Birthday Girl 1

380K 2.1K 29
                                    

Aku memandang ke sekeliling ruang kerja Om Andrew. Dia menempati ruangan sendiri di lantai 43, di tengah-tengah kompleks perkantoran di area SCBD, dengan floor to ceiling window yang memperlihatkan gedung pencakar langit di luar sana.

Di luar mendung, aku bisa melihat langit yang gelap padahal belum pukul empat sore.

Mataku kembali menyisir ruangan ini. Ruang kerja Om Andrew lumayan rapi, kecuali meja kerja, dengan satu komputer dan satu laptop yang menyala, juga kertas-kertas yang bertebaran. Aku membayangkan Om Andrew terburu-buru menyingkirkan kertas itu agar ada celah kosong di meja, lalu mendorongku hingga menelungkup di sana, dan dia menyetubuhiku dengan kasar di meja kerjanya sendiri.

Aku menepuk pipi yang memanas. Bayangan itu terasa sensual, membuatku teringat lagi tujuanku datang ke kantor ini.

Pintu ruangannya terbuka. Aku terkesiap saat melihat Om Andrew. Dia begitu ganteng dan berwibawa. Om Andrew adalah teman kuliah Papa dulu. Di usianya yang berada di pertengahan 40-an, Om Andrew terlihat lebih muda. Malah aku enggak percaya dia seumuran Papa. Kalau Papa persis kayak bapak-bapak, meanwhile Om Andrew ... he's very fitted.

Hari ini dia memakai setelan suit hitam dan kemeja navy di baliknya, serta dasi maroon bermotif garis diagonal. Tubuh tinggi dan kakinya yang jenjang membuatnya cocok dengan pakaian formal begitu. Dia begitu berwibawa dan berkuasa. Dia salah satu dari jajaran CEO muda yang sukses, setelah Om Andrew mewarisi perusahaan ini dari orangtuanya lima tahun lalu.

Aku memang tahu banyak soal Om Andrew, karena dia sudah mencuri perhatianku sejak lama. Awalnya aku mengaguminya. Dia ganteng banget, teman-temanku aja sampai enggak bisa berkata apa-apa kalau bertemu beliau. Dia juga baik. Sejak kecil, Om Andrew begitu perhatian. Dia pernah membelaku sewaktu jadi korban bully pas SMP.

Aku mengidolakan Om Andrew. Lama-lama perasaan itu berkembang jadi suka. Aku enggak bisa melirik cowok lain, karena enggak ada yang bisa menyaingi Om Andrew. Dia punya segalanya yang membuatku rela menyerahkan diriku kepadanya.

Plus, he's single. Aku heran kenapa dia belum menikah. Kata Papa, Om Andrew itu playboy. Mungkin dia belum bertemu cewek yqng cocok.

Mungkin aja cewek itu aku.

Nothing impossible, right?

"Naja, udah lama?" Sapa Om Andrew.

"Lumayan, sih, Om."

Om Andrew bersandar ke meja kerjanya, dia menyilangkan kaki, membuatnya terlihat menggoda. Aku bisa membayangkan diriku berlutut di depannya dan mengeluarkan kejantanannya dari dalam celana lalu melumatnya di dalam mulutku.

Sekali lagi pipiku terasa hangat.

Aku bangkit berdiri dan mendekatinya. "Hari ini aku ulang tahun."

"Oh ya? Happy birthday, Naja."

Om Andrew terlihat begitu menjulang di depanku. Aku cuma pakai sneakers, tinggiku cuma mencapai pundaknya.

"Ulang tahun ke-21," lanjutku.

Sebelah alisnya terangkat. Bibirnya membentuk senyum tipis yang arogan.

Aku menambahkan, "aku ke sini mau menagih janji Om. Aku mau minta kado."

Om Andrew tertawa. "Sorry, Naja, tapi Om benar-benar lupa. Janji apa?"

"Janji di ulang tahunku yang ke-17."

Air muka Om Andrew berubah. Dia pasti ingat apa yang kumaksud.

Di ulang tahun ke-17, aku mencium Om Andrew. Itu pun setelah aku mengumpulkan keberanian. Om Andrew sempat membalas ciumanku, sebelum mendorongku menjauh.

Woman's NeedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang