Musik yang menggema di seluruh ruangan, agaknya sama sekali tidak mengganggu kegiatan lima anak muda yang ada di balkon Coyote. Mereka duduk bersama di sebuah sofa berbentuk setengah lingkaran. Pandangan mereka tertuju ke lantai dansa tempat para pengunjung sedang menikmati pesta.
Beberapa botol minuman beralkohol dengan harga fantastis mengisi meja mereka. Satu wadah penuh es batu, beberapa minuman bersoda dingin, camilan, serta buah-buahan tersaji lengkap memenuhi meja..
"Cheers!" Mereka saling beradu gelas lantas menyesap isinya.
Diantara mereka berlima hanya Ansell dan Gia yang malam itu minum minuman bersoda. Sementara tiga lainnya menikmati campuran minuman yang dibuat bartender yang langsung diantar ke meja mereka.
"Tumben lo cupu minum soda. Biasanya udah habis sebotol," ejek Jeff usai menghabiskan isi gelasnya.
"Gue besok ada kunjungan ke suaka margasatwa. Gak lucu kalo gue besok datang dalam keadaan setengah sadar," balas Gia sewot. Sejujurnya ia juga ingin minum minuman yang sama. Tapi jika ketahuan papanya, bisa bahaya. Image sebagai perempuan baik-baik yang selama ini melekat padanya bisa musnah seketika.
"Cie! Udah mulai jadi anak penurut dia."
"Gak juga. Cuma lagi gak mau nambah masalah aja. Nyokap udah ngingetin supaya besok gue gak bikin masalah di depan temen-temen bokap."
"Lo juga, Sel. Tumben minum soda. Biasanya udah paling kenyang minum," Neo ikut menimpali.
"Gue jaga-jaga doang. Takut kalau nanti Gia atau Lala gak sadar. Takut-takut kalau ada yang bungkus," canda Ansell.
Seketika sebutir anggur mendarat di pipi Ansell. Membuat lelaki itu tertawa kecil dan memakan anggur yang jatuh di pangkuannya. Sudah jelas siapa pelakunya. Tentu saja itu adalah Lala yang kesadarannya sudah menurun karena minuman yang ia konsumsi beberapa menit terakhir.
"Jangan banyak-banyak, La. Gue khawatir lo di bungkus sama cowok-cowok gak jelas," Ansell memperingatkan. Ia masih tertawa lantas meminum kembali soda di dekatnya. "Malam ini gue cuma mau santai aja. Gak mau ada banyak drama. Jadi lo pada gak usah nyari gara-gara. Paham?"
Jeff memberi hormat. "Siap kakak tertua. Gue udah janji malam ini anteng, kok. Gak turun ke lantai dansa."
"Gue juga," Neo menambahkan. "Gue gak mau nyari gara-gara. Pengawal lo serem-serem, Sel."
"Ah, coba aja gue minum. Udah turun ke bawah dan dapet cowok seksi dari tadi," keluh Gia menunjukan kekecewaannya. "Kalo gak inget besok gue bakal ketemu menteri kehutanan, udah minum sampe kenyang gue."
Ansell, Neo, dan Jeff juga Lala otomatis tertawa. Keluhan Gia benar-benar terdengar lucu. Apalagi wajah cemberutnya itu sungguh terlihat menggelikan.
"Jangan, deh. Lo kalo dibungkus cowok baik-baik yang mau tanggung jawab dan paling gak dia selevel sama keluarga lo, gak apa-apa. Kalo dapetnya yang gak selevel terus burik, gue rasa bakal jadi bencana," Lala menanggapi. Meski kesadarannya sudah turun banyak. Ucapan Lala masih masuk akal. "Orang kayak lo, gak bisa dapet cowok sembarangan, Gi. Kalau gak nasip anak lo nanti bisa kayak gue."
"Emang lo kenapa? Apa yang salah di diri lo? Semua sempurna, La. Lo cantik, lo berbakat, pinter, dan yang jelas lo kaya."
Lala tersenyum dengan mata sayu dan wajah sendu. "Tapi cantik, berbakat, pinter, dan kaya gak bikin bokap gue bisa nerima anaknya apa adanya. Dan tambah satu lagi. Gue cacat," Lala mengangkat tangan kirinya yang sudah tremor sejak tadi. "Tangan gue yang ini udah gak bisa gue pakai dengan normal. Paham?" Lalu ia tertawa. Tawa yang langsung membuat teman-temannya diam seketika.
"Ngomong apa, sih? Ngaco!" Jeff menanggapi dengan ketus. "Lo bisa sembuh, kok. Lagian kalo bokap lo gak nerima anaknya, lo mau gimana? Teriak-teriak depan muka dia? Buang energi, La. Mending lo ngelukis lagi aja. Bikin pameran biar makin kaya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Color
Ficção AdolescenteLala menjalani hidupnya sebagai pelukis mengikuti jejak mendiang mamanya. Selama memutuskan hidup sendiri tanpa kehadiran papanya, Lala mengetahui bahwa papanya berselingkuh dan memiliki anak. Lala dibantu teman-temannya memutuskan untuk membalas pe...