Pagi sekitar pukul sepuluh. Neo sudah tiba di rumah Lala bersama asisten pribadinya. Neo dan Lala bicara empat mata di ruang kerja yang ada di dekat ruang tamu. Cukup lama mereka berada di ruangan itu entah apa yang mereka bahas, sementara asisten pribadi Neo menunggu di ruang tamu sendirian. Setelah hampir satu jam berlalu, Lala dan Neo pun keluar dari ruangan. Berjalan bersama dan berakhir duduk bersama di kursi meja makan.
"Ini ajaib apa emang rejeki lo, sih. Bener-bener kayak di drama. Semua serba kebetulan padahal nyokap lo udah nyiapin sejak lama. Kayaknya beliau emang udah nyium bau-bau tak sedap makanya dia nyiapin hal-hal kayak gini buat lo."
Neo menyeruput kopi yang baru Bibi letakkan di hadapannya. Tak lupa berterima kasih dan memberikan pujian singkat karena dibuatkan kopi yang enak oleh Bibi. Neo mengangkat ibu jarinya sebagai tanda apresiasi dan Bibi membalasnya dengan mengangkat ibu jarinya.
Lala tersenyum dan menggeleng heran. Ia hanya mengaduk-aduk jus alpukat yang sudah tersedia di hadapannya tanpa selera. Ia menghela napas sekali kemudian menghembuskannya pelan.
"Gue mana tau, sih. Kejadiannya kayak numpuk-numpuk gantian datang dan pergi. Kayak gue gak dikasih waktu napas dengan bebas atau menikmati waktu santai gue sejenak, gitu." Lala berkeluh kesah, "baru juga keluar dari rumah sakit. Ketemu papa malah gue dapat omongan yang bikin sakit kepala. Sebenarnya gue ini boleh hidup dengan normal gak, sih?"
Neo tertawa kecil. "Kita semua berhak hidup dengan normal, La. Cuma waktunya aja belum tepat. Kita selalu dihadapkan sama masalah lagi dan masalah lagi. Masalahnya makin lama makin banyak dan gak tau kapan selesainya."
"Lo bener," Lala menyetujui, "dulu kita, tuh, mainnya bawah tanah banget. Apa-apa sembunyi-sembunyi. Ngomongin investasi aja di Coyote. Sejak ada masalah di FL.Distribution sama kasus mama, kita jadi perlahan didorong supaya naik ke permukaan."
Neo pun mengangguk sambil terkekeh. Ia menarik nafasnya dalam-dalam kemudian menghembuskannya perlahan. "Setelah ini, gue harap satu per satu dari kita bisa hidup normal dan tenang, La. Kita udah cukup membangun kekuatan. Kita udah cukup membangun pengaruh. Dan kita, udah cukup mengumpulkan materi. Kita hanya perlu hidup sebagaimana yang kita inginkan."
"Iya, sama seperti Gia yang sudah bisa dengan bebas menerbangkan pesawat. Sama seperti Jeff yang berhasil keluar dari lingkaran keluarganya dan membesarkan bisnisnya sendiri, Ansell juga sekarang bisa berkembang kemampuannya. Jauh banget dari dia yang dulu tertahan karena dilarang ini dan itu sama keluarganya."
Lala tersenyum kecil mengingat sahabat-sahabatnya yang pagi itu tidak ada di sekitarnya. Hanya Neo saja yang hadir, itupun karena Lala yang menelponnya sejak pagi buta dan memintanya datang untuk urusan penting itu.
"Gue juga bangga sama diri gue sendiri, La. Sejak keputusan nekad kita berlima buat bangun usaha investasi, gue jadi punya kesempatan untuk mendirikan firma hukum milik gue sendiri. Yang gue kelola pakai pikiran gue sendiri tanpa campur tangan keluarga gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Color
Novela JuvenilLala menjalani hidupnya sebagai pelukis mengikuti jejak mendiang mamanya. Selama memutuskan hidup sendiri tanpa kehadiran papanya, Lala mengetahui bahwa papanya berselingkuh dan memiliki anak. Lala dibantu teman-temannya memutuskan untuk membalas pe...