Hari masih memuncaki hampir siang ketika Naruto telah keluar meninggalkan apartemen.
Sedari malam, Hinata tak kunjung mau menanggapi semua panggilan yang diajukan, dan beberapa pesannya pun tetap tak menerima balasan -- meski Naruto tahu jika semua telah masuk ke dalam ponsel sang perempuan.
Maka, bermodalkan nekat dan niat sangat ingin bertemu, Naruto melajukan kendaraan untuk menuju langsung ke tempat Hinata tinggal.
Tentu ada banyak keraguan yang mengisi perasaannya saat membayangkan harus bertemu dengan orang-orang terdekat Hinata. Namun, karena tujuan Naruto kali ini adalah bertemu dengan Hinata, maka, ia keraskan hati agar berani tetap datang.
Pintu di depan sana tertutup rapat dengan pagar setinggi dada pria dewasa yang sedang menyatu satu sama lain.
Ketika sebuah pencetan bel dilakukan, Naruto menunggu sebentar -- menanti.
Tundukan kepala dia layangkan secara sopan tatkala seorang wanita dewasa hadir untuk membukakan jalan dan mempersilahkan dirinya masuk dengan senyuman akrab.
"Ingin mencari Hinata, ya? Tunggu, biar aku panggilkan."
Ketika Natsu melangkah pergi menuju ruang lain di lantai dua, Naruto mendudukkan diri pada sofa ruang tengah.
Ini pertama kali ia merasa seperti memikul sebuah beban untuk bertemu Hinata.
Lama sekali Naruto menanti bersama jantung yang tak menentu. Perlahan, ia mulai tak sabar dan sungguh ingin menerobos begitu saja karena Hinata tak kunjung turun menunjukkan eksistensi. Biasanya, Hinata tak pernah membuat Naruto harus menunggu selama ini jika datang.
Baru saja memikirkan, seseorang terlihat melangkahkan kaki dari arah tangga. Bukan Hinata, melainkan Natsu.
Alis Naruto menekuk kecil karena tak menemukan Hinata mengekor di sana.
"Sepertinya, Hinata sedang dalam masanya. Dia sedang tak ingin diganggu. Mohon maklum, ya, Naruto. Mungkin, bisa lain kali saja mengajaknya untuk keluar."
Itu adalah sebuah ketidakbenaran. Naruto tahu masa apa yang Natsu ucapkan, namun, jika mengingat segala yang Hinata sampaikan kemarin hari, mana mungkin hal tersebut bisa terjadi?
Ini hanyalah cara Hinata karena tak ingin bertemu dengannya.
"Sejak semalam, Hinata memang terlihat kurang baik. Ketika datang, penampilannya cukup buruk."
Di seberang sana, Natsu mengambil tempat. Senyumnya mengembang tipis ketika Naruto menyatakan garis tertegun pada wajah -- walau begitu tipis.
"Tapi, mungkin itu hanya karena dia sedang mendekati waktunya. Tak perlu merasa khawatir, ini hal yang biasa pada perempuan. Terkadang, dia akan menjadi lebih sensitif dan suka menyendiri. Bukan berarti karena Hinata tak ingin bertemu, tapi, hanya waktunya saja yang belum tepat. Mohon maaf, ya?"
Tegukan ludah terjadi. Setelah mengucap pamit, Naruto berjalan keluar.
Usahanya kali ini tak membuahkan hasil. Hinata terang-terangan membatasi diri dan membangun penghalang. Depresi menyerang secara keterlaluan. Naruto dibuat semakin bingung dengan apa yang harus dilakukan.
Pada area luar pagar, ia masih berdiri diam di samping kendaraan pribadi. Ponsel pintar miliknya diraih dan menghubungi salah satu kontak.
Sambungan hanya berderu secara hampa tanpa adanya niat untuk mendapat tanggapan.
Ketika suara operator telah hadir memberi situasi, manik langit mengarahkan pandangan pada salah satu jendela yang tampak. Itu adalah jendela kamar Hinata. Naruto menghafalnya sebab sebelumnya Hinata sering melihat dari sana dan tersenyum ketika mendapati dirinya telah menunggu di bawah.
KAMU SEDANG MEMBACA
With You: A Faux Pas? [ NaruHina ] ✔
FanficMereka menyebutnya pertemanan, tapi situasi membawa mereka pada sesuatu yang melebihi ikatan sederhana yang sedang terjalin. Naruto: "Aku berjanji akan melakukannya dengan lembut." "Naruto, apa rahasia paling besar yang kau simpan?" "Hinata."