Suasana sarapan tidak pernah tegang seperti pagi itu. Saat Savero dengan wajah tenang seolah tak bersalah, dengan percaya diri menghadapi keluarga Nabastala terkait dengan penculikan Lala tempo hari. Ia awalnya merasa bahwa keputusannya yang mengikuti permainan Jeff keterlaluan. Tapi melihat reaksi keluarga Lala, Savero merasa keadaan jadi lebih menarik. Keluarga Nabastala memang sesuatu.
"Jadi kamu sengaja menculik cucu saya begitu?" Kakek Lala berdiri dan mendekati Savero. "Kurang ajar kamu rupanya. Berani-beraninya kamu menculik cucu bungsu saya!"
"Saya merindukan Ilea, Kakek. Dan saya tidak bisa jauh darinya lama-lama. Saya sudah menawarkan padanya untuk tinggal dengan mama saya tapi dia hilang kabar. Saya terpaksa mengambil keputusan tidak masuk akal dengan menculiknya." Savero menjelaskan dengan sopan walau di telinga Lala justru terdengar menyebalkan. "Ilea adalah calon istri yang disetujui oleh mama saya. Jadi saya dan mama saya ingin dia lebih dekat dengan kami."
"Tidak bisa! Ilea tidak akan menikah dengan kamu," Papa berdiri dan menatap nyalang pada Savero juga Lala. "Yang akan menikah dengan anggota keluarga Floyd adalah anak saya Nadin. Dan tanggalnya sudah ditentukan."
Lala tersenyum miring. Ia melipat tangan depan dada kemudian menghela napas. "Sudah ditentukan rupanya. Jadi intinya aku udah gak diperlukan di rumah ini, kan? Jadi aku boleh mengangkut barang-barangku?"
Tanpa menunggu persetujuan, Lala memerintahkan para petugas pindahan untuk pergi ke kamarnya. Tak lama, Ana datang dengan tergesa-gesa lantas memberi hormat pada semua orang. Ia kemudian menyusul para petugas pindahan ke kamar Lala.
"Kenapa Ana ada di sini? Papa sudah pecat dia karena tidak becus bekerja." Nadin bersuara. Ia menatap tidak suka dengan kehadiran Ana.
"Dia asisten pribadi yang dipekerjakan langsung oleh mamaku. Jadi yang berhak memecat dia cuma aku. Ana cuma dipecat dari perusahaan. Tapi dia tidak dipecat sebagai asistenku," Lala menjelaskan.
Kakek mendekat kemudian menatap Lala dengan lembut. "Nak, kita bisa bicara dulu baik-baik. Kamu dan papa kamu perlu untuk berdiskusi. Bicara dengan kepala dingin. Ayo kita duduk dulu." Kakek merangkul Lala sementara Lala menggenggam tangan Savero.
"Aku mau ngomong kalau Savero ikut. Bagaimanapun dia calon suamiku dan aku mau dia tau gimana keadaanku yang sebenernya." Lala bersikeras.
Kakek terlihat tidak setuju. Tapi ia tak punya pilihan lain selain menyetujui permintaan Lala.
•••
Setelah sarapan yang kacau akhirnya pembicaraan keluarga pun dilakukan. Kali ini secara terbuka. Ada Savero yang turut bergabung mendampingi Lala. Semua om dan tante beserta anak-anak mereka juga Nadin dan mamanya pun ikut serta. Kali ini Lala bertekad untuk menyelesaikan semuanya.
"Ilea tidak bisa menikah dengan kamu," ucapan kakek melembut. Papa pun tampak setuju dengan ucapan kakek. "Kami sudah sepakat menikahkan Nadin dengan Milo dan di keluarga kami tidak pernah ada dua pernikahan dengan satu keluarga yang sama bagaimanapun kondisinya."
Jeda sejenak dan Lala menggenggam erat tangan Savero.
"Kakek tidak tahu sejak kapan kalian mengenal kemudian dekat dan saling jatuh cinta hingga memutuskan menikah. Kalian sama-sama tidak pernah menunjukan kedekatan. Jadi saat kalian datang tiba-tiba seperti ini, banyak kejadian yang sudah lalu. Kakek tetap tidak bisa memberikan restu. Kakek tidak bisa memberikan izin."
Lala masih diam. Savero menggenggam erat tangannya memberikan kekuatan.
"Selama ini kamu tidak pernah di rumah. Kamu tidak pernah cerita ke kami tentang apa yang kamu alami dan kamu lakukan. Semua kamu lakukan seenaknya sampai masalah ini juga. Kakek jadi bingung harus memberikan keputusan seperti apa tentang kamu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Color
Fiksi RemajaLala menjalani hidupnya sebagai pelukis mengikuti jejak mendiang mamanya. Selama memutuskan hidup sendiri tanpa kehadiran papanya, Lala mengetahui bahwa papanya berselingkuh dan memiliki anak. Lala dibantu teman-temannya memutuskan untuk membalas pe...