CHAPTER 6; WHITE LILY

23 8 4
                                    

[⚠️harshword]
━━━━━━━━━━━━━━

Suara teriakan dan benda pecah menyambut pagi ku kali ini. Aku terbangun setengah sadar sambil melihat ke arah jendela, tersenyum pada mentari. Alex tidak terlihat dari cermin. Mungkin dia sedang tidur atau mungkin halusinasi ku belum muncul lagi. Aku menuruni anak tangga dengan tempo sedang dan berjalan menuju kamar mandi. Air mengucur sangat dingin, menusuk hingga ke tulang. Setelah semuanya siap, aku melangkah pergi keluar rumah.

Jalanan ramai seperti biasanya, manusia hilir mudik saling menyapa ketika netranya bertemu. Hari ini aku tidak berangkat sekolah, lebih tepatnya bolos. Yah, tidak ada yang peduli juga kalau aku ada. Aku kan tidak dianggap. Persetan dengan belajar, hari ini adalah hari yang sangat penting bagiku.

 Persetan dengan belajar, hari ini adalah hari yang sangat penting bagiku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Langkah ku makin cepat tak kala aku melihatnya. Papan nama tergantung dengan indah, Indi's Flower. Tempat yang aku tuju sudah di depan mata. Dengan langkah pelan aku masuk ke dalam toko bunga tersebut.

Seorang gadis menyapaku, "Halo kak Artha, hari ini bunga seperti apa yang kakak inginkan?" tanyanya sambil tersenyum. Manisnya.

"White lily, Ndi. Saya akan menemui seseorang yang sangat spesial di hidup saya."

Indi mengangguk mengerti, dia segera berlari menuju tempat dimana bunga itu berada. Diambil nya batang bunga tersebut dari vas air dengan hati-hati lalu diikat oleh pita berwarna coklat. Tak lama, ia kembali sambil membawa bunga yang aku pesan.

 Tak lama, ia kembali sambil membawa bunga yang aku pesan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ini kak, bunga lili putih pesanan kakak. Semoga dia suka ya," katanya sambil tersenyum. "Ah, terimakasih Indi. Dia pasti senang dapat bunga yang cantik dari toko mu," balasku.

Segera kuterima bunga itu dan membayarnya dengan uang pas. Sebelum pergi, aku berpamitan dan dia melambaikan tangan.

♪ ♪ ♪

Aku berjalan menyusuri jalan setapak, jauh dari keramaian. Ah, Indi. Dia adalah salah satu dari empat penjual bunga di kota ku. Aku selalu membeli bunga dari tokonya sejak 2 tahun yang lalu, anggap saja aku pelanggan setia haha. Dia sangat baik dan manis, aku sudah menganggap dia seperti adikku sendiri. Karena di rumah aku tidak punya saudara, aku kadang berkunjung ke tokonya. Entah untuk membantunya berjualan atau hanya untuk sekedar berbincang sambil menikmati secangkir teh melati buatannya.

 Entah untuk membantunya berjualan atau hanya untuk sekedar berbincang sambil menikmati secangkir teh melati buatannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Angin bertiup lebih kencang dari biasanya. Aku mengeratkan jaket, mencoba menghangatkan tubuh. Cuaca hari ini sepertinya kurang bersahabat. Awan hitam mulai terlihat, datang dengan cepat memperingati manusia agar segera pulang ke rumah. Aku memandang langit dengan wajah masam, bisa-bisanya di hari spesial seperti ini mereka tidak mendukung ku. Biarlah, apapun yang terjadi aku akan tetap menemui dia.

"Aku membawa sesuatu untukmu. Lihat! Kau suka, kan? Bunga yang cantik untuk gadis yang cantik pula," kataku sambil meletakkan buket bunga di atas makam Anya. Ya, hari ini tepat 2 tahun Anya pergi meninggalkanku. Tiap tahun di tanggal yang sama, aku selalu membawa lili putih sebagai hadiah untuknya. Sebenarnya aku selalu membawakan bunga setiap minggu untuk dia, bermacam-macam. Tapi khusus hari ini aku ingin melihat dia membawa lili putih bersamanya.

♪ ♪ ♪

Memang benar, langit tidak bersahabat denganku hari ini. Ia mengutus awan agar menurunkan hujan di seluruh sisi kota. Ah sial, aku tidak membawa payung. Padahal sebelum kesini cuaca sangat cerah. Tak lama, hujan sudah mengguyur seluruh kota. Aku memayungi kepala ku dengan tangan, mendongak melihat langit. Aku benci hujan.

Oh tunggu, apakah hujan berhenti? Kok aku tidak basah?

Aku mendongakkan kepala. Seseorang memayungiku, tapi siapa? Sontak aku berbalik menghadap kepadanya. Siluet yang sangat familiar terlihat di mataku. Ah tatapan itu, aku membencinya.

"Sudah kubilang kan kalau ingin berpergian izin dulu padaku! Dasar bocah nakal!" omelnya.






















"Loh, Alex?! Bagaimana bisa?!"

Ημίαιμος (HALF BLOOD) | DAY6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang