa, dan Papa akan menikahinya, karena ... Nenek menginginkan itu."
Naruto menghela napas. Lagi-lagi, sang ibu membuat Erika kembali berpikir jauh.
"Tidak. Papa tidak akan menikahinya."
"Tidak? Kenapa? Papa tidak menyukai Kak Sasame?"
Naruto menggeleng. "Papa menyukai Sasame karena dia adalah orang yang baik. Tapi, Papa menyukainya bukan untuk menikahinya, namun seperti saudara dan teman."
Pupil mata Erika membulat lebih besar. "Sungguh?"
Naruto mengangguk.
"Lalu, siapa yang Papa sukai?"
KAMU SEDANG MEMBACA
With You: A Faux Pas? [ NaruHina ] ✔
FanficMereka menyebutnya pertemanan, tapi situasi membawa mereka pada sesuatu yang melebihi ikatan sederhana yang sedang terjalin. Naruto: "Aku berjanji akan melakukannya dengan lembut." "Naruto, apa rahasia paling besar yang kau simpan?" "Hinata."